KabarMakassar.com — Perjuangan R.A. Kartini dengan penanya sedikit demi sedikit berbuah manis. Mayoritas kaumnya kini telah berkesempatan menempuh pendidikan dasar bahkan tak sedikit yang lulus dari perguruan tinggi dari berbagai strata.
Meski begitu, perjuangannya tak boleh berhenti sampai di situ. Ada perjuangan lain yang harus dilanjutkan kaum “Ibu Kita Kartini”, yakni mendobrak stigma perempuan sebagai strata kedua di Bumi Pertiwi.
“Kita membutuhkan wanita yang begitu kuat sehingga mereka bisa lembut, yang begitu berpendidikan sehingga mereka bisa rendah hati, yang begitu garang sehingga mereka bisa berbelas kasih, yang begitu bersemangat sehingga bisa rasional, dan yang sangat disiplin sehingga bisa bebas.”
Demikianlah seruan aktivis perempuan berdarah India Kavita Ramdas dalam salah satu bukunya berjudul Women Who Light The Dark.
Ya, kini kaum perempuan harus berjuang dengan peran ganda, mulai dari menjadi anak, istri, ibu, menantu, bahkan pemimpin di tempat kerja demi mengaktualisasikan dan memberdayakan diri.
Memburu waktu dan tenaga masing-masing, lengkap dengan sederet perlakuan sebelah mata, adalah tantangan bagi kaum perempuan pada hari ini.
Tiada seorang perempuan pun yang tidak mengalami beratnya melakoni peran ganda, tak terkecuali seorang menteri.
Adalah Tri Rismaharini yang juga mengamini jatuh bangunnya dalam mengemban berbagai peran dan tanggung jawab untuk memberdayakan diri sebagai seorang perempuan.
Doa yang menguatkan
Tiada pernah sekalipun Risma mendoakan dirinya menjadi seorang menteri dalam salah satu bagian perjalanan hidupnya.
Memimpikannya saja tidak berani, begitulah ia merangkum perasaannya ketika Presiden RI Joko Widodo memberikan amanah baru sebagai Menteri Sosial kepada dirinya.
“Sebetulnya, saya terus-terusan tidak berani. Tapi saya percaya Tuhan yang mengatur itu semua. Jadi saya berdoa saja terus karena saya percaya seorang pemimpin itu sangat berat tanggung jawabnya terutama bukan hanya di dunia, nanti kelak pertanggungjawaban itu pasti akan diminta oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Risma dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta pada Jumat (19/4).
Doa yang menguatkan, itulah yang ia amini dalam setiap langkah kakinya, dalam setiap tanggung jawab yang harus ia kerjakan.
Dengan doa, hatinya teguh dan tekadnya mantap menghadapi setiap situasi sulit ketika harus melakoni peran ganda dalam satu waktu yang bersamaan.
Semasa ia menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, ia mengingat betul ada masa ketika harus memboyong sang anak ikut mengunjungi lokasi bencana alam pada saat hari sudah tengah malam dan hujan turun dengan derasnya.
Sementara di lain waktu, ia juga mengajak sang anak dalam kegiatan kerja untuk menanam pohon dan membersihkan sungai di Kota Surabaya.
“Itu mereka lihat, biar mereka juga menghargai bahwa hasil jerih payah yang saya terima ini bukan saya dapatkan dengan cara yang gampang, gitu. Saya harus bekerja keras untuk mendapatkan,” kenangnya.
Dengan doa, ia memiliki kekuatan dan pengertian untuk memahami dirinya sendiri terlebih dahulu sehingga dapat menjadi contoh bagi lingkungannya. Ia mampu berlaku jujur dan disiplin untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.
Pasalnya, ia meyakini tindakan yang dilakukan menjadi kalimat ajakan terbaik bagi lingkungan sekitar, termasuk keluarga dan rekan sekerja.
“Jadi, ketika saya meminta staf saya disiplin, maka saya juga harus disiplin. Saya harus punya kekuatan untuk datang paling pagi ke kantor. Jadi bagaimana tanggung jawab saya harus memberikan contoh. Karena sebetulnya saya tidak perlu terlalu banyak ngomong. Dengan melakukan contoh-contoh itu, lingkungan sekitar akan mengikuti dengan sendirinya,” tegasnya.
Banyak peran, banyak jalan
“Jangan takut!”. Demikian pesan Risma kepada semua perempuan masa kini yang harus melakoni banyak peran.
Baginya, tidak ada hal yang perlu ditakutkan kaum perempuan untuk berkarya dan berprestasi, untuk berkeluarga sekaligus berkarier meski jalannya memang tidak mudah.
Baginya, semua perempuan hari ini dapat menjadi ibu sekaligus pemimpin yang berprestasi di dalam rumah dan lingkungan sosial masing-masing.
Ia meyakini banyak jalan tersedia untuk setiap peran ganda yang harus dilakoni kaum perempuan.
Dengan bantuan kemajuan teknologi komunikasi masa kini, misalnya, ia dapat terus memantau perkembangan anak-anak, bahkan hingga tumbuh kembang sang cucu sembari melakukan pekerjaan di luar kota.
“Gak ada yang perlu ditakutkan perempuan untuk bisa berprestasi dan berkarya sekaligus menjadi ibu rumah tangga karena sekarang ini bisa memanfaatkan fitur-fitur teknologi komunikasi jarak jauh, seperti video call, CCTV untuk berkomunikasi,” jelasnya.
Namun demikian, ia juga mengingatkan teknologi yang sama dapat menjadi pisau bermata dua bila perempuan memilih untuk menggantikan kehadiran dirinya dengan alat bantu komunikasi tersebut, bahkan ketika berada di dalam rumah.
Sementara jalan lainnya, perempuan bisa ikut melibatkan anggota keluarga masing-masing dalam berbagai aktivitas domestik sehingga tidak sampai meninggalkan perannya sebagai istri dan ataupun ibu ketika lelah dengan banyaknya tanggung jawab.
Dari pengalamannya, Risma tak jarang mengajak sang anak untuk ikut membantu membersihkan rumah, mengurus keperluan rumah, hingga menyiapkan makanan untuk keluarga sehingga ia tetap dapat menjalankan peran lain selain sebagai Menteri Sosial, yakni sebagai istri dan ibu.
“Jadi yang terpenting jangan lalai, bagaimana peran itu bisa sama-sama berjalan dengan baik dan saya percaya itu bisa tanpa mengorbankan satu sama lain. Kalau kita lalai, baru biasanya keluarga, anak-anak yang kita korbankan, tidak kita perhatikan. Padahal kita juga memiliki tanggung jawab untuk membesarkan, mendidik, dan mengasuh keluarga kita,” jelasnya.
Baginya, peran ganda yang harus dilakoni kaum Ibu Kita Kartini hari ini bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah anugerah dan kelebihan yang membuktikan keberdayaan perempuan bukan sebagai strata kedua.
“Peran ganda adalah kelebihan yang Tuhan berikan kepada kaum perempuan sehingga saya yakin kita bisa menjalaninya dengan baik,” simpul Risma. (ANTARA).