KabarMakassar.com — Rekomendasi terkait dugaan pelanggaran dalam proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan melalui fit and proper test yang dilaksanakan oleh Komisi A DPRD Sulsel pada 16-17 April 2024, kini memicu kontroversi.
Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulsel telah mengeluarkan rekomendasi terkait temuan pelanggaran dalam proses tersebut. Namun, rekomendasi ini tidak diserahkan oleh pimpinan DPRD Sulsel, Ni’matullah Erbe, kepada Pemerintah Provinsi Sulsel.
Penjabat (Pj) Gubenur Sulawesi Selatan Prof Zudan Arif Fakrulloh, mengakui tidak menerima hasil rekomendasi dari BK DPRD Provinsi Sulsel, berkaitan hasil penelusuran dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran aturan tersebut hingga akhirnya melantik tujuh komisioner KPID periode 2024-2027.
“Pak Ni’matullah hanya menyampaikan tujuh nama itu untuk diproses lebih lanjut, (rekomendasi BK) tidak ada,” kata Prof Zudan kepada awak media, Senin (14/10).
Menurut dia, melihat sistem dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hasil seleksi tersebut yang diakui hanya dari DPRD Sulsel. Selanjutnya, DPRD Sulsel diwakili oleh unsur pimpinan menyerahkan hasil dan bukan alat kelengkapan dewan.
“Oleh karena itu, saya berpandangan dan berpedoman pada aspek hukumnya. Nah, oleh karena itu, dengan diusulkannya oleh Pak Ni’matullah, tujuh anggota yang sudah dipilih oleh DPRD, maka saya melanjutkan prosesnya (dilantik),” jelasnya.
Mantan Pj Gubernur Sulawesi Barat ini mengatakan, dengan hasil yang disampaikan pimpinan DPRD SUlsel maka dilanjutkan dengan proses administrasinya sesuai dengan Peraturan KPI.
Kemudian, soal rekomendasi dari BK DPRD apakah ada diterima atau diteruskan ke Pemprov Sulsel. Namun, kata dia tidak ada dan hanya menerima tujuh nama calon KPID Sulsel yang dinyatakan lulus seleksi fit and proper tes dari DPRD.
“Kan sudah dipatahkan oleh unsur pimpinan sendiri. Pak Ni’matullah meminta pak gubernur melanjutkan prosesnya (pelantikan), ” ungkapnya.
Prof Zudan mengatakan bahwa sudah menjalankan aturan sesuai dengan kapasitasnya. Selain itu, tidak ada rekomendasi diserahkan pimpinan DPRD sehingga dianggap tidak ada masalah.
“Saya tidak berpolitik di sini. Aturan yang mengatakan bahwa yang diusulkan oleh DPRD, diproses secara administratif bukan diverifikasi. Jadi, saya itu Penjabat gubernur melanjutkan proses,” tegasnya.
Sebelumnya, Pimpinan DPRD Sulsel Ni’matullah Erbe kepada wartawan berjanji menyerahkan hasil rekomendasi BK DPRD Sulsel serta catat berkaitan dengan dugaan pelanggaran aturan dan cacat prosedural seleksi KPID Sulsel kepada pemprov Sulsel, tetapi belakangan terungkap tidak ada rekomendasi BK yang disetorkan ke Pj Gubernur.
“Kemungkinan kita serahkan dalam bentuk memori (dokumen), kan ini akhir masa jabatan. Apakah nanti pak gubernur mau lanjutkan atau tidak, itu urusannya dia. Tapi kita tidak boleh meninggalkan ini terbengkalai,” ujarnha kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (19/09) lalu.
Menurut dia, tidak adil bila meninggalkan persoalan di masa akhir jabatan, kemudian membebankan kepada anggota DPRD baru yang tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya. Ia pun telah membuat catatan kronologi setebal enam halaman menjelaskan persoalan serta hasil pemeriksaan Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulsel.
“Apakah nanti pak gub mau melanjutkan (pelantikan) atau ulang (seleksi), ini sudah saya bikin kronologi, saya jelaskan lengkap. Bagaimana prosesnya, apa masalahnya. Terserah kesimpulannya apa mau dilantik, ditetapkan, di pending tergantung kebijakannya,” katanya.
Secara terpisah, Koordinator Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran (KJPP) Muhammad Idris menyesalkan tindakan mantan pimpinan DPRD Sulsel tersebut tega mengkhianati perjuangan dalam mengungkap kebenaran. Padahal ia sudah berjanji menyerahkan rekomendasi BK DPRD Sulsel sebagai bahan pertimbangan kepada Pj gubernur agar tidak melantik.
“Ternyata perjuangan teman-teman jurnalis telah diabaikan. Pantas saja, Pj gubernur tidak bergeming karena tidak menerima hasil rekomendasi BK, dan hanya menerima nama-nama mereka. Kami tidak tahu apa alasan dia (Ni’matullah) melakukan hal seperti itu, dan tentu saja perjuangan kami dikhianati diakhir masa jabatannya,” tegasnya.
Selain itu,berdasarkan bukti-bukti yang di setorkan KJPP Sulsel ke BK DPRD Sulsel beberapa waktu lalu hingga ditindaklanjuti melalui rekomendasi bahwa ada pelanggaran dilakukan Komisi A DPRD Sulsel selaku penyelenggara Fit and Proper tes atau uji kelayakan, karena tidak dilaksanakan secara terbuka tapi tertutup.
Selanjutnya, tidak bekerja sama dengan jasa penyiaran publik, jasa penyiaran swatsa maupun jasa penyiaran komunitas dan jasa penyiaran berlangganan sebagaimana diatur Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Dijelaskan pada Bab III, Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Ketiga, Jasa Penyiaran, pasal 13, nomor 2. Dan Penyelenggaraan Penyiaran, Bagian Kedua, Komisi Penyiaran Indonesia (KIP) pasal 10, nomor 1 tentang syarat menjadi anggota KPI, KPID.
Disebukan dalam huruf (f) memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau pengalaman dalam bidang penyiaran serta huruf (i), bukan pejabat pemerintah. Selanjutnya, poin C, Tidak menyiarkan secara langsung proses fit and propert tes, baik di melalui laman resmi DPRD Sulsel maupun laman resmi KPI Daerah Sulsel.
Bahkan saat pelaksanaan tes KPID maupun KI jurnalis tidak diberi ruang meliput karena tertutup. Ironisnya, nilai tes skoring tidak ditampilkan, bahkan dua hari seusai tes, Komisi A malah mempublis tujuh nama yang lolos tanpa sepengetahuan pimpinan DPRD selaku juru bicara untuk mengumumkan hasil.
Bukti lainnya, dari penelusuran KJPP ditemukan satu komisioner inisial HMK yang diluluskan masih berstatus ASN menjabat Kepala Bidang Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kabupaten Jeneponto. Bahkan satu komisioner lainnya inisial P diduga ikut berpolitik praktis fotonya viral ikut bersama paslon gubernur dan wakil gubernur tertentu.
Dari tujuh nama-nama yang dilantik tersebut, ungkap Idris, tidak ada satupun yang memiliki latar belakang atau pengetahuan tentang penyiaran sehingga diragukan kapasitasnya saat menjalakan tugasnya. Lembaga penyiaran swasta akan diawasi oleh komisoner yang cacat prosedural. Dampaknya ke depan dapat berakibat fatal kepada lembaga penyiaran, apalagi saat ini di Sulsel sedang berlangsung Pilkada serentak, rawan dipolitisasi.