kabarbursa.com
kabarbursa.com

BI Turunkan Suku Bunga: Peluang Menggerakkan Sektor Riil dan Penguatan Ekonomi

Bank Indonesia Beberkan Alasan Rupiah Alami Deresiasi
Ilustrasi Bank Indonesia (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengumumkan kebijakan penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), atau 0,25%, yang membawa suku bunga BI menjadi 6,00%.

Keputusan ini diambil setelah melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diselenggarakan pada 17-18 September 2024. Langkah tersebut dinilai sebagai bagian dari strategi BI dalam merespons tren inflasi yang mulai terkendali dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan di Indonesia.

Pemprov Sulsel

Penurunan ini juga diiringi dengan penurunan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%. Melalui kebijakan ini, Bank Indonesia berharap dapat menjaga stabilitas inflasi, memperkuat nilai tukar Rupiah, serta menggerakkan perekonomian nasional yang saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan global.

Pengamat Ekonomi, Keuangan, Dan Perbankan, Sutardjo Tui, menilai bahwa kebijakan penurunan suku bunga BI umumnya sejalan dengan arah kebijakan yang ditempuh oleh Federal Reserve (Fed) di Amerika Serikat.

Meski demikian, ia menekankan bahwa keputusan tersebut tidak selalu harus mengikuti langkah yang sama, karena setiap negara memiliki kondisi ekonomi yang berbeda.

“Penurunan suku bunga acuan oleh BI sebesar 25 basis poin sejalan dengan penurunan suku bunga oleh Fed, namun situasi ekonomi domestik tetap menjadi pertimbangan utama. Dengan turunnya suku bunga ini, diharapkan bank-bank di Indonesia juga akan menyesuaikan suku bunga pinjaman, yang pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas ekonomi, khususnya dalam sektor riil,” ujar Sutardjo, Sabtu (21/09).

Menurutnya, apabila suku bunga pinjaman turun, maka akan ada dorongan lebih kuat bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk meningkatkan aktivitas bisnis, sehingga pendapatan masyarakat yang saat ini melemah dapat pulih kembali.

Sutardjo menjeladkan faktor-faktor ala saja yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan suku bunga acuan alami kenaikan ataupun penurunan. Menurutnua, naik turunnya suku bunga acuan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

“Apabila inflasi meningkat, suku bunga acuan biasanya akan naik untuk mengurangi jumlah uang yang beredar, sehingga mendorong masyarakat untuk menabung lebih banyak dan mengurangi aktivitas pinjaman. Sebaliknya, dengan inflasi yang mulai stabil seperti saat ini, penurunan suku bunga acuan menjadi langkah yang tepat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Penurunan suku bunga acuan ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dengan suku bunga yang lebih rendah, beban biaya pinjaman bagi pelaku usaha akan menurun, sehingga mendorong investasi dan ekspansi bisnis. Sektor-sektor seperti industri, perdagangan, dan layanan keuangan akan mendapatkan manfaat langsung dari kebijakan ini.

Selain itu, penurunan suku bunga juga diprediksi akan memacu pertumbuhan sektor properti dan konstruksi, karena masyarakat dan pengembang akan lebih terdorong untuk mengajukan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah.

Di sisi lain, peningkatan permintaan terhadap kredit konsumsi dan kredit modal kerja juga diharapkan dapat memberikan dorongan lebih kuat bagi aktivitas ekonomi domestik, yang saat ini mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Namun demikian, Sutardjo menekankan bahwa penurunan suku bunga acuan tidak serta-merta akan langsung berdampak besar tanpa didukung oleh kebijakan lain yang terarah.

“Bank-bank perlu segera menyesuaikan suku bunga pinjaman mereka agar efek dari kebijakan ini dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Jika ini terjadi, bisnis riil akan bergerak lebih cepat dan pertumbuhan ekonomi bisa terdorong secara signifikan,” tambahnya.

Hal yang sama juga disampaikan, Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin. Ia menilai bahwa kebijakan terbaru Bank Indonesia (BI) terkait penurunan suku bunga acuan memberikan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut diambil setelah mempertimbangkan berbagai indikator makroekonomi, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan, khususnya perbankan dan industri keuangan lainnya.

