KabarMakassar.com — Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan, Sufriadi Arif, menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya peredaran kosmetik ilegal di Sulawesi Selatan, yang kini disebut-sebut sebagai provinsi dengan tingkat paparan kosmetik ilegal tertinggi di Indonesia.
Fenomena ini, menurut Sufriadi, bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat, terutama generasi muda, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dalam distribusi produk-produk kecantikan yang tidak berizin dari BPOM.
“Produk kosmetik ilegal ini telah menjadi masalah serius. Banyak laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan karena menjadi korban dari kosmetik-kosmetik tanpa izin yang dijual bebas. Mereka tidak menyadari dampak jangka panjang dari penggunaan produk yang tidak memenuhi standar keamanan ini, yang berisiko fatal bagi kesehatan,” ujar Sufriadi.
Hasil investigasi menunjukkan, di Makassar saja, tercatat ada 10 merek kosmetik ilegal yang beredar di tahun 2022, dengan berbagai varian dan item yang sama sekali tidak memiliki izin BPOM.
Sufriadi mengungkapkan bahwa praktik ini terus berlanjut hingga saat ini, tanpa pengendalian yang efektif.
“Mereka terus beroperasi dengan modus baru, seperti pemasaran online melalui media sosial dan grup-grup WhatsApp, sehingga masyarakat sulit memastikan keamanan produk yang mereka beli,” jelasnya.
Minimnya informasi dan keterbukaan dalam proses pengawasan inilah yang membuat produsen kosmetik ilegal leluasa menjalankan bisnisnya selama beberapa tahun terakhir.
Terkadang, tindakan aparat yang bersifat sementara, seperti razia, tidak cukup untuk mengatasi masalah ini, karena saat pengawasan berkurang, para pelaku kembali beraktivitas secara masif.
Lebih lanjut, Sufriadi juga menyoroti taktik yang digunakan para produsen ini untuk mengelabui masyarakat, termasuk menggelar acara sosial berskala besar yang menarik perhatian publik.
Kegiatan tersebut biasanya diakhiri dengan pembagian hadiah atau door prize, seolah-olah menunjukkan kesan “kepedulian sosial” yang ternyata hanyalah kedok.
Sufriadi mendesak BPOM RI bersama aparat penegak hukum agar segera meningkatkan pengawasan dengan langkah-langkah strategis sesuai amanat Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Salah satu upaya yang disarankan adalah memperketat patroli cyber atau “cyber patrol” untuk memantau aktivitas pemasaran ilegal di media online.
“Patroli cyber ini sangat penting dilakukan secara berkelanjutan agar ruang gerak para pelaku semakin terbatas,” tegasnya.
Ia berharap, dengan pengawasan yang intensif dan penindakan tanpa pandang bulu, masyarakat Sulsel dapat terlindungi dari produk-produk kosmetik ilegal yang membahayakan kesehatan.
Sebelumnya, Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Pol Yudhiawan menerima kunjungan silaturahmi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof Taruna Ikrar, di ruangan Pa’rimpungan Toana Bharadaksa, Mapolda Sulsel, Jumat (25/10).
Kunjungan ini merupakan langkah awal dalam menjalin kerjasama strategis antara BPOM dan Polda Sulsel, khususnya dalam menuntaskan masalah mafia kosmetik yang marak terjadi di wilayah Sulawesi Selatan.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan menegaskan komitmen Polda Sulsel untuk mendukung penuh pemberantasan mafia kosmetik, serta menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut.
“Kami sangat berterima kasih atas kunjungan ini dan tentu akan menindaklanjuti kerjasama ini. Kasus mafia kosmetik menjadi perhatian kami, dan jika ada anggota Polri yang terlibat, kami akan menindak sesuai dengan prosedur yang berlaku di Bidpropam,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPOM RI, Prof Taruna Ikrar, menyampaikan tujuan dari kunjungannya yaitu untuk mempererat hubungan silaturahmi dengan pihak kepolisian sekaligus mengajak untuk bekerja sama dalam memerangi peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya di Sulawesi Selatan.
“Kami berharap dengan adanya kerjasama ini, kita bisa bersama-sama menuntaskan permasalahan mafia kosmetik yang meresahkan masyarakat di Sulsel. Kami membutuhkan dukungan penuh dari pihak kepolisian untuk memberantas pelaku yang tidak bertanggung jawab dalam peredaran kosmetik berbahaya ini,” ujar Prof Taruna.