kabarbursa.com
kabarbursa.com

Setelah Banjir, Maros Berbenah: Perjuangan Warga di Tengah Lumpur

Setelah Banjir, Maros Berbenah: Perjuangan Warga di Tengah Lumpur
Salah satu warga Maros saat berjuang membersihkan lumpur dari sisa banjir (Dok : Atri KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Setelah air surut pasca bencana banjir, perjuangan warga Maros belum berakhir. Lumpur yang menggenang dan perabotan yang rusak menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya banjir yang melanda daerah itu.

Di sudut Kecamatan Turikale, Muhammad Edy (59) berdiri di depan rumahnya yang hancur. Dinding belakangnya jebol, menyisakan lubang besar yang kini hanya tertutup seng bekas dan balok kayu.

Pemprov Sulsel

Rumah dengan beberapa ruangan dan perabotan yang banyak itu tampak berantakan dan penuh lumpur. Kursi, kasur, lemari, dan perabotan lainya tidak tertolong lagi oleh luapan banjir Maros.

Di teras rumahnya, dua anak perempuan Edy sibuk memilah pakaian, tas, dan sepatu yang tertutup lumpur. Beberapa masih bisa diselamatkan, sementara yang lain harus dibuang.

Sementara, empat anak laki-lakinya bahu membahu mengangka perabotan rumah tangga yang sedikit berat, seperti kursi, lemari, dan lainnya, untuk dibersihkannya dan dijemur di bawah matahari.

Edy masih mengingat detik-detik banjir menerjang. Sore itu, air sungai yang mengalir di dekat rumahnya tiba-tiba meluap. Tembok penahan yang ia bangun jebol, dan dalam hitungan menit, air deras menghantam perkampungan.

Dia bersama keluarga berada didalam rumahnya, anak-anaknya sudah mulai keluar rumah untuk menyelamatkan diri dari air yang terus meluap. Sedang Edy yang masih didalam rumah hampir terbawah arus karena air yang begitu deras tiba-tiba datang menghantam rumahnya. Beruntung Edy selamat meski sempat terseret arus banjir.

Perabotan rumah tangga hingga berkas penting seperti kartu keluarga dan lainnya tidak ada yang selamat. Bahkan, baju yang digunakan nya saat ini, diberikan oleh warga tempat dia menumpang tinggal bersama anak-anaknya.

“Hanya televisi yang selamat karena disimpan di dinding, barang lain terendam dan rusak,” katanya, Sabtu (15/02).

Pemandangan serupa juga terlihat di rumah-rumah tetangganya. Mereka juga tampak sibuk membersihkan sisa banjir dirumah masing-masing. Pakaian, kasur, kursih dan perabot lain tampak memenuhi bahu jalan.

Tak hanya dipemukiman warga, di sudut lain kota, banjir yang melanda Maros juga menyibukkan pegawai perkantoran pemerintahan. Mereka bahu-membahu membersihkan ruangan kantor dan berkas yang basah dan rusak.

Di kantor Kementerian Agama misalnya, halaman dipenuhi perobatan dan berkas yang rusak akibat terendam banjir. Para pegawai berjibaku mengeringkan berkas-berkas penting dan perabot, untuk menjemurnya takkalah matahari sedang terik.

Rafli staf Kemenag Maros, mengisahkan banjir kali ini lebih parah dari banjir lima tahun lalu tepatnya tahun 2019 silam. Bagaimana tidak, lima tahun lalu banjir surut dalam sehari, dibanding tahun ini merendam kantor hingga dua malam.

“Hampir semua berkas (rusak), yang jelasnya lebih para dari lima tahun lalu 2019, karena sudah sampai dada orang dewasa,” ujar Rafli mengenang kembali saat banjir lima tahun silam.

Sejumlah kantor dinas di Maros juga berdampak sama, setiap perkantoran para pegawai tampak menjemur kursih dan mengeluarkan berkas arsip kantor. Sejak pagi mereka sudah memulai gotong royong mengepel hingga mencuci kursih.

Sejak banjir yang melanda Maros pada hari Selasa (11/02) kemarin, dan menerjang 14 Kecamatan. Bupati Maros Chaidir Syam mengambil kebijakan untuk memberhentikan sementara aktivitas perkantoran seperti biasanya, dan diganti dengan hari bergotong royong membersihkan sisa banjir selama dua hari.

“Ya hari ini perkantoran kita liburkan,” katanya.