Menurut Murtiadi, suku bunga yang turun dari 6,25% memberikan peluang bagi pergeseran investasi yang sebelumnya lebih terfokus pada pasar keuangan, ke sektor riil.

“Saat suku bunga tinggi, investasi di sektor riil cenderung kurang diminati karena biaya bunga yang meningkat. Dengan penurunan suku bunga ini, diharapkan sektor riil akan kembali menggeliat,” jelasnya.

Ia menambahkan, pergerakan di sektor riil akan berdampak luas pada sektor lainnya, seperti sektor material dan jasa. Penurunan suku bunga ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mendorong investasi di sektor-sektor tersebut, yang pada akhirnya akan memperkuat perekonomian secara keseluruhan.

Murtiadi juga mencatat beberapa sinyal positif dalam perekonomian Indonesia, seperti penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, stabilitas inflasi, serta likuiditas yang terjaga.

Menurutnya, kondisi ini merupakan momen penting bagi pemerintah untuk menggerakkan sektor riil dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor.

“Kesempatan ini adalah momentum emas bagi pemerintah untuk mendorong perkembangan sektor riil yang selama ini tertahan oleh suku bunga tinggi. Dengan kebijakan penurunan suku bunga ini, kita berharap investasi di sektor-sektor produktif bisa lebih bergairah,” tambah Murtiadi.

Diketahui, langkah Bank Indonesia dalam menurunkan suku bunga acuan ini tidak hanya dimaksudkan untuk menjaga inflasi yang diperkirakan akan tetap rendah pada 2024 dan 2025.

BI juga mengarahkan kebijakan moneter dan makroprudensialnya untuk memperkuat sektor-sektor prioritas, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta sektor ekonomi hijau yang saat ini menjadi fokus utama pemerintah.

Menurut pernyataan resmi Bank Indonesia, kebijakan penurunan suku bunga ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah.

Dengan stabilnya Rupiah, BI berharap dapat menjaga daya beli masyarakat dan menjaga kestabilan harga-harga barang dan jasa di pasar domestik.

Bank Indonesia juga mengarahkan kebijakan moneter melalui instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) untuk menarik minat investor asing.

Dengan menjaga daya tarik imbal hasil di pasar uang, BI berupaya memperkuat aliran masuk modal asing, yang juga berperan penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Selain itu, BI juga memperkuat stabilisasi nilai tukar melalui intervensi di pasar valuta asing, baik melalui transaksi spot maupun Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian global, khususnya terkait dinamika ekonomi di Amerika Serikat dan kawasan Eropa.

Selain kebijakan moneter yang proaktif, BI juga mencatat perkembangan positif dalam likuiditas perbankan dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).

Per 17 September 2024, imbal hasil SBN dengan tenor 2 dan 10 tahun masing-masing tercatat sebesar 6,47% dan 6,55%. Penurunan imbal hasil ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari investor nonresiden, yang melihat kondisi pasar Indonesia sebagai salah satu yang cukup stabil di tengah ketidakpastian global.

Suku bunga pasar uang (IndONIA) juga tercatat stabil di sekitar level BI Rate, yaitu 6,44%. Hal ini menunjukkan bahwa transmisi kebijakan moneter BI berjalan efektif, yang turut mendukung stabilitas sektor keuangan domestik. Di sisi lain, likuiditas perbankan tetap memadai, didukung oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial yang diterapkan oleh Bank Indonesia.

Dengan berbagai kebijakan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia, baik dalam penurunan suku bunga acuan maupun langkah-langkah penguatan sektor prioritas, perekonomian Indonesia diproyeksikan akan semakin stabil dan bertumbuh positif.

Meski ketidakpastian global masih membayangi, khususnya terkait dinamika ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa, Bank Indonesia tetap optimis bahwa kebijakan yang diambil akan mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan inflasi dan stabilitas nilai tukar, serta membuka peluang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut jika kondisi ekonomi domestik mendukung. Dengan sinergi antara kebijakan moneter dan kebijakan pemerintah, diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.