kabarbursa.com
kabarbursa.com

Big Bank Tak Lagi Mendominasi Saham Top Market Cap BEI

IHSG Melemah Sepanjang Pekan Lalu Capai Level 7.256,996
ilustrasi Saham (Dok : int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rotasi saham berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin dinamis, menyerupai balapan yang saling menyalip. Saham big bank yang dulu mendominasi jajaran top 10 market cap kini harus bersaing ketat dengan perusahaan-perusahaan baru yang berhasil mendaki ke puncak.

PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) berhasil kembali ke posisi teratas dengan kapitalisasi pasar senilai Rp 1.391 triliun hingga Kamis (4/7).

Setelah sebelumnya terjun, BREN kembali mendaki setelah terbebas dari Papan Pemantauan Khusus yang menggunakan skema perdagangan Full Call Auction (FCA). Kenaikan ini menandai kembalinya dominasi BREN dalam daftar saham berkapitalisasi pasar terbesar.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membuntuti di posisi runner up dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 1.199 triliun. Di peringkat ketiga dan keempat, terjadi persaingan ketat antara PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang saling menyalip untuk menguasai posisi tersebut.

Posisi kelima ditempati oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), yang mengalami penurunan dari posisi sebelumnya. Peringkat berikutnya diisi oleh PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).

Di posisi sembilan, saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) yang memiliki harga termahal di BEI berhasil merangsek masuk ke dalam daftar top 10 market cap. Peringkat sepuluh diisi oleh PT Astra International Tbk (ASII). Salah satu big bank, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) terlempar dari daftar top 10 market cap.

rotasi di antara saham-saham top market cap hingga awal semester kedua ini dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, pelemahan saham big bank seperti BBRI dan BBNI, serta saham blue chip lainnya seperti TLKM dan ASII. Secara year to date, keempat saham tersebut mengalami penurunan signifikan dengan level dobel digit.

Kedua, secara bersamaan, sejumlah saham baru melonjak signifikan seperti TPIA, DSSA, BREN, dan AMMN yang tergolong saham anyar.

Rotasi di jajaran top 10 market cap semakin terasa sejak BREN dan AMMN melakukan listing pada tahun lalu.

Selain itu, sentimen ketidakpastian ekonomi dan kebijakan moneter yang masih ketat juga memainkan peran penting dalam rotasi ini.

Hal tersebut menyebabkan sejumlah saham terkoreksi, termasuk big cap seperti BBRI, BBNI, dan ASII. Apalagi, tekanan juga datang dari pelemahan kurs rupiah dan capital outflow investor asing yang dominan melakukan net sell pada separuh pertama tahun ini.

Selain itu, faktor makroekonomi dan kebijakan moneter memiliki pengaruh besar terhadap rotasi big cap. Sebab, saham-saham seperti BBRI dan BBNI lebih rentan terhadap perubahan suku bunga dan nilai tukar.

Pergerakan saham di jajaran top 10 market cap ini perlu dicermati karena akan menentukan arah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Secara kapitalisasi pasar, bobot dari top 10 saham ini sangat besar hingga menyumbang lebih dari separuh total IHSG.

Merujuk data statistik BEI, total market cap dari 10 saham terbesar itu mencapai Rp 6.837 triliun. Jumlah itu setara dengan 55,10% dari total market cap saham di BEI yang mencapai Rp 12.407 triliun.

IHSG sendiri saat ini tengah mengalami penguatan setelah sempat terjun ke level 6.700 pada bulan Juni. Saat ini, IHSG sedang menuju level psikologis 7.300. Pada perdagangan Kamis (4/7) kemarin, IHSG menguat 0,34% ke level 7.220,88.

Penguatan ini didorong oleh rebound sejumlah saham big cap dan antisipasi pelaku pasar terhadap rilis kinerja kuartal II-2024. Selain itu, sentimen yang lebih kondusif dari sisi potensi pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat serta stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga turut mendorong penguatan IHSG.

Berkurangnya tekanan terhadap rupiah dan imbal hasil yang menarik akan membawa investor asing kembali, setelah aksi jual besar-besaran pada kuartal II-2024.

IHSG memiliki rasio Price per Earnings to Growth (PEG) paling rendah di regional, yakni sebesar 1,1 kali. Sementara yield dividen ada di posisi tertinggi kedua, sedikit di belakang Singapura.

Selain itu, valuasi IHSG juga masih murah dengan diperdagangkan pada -1SD, di bawah kelipatan price to earnings (PE) rata-rata 10 tahunnya.

DBS Group memproyeksikan IHSG akan berada di level 7.750 hingga akhir tahun 2024. Jika tren naik di jajaran big cap ini berlanjut, IHSG bisa kembali ke jalur level 7.400 atau mendekati all time high-nya. Dengan kondisi pasar saat ini, trading buy direkomendasikan pada saham-saham seperti BBRI, BMRI, TLKM, AMMN, dan BRPT.

Rotasi ini sesuai ekspektasi dan memberikan sinyal positif terhadap IHSG. Saat satu saham besar melemah, penguatan saham besar lainnya masih bisa menopang IHSG.

Ini menunjukkan bahwa pasar saham Indonesia memiliki mekanisme penyeimbangan yang baik, sehingga tetap mampu mencatatkan performa positif meski ada tekanan dari beberapa saham besar.

Dengan dinamika yang terjadi, investor diharapkan terus memantau perkembangan saham-saham big cap dan menjaga portofolio mereka tetap seimbang untuk memanfaatkan peluang yang ada di pasar saham Indonesia.