kabarbursa.com
kabarbursa.com

Awal Tahun Penuh Tantangan, Rupiah Bergerak di Tengah Ketidakpastian

Awal Tahun Penuh Tantangan, Rupiah Bergerak di Tengah Ketidakpastian
Ilustrasi rupiah (Dok : Int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Mata uang rupiah diprediksi bergerak fluktuatif pekan ini di tengah sentimen global dan domestik yang beragam. Perhatian pelaku pasar tertuju pada sejumlah data penting yang dapat memengaruhi arah kebijakan moneter serta dinamika pasar keuangan.

Pada penutupan akhir pekan lalu, menurut data Refinitiv, rupiah tercatat menguat tipis sebesar 0,03% ke level Rp16.185 per dolar AS.

Pemprov Sulsel

Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) melemah 0,28% ke level 109,08 pada Jumat (5/1) pukul 15.00 WIB. Meski ada sedikit penguatan, posisi rupiah masih berada di level yang relatif tinggi.

Di pasar global, pelaku pasar kini menunggu rilis data payroll Amerika Serikat (AS) serta risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Kedua data ini diharapkan memberikan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) ke depan.

The Fed sebelumnya mengindikasikan melalui dot plot terbaru bahwa laju pemangkasan suku bunga acuan akan melambat menjadi dua kali sepanjang tahun ini. Ini berbeda dengan ekspektasi sebelumnya yang memperkirakan hingga empat kali pemangkasan atau setara 100 basis poin (bps).

Penyesuaian ekspektasi ini memicu keyakinan bahwa dolar AS akan tetap kuat dalam jangka waktu yang lebih lama, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi rupiah untuk mencatat penguatan signifikan.

Dari dalam negeri, pasar akan memantau sejumlah data penting, seperti cadangan devisa, indeks kepercayaan konsumen, dan data penjualan ritel. Data ini menjadi tolok ukur apakah fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk mendukung rupiah menghadapi tekanan global.

Sementara itu, kebijakan terbaru pemerintah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga menjadi sorotan. Pemerintah telah memastikan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, sementara barang dan jasa umum tetap dikenakan tarif lama.

Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat, terlebih didukung oleh program stimulus dan insentif pajak yang berlangsung hingga Februari 2025.

Secara teknikal, pergerakan rupiah terhadap dolar AS menunjukkan pola konsolidasi dalam jangka waktu per jam. Jika tekanan pelemahan berlanjut, level resistance terdekat yang harus diwaspadai berada di Rp16.280 per dolar AS, merujuk pada high candle intraday 19 Desember 2024.

Sebaliknya, jika rupiah mampu menguat, level support yang menjadi perhatian adalah Moving Average (MA) 200 pada Rp16.130 per dolar AS.

Fluktuasi nilai tukar rupiah pekan ini akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan data global, khususnya dari AS, serta dinamika ekonomi domestik. Dengan tantangan yang ada, perhatian pasar akan tertuju pada langkah-langkah strategis pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Pasar keuangan di awal tahun menunjukkan dinamika menarik dengan berbagai sentimen global dan domestik yang memengaruhi pergerakan rupiah, IHSG, dan pasar obligasi.

Pekan ini, volatilitas diperkirakan meningkat dengan hadirnya berbagai data penting yang dapat menjadi katalis utama.

Rupiah memulai tahun dengan catatan positif, meski penguatan masih tipis. Data Refinitiv mencatat, rupiah ditutup pada level Rp16.185/US$ pada akhir pekan lalu, menguat 0,03% dibandingkan penutupan sebelumnya. Penguatan ini terjadi seiring melemahnya Indeks Dolar AS (DXY), yang turun 0,28% ke level 109,08 pada Jumat (5/1).

Penguatan rupiah juga ditopang oleh sentimen positif di pasar saham domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bergerak di zona hijau, didukung oleh kebijakan pemerintah yang memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Kebijakan ini diharapkan menjaga daya beli masyarakat, terutama di tengah potensi efek January Effect yang biasanya memberikan sentimen positif pada pasar saham.

Berbeda dengan IHSG dan rupiah, pasar obligasi domestik belum menunjukkan perbaikan berarti. Yield obligasi acuan tenor 10 tahun tercatat tetap bertahan di atas 7%, bahkan naik 0,20% dalam sepekan terakhir. Kenaikan yield ini menandakan harga obligasi mengalami penurunan, mencerminkan minat investor yang masih rendah.

Pasar saham Amerika Serikat (AS) mencatat rally signifikan pada penutupan pekan lalu. Indeks S&P 500 melonjak 1,26% ke level 5.942,47, Dow Jones Industrial Average naik 0,80% menjadi 42.732,13, dan Nasdaq Composite melesat 1,7% ke posisi 19.621,68.

Saham teknologi menjadi motor penggerak utama. Saham produsen chip Nvidia melonjak 4,7%, sementara saham Super Micro Computer, produsen server, naik 10,9%. Kenaikan ini didorong oleh sentimen positif investasi berkelanjutan dalam teknologi kecerdasan buatan (AI). Microsoft juga menyumbang sentimen positif dengan rencana investasi sebesar US$80 miliar untuk pusat data berbasis AI.

Tak hanya teknologi, sektor energi juga menunjukkan performa solid. Saham Constellation Energy dan Vistra masing-masing naik 4% dan 8,5%, menunjukkan optimisme pasar terhadap sektor ini.

Pasar global kini menantikan data tenaga kerja AS (payroll) yang akan menjadi acuan penting bagi kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Data PMI Institute for Supply Management (ISM) mencatat peningkatan 0,9 poin ke level 49,3, tertinggi sejak Maret meskipun masih berada di zona kontraksi.

Selain itu, perhatian pasar juga tertuju pada pelantikan Presiden terpilih AS, Donald Trump, pada 20 Januari mendatang. Prospek kebijakan ekonomi Trump, termasuk langkah kontroversialnya, diperkirakan akan membawa dampak signifikan pada pasar keuangan global.

Di Tanah Air, fenomena January Effect diharapkan dapat memberikan dorongan tambahan bagi pasar saham. Sementara itu, fokus investor domestik pekan ini akan tertuju pada rilis data ekonomi seperti PMI Manufaktur dan konferensi pers APBN Kita. Data ini diharapkan memberikan gambaran lebih jelas tentang arah ekonomi Indonesia di awal tahun.

Perdagangan pekan ini diperkirakan penuh dengan dinamika, baik dari sentimen global maupun nasional. Pelaku pasar perlu mencermati data dan perkembangan terkini untuk menentukan strategi investasi yang tepat, di tengah volatilitas yang meningkat.

Momentum awal tahun ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pasar keuangan Indonesia untuk terus bergerak stabil di tengah derasnya arus sentimen global.