KabarMakassar.com — Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 telah memicu berbagai reaksi di pasar keuangan dan sektor ekonomi.
Meski pemerintah telah mengumumkan sejumlah insentif untuk menjaga daya beli masyarakat, sentimen ini tetap memberikan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.
IHSG Melemah di Tengah Sentimen Kenaikan PPN dan Aksi Jual Akhir Tahun
IHSG ditutup melemah 0,9% ke posisi 7.258,63, setelah sebelumnya bertahan di level 7.300-7.400. Nilai transaksi mencapai Rp 11 triliun dengan 22 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali.
Sebanyak 159 saham naik, 442 saham turun, dan 193 saham stagnan. Seluruh sektor berada di zona merah, dengan sektor properti dan teknologi mencatat penurunan terdalam hingga lebih dari 2%.
Saham-saham seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menjadi penekan utama IHSG, masing-masing menyumbang pelemahan 14,9 dan 11,4 indeks poin.
Menurut Barra Kukuh Mamia, ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), pelemahan IHSG disebabkan oleh:
- Aksi Wait and See: Pelaku pasar menunggu keputusan suku bunga bank sentral AS (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) yang akan diumumkan pekan ini.
- Aksi Ambil Untung: Koreksi menjelang akhir tahun menjadi momen aksi ambil untung bagi investor.
- Dampak Kenaikan PPN: Kebijakan PPN 12% menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaku pasar.
Selain IHSG, Nilai tukar rupiah juga tertekan oleh penguatan indeks dolar AS (DXY) dan kenaikan imbal hasil US Treasury (UST) tenor 10 tahun.
Kebijakan Stimulus untuk Meredam Dampak Kenaikan PPN
Meski tarif PPN dinaikkan, pemerintah memastikan barang kebutuhan pokok tetap dikenakan tarif 0%.
Barang seperti beras, daging, ikan, sayuran, dan jasa pendidikan serta kesehatan akan dibebaskan dari PPN sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.
Pemerintah juga memberikan subsidi untuk barang tertentu, seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita, sehingga harga tidak mengalami kenaikan.
Adapun sebagai bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat, pemerintah melalui PT PLN (Persero) akan memberikan diskon tarif listrik 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 2.200 VA ke bawah selama Januari-Februari 2025.
Pelanggan pascabayar akan otomatis menikmati potongan ini saat pembayaran tagihan, sementara pelanggan prabayar mendapat diskon saat pembelian token listrik.
Selain itu, insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji Rp 4,8 juta hingga Rp 10 juta per bulan juga akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
Insentif ini berlaku di sektor tekstil, sepatu, dan furnitur dengan alokasi anggaran mencapai Rp 680 miliar.
Sentimen Eksternal: The Fed dan Penguatan Dolar AS
Selain dampak domestik, pelemahan IHSG dan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen eksternal. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, yang menjadi penurunan ketiga sejak September 2024.
Namun, data Indeks Harga Produsen (IHP) AS yang lebih tinggi dari ekspektasi memicu penguatan dolar AS, memberikan tekanan tambahan pada rupiah.
Kombinasi kebijakan fiskal pemerintah dan sentimen eksternal memberikan tantangan bagi pasar keuangan Indonesia. Meski IHSG mengalami tekanan, insentif yang disiapkan pemerintah diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendukung sektor-sektor tertentu di tengah kenaikan tarif PPN.
Namun, pelaku pasar perlu memantau perkembangan kebijakan suku bunga dari bank sentral global dan domestik untuk mengantisipasi dampak lanjutan terhadap pasar saham dan nilai tukar.