KabarMakassar.com — Sejumlah masyarakat sipil dan mahasiswa yang tergabung dalam koalisi Makassar Tolak RUU TNI, menggelar aksi unjuk rasa menolak disahkannya RUU TNI oleh DPR RI.
Sebelumnya, massa aksi telah melakukan aksi demonstrasi di depan gedung kantor DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel), sekitar pukul 13.00 Wita, kemudian mereka kembali menggelar aksi unjuk rasa di bawah Fly Over di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (20/03).
“Satu tuntutan utama adalah gagalkan RUU TNI dimana penolakan terhadap proses pengesahan RUU ini sudah dilakukan beberapa waktu lalu, kemarin kami sudah lakukan diskusi tapi nyatanya DPR RI mengabaikan protes rakyat, dibeberapa daerah termaksud Makassar,” kata salah satu anggota koalisi, Ahkamul Ihkam kepada awak media disela-sela aksi unjuk rasa tersebut.
Menurut Ahkamul, seharusnya pengesahan RUU TNI harus mendapatkan persetujuan dari rakyat di beberapa daerah, namun dia menganggap bahwa keputusan ini tanpa persetujuan rakyat.
“Salah satu isu yang ingin kami sampaikan, bahwa kami tolak bukan kami tidak mencintai TNI, kami sangat mencintai TNI tapi TNI yang mana, TNI yang profesional yang tidak direndahkan dengan mengurangi kerjaan sipil,” ungkapnya.
Ia menila jika RUU TNI disahkan dan akan menduduki jabatan sipil, maka marwah dari TNI bisa saja direndahkan sebab bukan pada kompentensi prajurit TNI itu sendiri.
“TNI yang justru siap ketika ada ancaman eksternal dan kemudian bisa ditugaskan kemana saja, ketika TNI kemudian menduduki jabatan sipil mereka justru direndahkan dengan mengalihkan tanggungjawab, mengalihkan kemampuan mereka ke sektor yang bukan kompetensi mereka,” ujarnya.
Massa aksi berharap, DPR RI dapat melihat kembali merevisi UU TNI sebelum disahkan. Sebab, kata dia, masyarakat tidak ingin adanya dwifungsi ABRI yang pernah terjadi di tahun 1998 silam.
“Yang jelas saran utamanya, adalah melihat kembali keputusan RUU TNI ini disahkan begtu, sebab yang tidak kita inginkan adalah dwifungsi ABRI yang seluruh masyarakat Indonesia pernah mengalaminya di tahun 98 ke bawah, kita tidak mau terjadi kembali,” ujar Ahkamul.
“Utamanya di Makassar di salah satu kampus misalnya di UMI itu mencatat sejarah bahwa aparat bersenjata pernah masuk ke dalam sana ketika ABRI itu memiliki kewenangan atas supremasi sipil, supremasi sipil tidak punya gaung dimana-mana, kami tidak ingin kembali ke masa itu, kami ingin berada di demokrasi yang dijunjung tinggi, semua tuntunan yang telah diupayakan di tahun 98 dimana reformasi itu terus-menerus diperbaiki hingga saat ini,” katanya.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, massa aksi menyebut ada tiga isu penting yang menjadi pembahasan dalam revisi UU TNI, yaitu status dan kedudukan TNI (pasal 3), perluasan kedudukan TNI di jabatan sipil yang sebelumnya hanya dibatasi kedalam 10 menjadi 15 kementerian/lembaga (pasal 47). serta penambahan masa pensiun prajurit (pasal 53).
“Hal ini juga akan semakin memperbesar potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM), penyempitan ruang-ruang sipil serta serta memperkokoh impunitas. Selain itu, memperpanjang masa pensiun prajurit akan memperparah penumpukan perwira non job serta praktik penempatan perwira pada jabatan sipil secara ilegal,” terangnya.