Semua pelayanan publik dihentikan kecuali pelayanan pada kesehatan, yang harus tetap berjalan. Tak hanya dirumah sakit dan puskesmas, tim medis juga telah dikerahkan pada posko pengungsian untuk memastikan warga yang terdampak tetap sehat.

Dalam catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros, sekitar 4000 kepala keluarga (KK) terdampak banjir yang tersebar di 14 Kecamatan di Maros.

Adapun 14 kecamatan tersebut yaitu, Bantimurung, Bontoa, Camba, Cenrana, Lau, Mallawa, Mandai, Maros Baru, Marusu, Moncongloe, Simbang, Tanralili, Tompobulu, dan Turikale.

Dua Kecamatan di wilayah pesisir Maros mengalami dampak terparah akibat banjir yaitu Maros Baru dan Lau. Dua Kecamatan ini merendam pemukiman warga hingga 2 meter.

Banjir melanda Maros tidak hanya merendam rumah-rumah warga, juga menghambat lalulintas hingga mengalami kemacetan selama dua hari.

Kemacetan panjang sejak Selasa sore, membuat pengemudi dan truk ekspedisi yang akan menuju ke Makassar terjebak, akibatnya dua hari berada di dalam kendaraannya. Sementara motor-motor mencari alternatif jalanan kecil atau kembali kerumahnya.

Untuk mengatur arus lalulintas, Polantas berkoordinasi dengan pihak tol reformasi Makassar untuk mengurangi kemacetan. Koordinasi ini juga dilakukan dengan POM AU untuk memungkinkan kendaraan roda dua dan roda empat melintas melalui komplek TNI AU.

“Disampaikan kepada para sopir untuk menunggu sementara hingga air surut, serta koordinasi dengan pihak pelabuhan untuk menunda keberangkatan truk dan kontainer keluar dari pelabuhan,” kata Dirlantas Polda Sulsel, Kombes Pol Karsiman.

Sepanjang tiga bulan terkahir, ini kali kedua banjir melanda Maros dan bebebrapa wilayah di Sulawesi Selatan. Desember lalu, 12 kabupaten kota di Sulawesi Selatan mengalami bencana banjir dan tanah longsor setelah diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.

Berdasarkan Data BPBD Sulawesi Selatan, Minggu (22/12/2024) tercatat 12 kabupaten kota mengalami bencana banjir, yakni Kabupaten Barru, Soppeng, Sidenreng Rappang (Sidrap), Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Jeneponto, Bone, Gowa, Wajo, Pinrang, Kota Makassar, Kota Parepare, dan juga Maros. Sedangkan tanah longsor ada di Kabupaten Maros, Soppeng, dan Gowa.

“Iya saat ini sudah 12 daerah mengalami bencana banjir dan longsor di Sulsel,” kata Kepala Pelaksana BPBD Sulsel, Amson Padolo, Desember lalu.

Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Desember lalu, di sejumlah wilayah Sulawesi Selatan, juga cukup parah. Sebab, empat daerah saling berbatasan sehingga mengakibatkan jalan trans Sulawesi tidak bisa dilalui kendaraan berbagai jenis. Dari keempat daerah tersebut salah satunya adalah Kabupaten Maros.

Bahkan, antrean kendaraan terjadi dari Makassar ke arah Maros tertahan, karena air cukup tinggi yang sudah merendam jalur trans Sulawesi.

Hingga penjabat Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh yang saat itu masih menjabat mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah dalam menghadapi cuaca ekstrem. Organisasi Perangkat Daerah juga diminta tetap siaga, seperti BPBD, Dinas Sosial, dan Dinas PU.

Tiga bulan terkahir ini, Sulawesi selatan memang mengalami cuaca ekstrim seperti banjir dan tanah longsor akibat curah hujan yang semakin tinggi. BMKG pun mulai sering mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem.

Namun, sejak Jumat (14/02), matahari kembali bersinar di Maros dan sejumlah wilayah di Sulawesi selatan, arus lalulintas sudah mulai lancar, tak ada lagi macet dan genangan di sepanjang jalan. Aktivitas warga mulai lancar, pasar, toko kelontong, dan lainnya, namun beberapa pelayanan publik masih tidak beroperasi sebab para pegawai harus membersihkan sisa banjir.

Meski begitu, tragedi ini meninggalkan pertanyaan besar. Apakah bencana ini bisa dicegah? Mungkinkah pemerintah menjadikan penanggulangan banjir sebagai prioritas utama?

Sementara warga Maros berusaha bangkit dari keterpurukan, harapan tetap menyala agar di masa depan, mereka tak lagi harus berjuang melawan banjir yang datang tanpa peringatan.

harvardsciencereview.com