kabarbursa.com
kabarbursa.com

Sulsel Jadi Andalan Nasional Produksi Bawang Merah dan Cabai Rawit

Sulsel Jadi Andalan Nasional Produksi Bawang Merah dan Cabai Rawit
Bawang Merah di Pasar tradisional Makassar (Dok : Hanifah KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Sulawesi Selatan (Sulsel) terus memperkuat posisinya sebagai salah satu sentra produksi nasional untuk komoditas bawang merah dan cabai rawit.

Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi Sulsel terhadap produksi nasional cukup signifikan, menempatkan bawang merah di peringkat kelima dan cabai rawit di peringkat ketujuh secara nasional.

Pemprov Sulsel

Kepala OJK Sulselbar, Darwisman, menjelaskan bahwa kontribusi hortikultura Sulsel untuk tanaman sayuran ini sangat tinggi.

“Bawang merah menyumbang 14,4 persen, sedangkan cabai rawit berkontribusi 10,9 persen terhadap produksi nasional,” ungkapnya.

Untuk bawang merah, Sulsel mencatat produksi sebesar 201,42 ribu ton atau 10,07 persen dari total nasional. Meski begitu, Jawa Timur masih mendominasi dengan produksi tertinggi sebesar 484,67 ribu ton atau 24,4 persen.

Sementara itu, cabai rawit Sulsel mencatat produksi 28,42 ribu ton atau 1,9 persen dari total nasional, dengan Jawa Timur kembali memimpin pada angka 562,82 ribu ton atau 37,4 persen.

Produksi bawang merah Sulsel menunjukkan tren peningkatan sejak 2018, dari 92,39 ribu ton menjadi 201,42 ribu ton pada 2023.

Peningkatan ini didukung oleh ekspansi luas lahan dari 9,30 hektare di 2018 menjadi 16,44 hektare pada 2023.

Sebanyak 80 persen produksi bawang merah Sulsel berasal dari Kabupaten Enrekang, yang menjadi tulang punggung utama sektor ini.

Untuk cabai rawit, meski peningkatannya tidak signifikan, tren produksi tetap positif, dari 24,05 ribu ton pada 2020 menjadi 28,42 ribu ton pada 2023.

Kabupaten Takalar menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 17,88 persen, diikuti oleh Enrekang, Jeneponto, Wajo, dan Gowa.

Meskipun mencatatkan surplus produksi, daya saing global bawang merah masih lemah, dengan indeks RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) berada di -0,64 persen pada 2023. Cabai rawit bahkan mencatat defisit pada periode yang sama.

Darwisman menyoroti sejumlah tantangan yang menghambat pengembangan kedua komoditas ini, seperti ketergantungan pada musim, perubahan iklim, hingga stabilitas harga.

“Kabupaten Wajo misalnya, sering menghadapi bencana banjir yang mengganggu siklus tanam petani,” jelasnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, Darwisman menyarankan sejumlah langkah preventif.

“Teknologi seperti green house dan cold storage perlu diterapkan, distribusi hasil panen ke daerah defisit harus diperkuat, dan regulasi impor perlu diperketat,” paparnya.

Selain itu, OJK bersama Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) juga berkomitmen meningkatkan akses keuangan bagi petani melalui program permodalan berbasis skema champion.

“Upaya ini penting agar petani memiliki modal kuat untuk menghadapi tantangan di lapangan,” tutup Darwisman.

Dengan langkah-langkah ini, Sulsel diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kontribusinya terhadap produksi nasional, sekaligus meningkatkan daya saing komoditas di pasar global.