kabarbursa.com
kabarbursa.com

Penurunan Ekspor Sulsel Didominasi oleh Lesunya Penjualan Nikel

Penurunan Ekspor Sulsel Didominasi oleh Lesunya Penjualan Nikel
Ilustrasi ekspor (Dok: KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan melaporkan bahwa nilai ekspor dari wilayah tersebut selama periode Januari hingga Agustus 2024 tercatat sebesar US$1,38 miliar.

Angka ini mengalami penurunan sebesar 6,81% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai US$1,48 miliar.

Pemprov Sulsel

Kepala BPS Sulawesi Selatan, Aryanto, menyampaikan bahwa penurunan ini didorong oleh anjloknya penjualan komoditas nikel ke pasar internasional. Hingga Agustus 2024, ekspor nikel tercatat hanya sebesar US$636,55 juta, turun signifikan sebesar 24,37% dibandingkan dengan ekspor nikel pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai US$841,72 juta.

Meskipun pada bulan Agustus 2024 ekspor nikel sempat meningkat menjadi US$85,34 juta, naik 20,55% dibandingkan dengan bulan sebelumnya, angka tersebut masih lebih rendah 8,53% dari realisasi ekspor Agustus 2023 yang mencapai US$93,29 juta.

“Penurunan ekspor Sulsel tahun ini dipengaruhi oleh melemahnya penjualan nikel, yang merupakan komoditas andalan wilayah ini. Kontribusi nikel mencapai 46,12% dari total ekspor Sulawesi Selatan, sehingga fluktuasi harga dan permintaan global sangat mempengaruhi kinerja ekspor daerah,” ujar Aryanto, dikutip Rabu (09/10).

Selain penurunan pada ekspor nikel, Aryanto juga mengungkapkan bahwa beberapa komoditas lain turut mengalami kontraksi, termasuk biji-bijian berminyak dan kelompok garam, belerang, serta kapur.

Selama Januari hingga Agustus 2024, nilai ekspor biji-bijian berminyak tercatat hanya sebesar US$104,51 juta, turun tajam sebesar 30,57% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 yang mencapai US$150,52 juta.

Sementara itu, nilai ekspor garam, belerang, dan kapur juga mengalami penurunan drastis sebesar 39,71%, dengan realisasi ekspor hanya US$26,78 juta dibandingkan dengan US$44,41 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Meskipun secara keseluruhan ekspor Sulsel pada Agustus 2024 tercatat mencapai US$194,86 juta, mengalami kenaikan 12,21% dibandingkan bulan Juli 2024 yang mencapai US$173,66 juta, kinerja ekspor masih tertekan oleh melemahnya penjualan nikel.

Kenaikan ini juga lebih kecil bila dibandingkan dengan bulan Agustus 2023, di mana ekspor tercatat hanya naik 3,62% dari US$188,05 juta.

Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbaikan di beberapa sektor, tekanan dari penurunan ekspor komoditas unggulan seperti nikel masih menjadi tantangan besar bagi kinerja perdagangan luar negeri Sulawesi Selatan pada tahun 2024.

Untuk diketahui, Sulsel merupakan salah satu provinsi yang turut mengalami Deflasi selama lima bulan berturut, fenomena ini mengikut secara nasional, dimana Indonesia turut mengalami Deflasi sejak Mei kemarin.

Baru-baru ini Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) pada September 2024, menandai deflasi kelima berturut-turut di sepanjang tahun ini.

Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada bulan September 2024 ini merupakan yang terdalam dalam lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kondisi ini terjadi di tengah penurunan harga berbagai komoditas, khususnya bahan bakar non-subsidi.

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam keterangan resminya, Selasa (01/10) menekankan bahwa deflasi ini adalah yang paling signifikan jika dibandingkan dengan bulan-bulan yang sama dalam lima tahun terakhir.

“Deflasi bulan September 2024 ini merupakan yang terdalam dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir, dengan angka deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan,” kata Amalia.

Deflasi ini melanjutkan tren yang sudah terjadi sejak Mei 2024, di mana Indonesia mulai mencatat deflasi sebesar 0,03 persen. Kondisi ini terus memburuk pada bulan-bulan berikutnya dengan deflasi sebesar 0,08 persen pada Juni 2024, kemudian mencapai puncaknya di 0,18 persen pada Juli 2024.

Meski Agustus 2024 sempat menunjukkan perbaikan dengan deflasi kembali ke level 0,03 persen, pada September 2024 deflasi kembali memperdalam hingga 0,12 persen.

Menurut Amalia, deflasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas yang tergolong bergejolak, seperti bahan bakar non-subsidi dan beberapa komoditas makanan. Ia mencatat bahwa harga bensin dan solar turun tajam pada September 2024, yang berdampak langsung pada angka deflasi.

“Penurunan harga BBM pada bulan September, terutama untuk bahan bakar khusus non-subsidi seperti bensin dan solar, berkontribusi besar terhadap deflasi. Bensin mencatat deflasi sebesar 0,72 persen, sedangkan solar mencapai 0,74 persen,” jelas Amalia.

Penurunan harga bensin ini menyumbang andil deflasi sebesar 0,04 persen, menjadikannya deflasi terdalam sejak Desember 2023.

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga menjadi penyumbang utama deflasi pada September 2024. Kelompok ini mencatat deflasi sebesar 0,59 persen, dengan kontribusi terhadap deflasi keseluruhan mencapai 0,17 persen. Beberapa komoditas dalam kelompok ini, seperti cabai dan beras, mengalami penurunan harga yang signifikan, turut menekan inflasi.

Sulsel sendiri termasuk dalam salah satu provinsi yang turut mendapat sebaran deflasi di Indonesia.

Dari 38 Provinsi, 24 Provinsi mencatat deflasi per September 2024 kemarin. Papua Barat menjadi provinsi dengan deflasi terdalam, mencapai 0,92 persen, sedangkan Maluku Utara mencatat inflasi tertinggi dengan angka 0,56 persen. Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam pola harga komoditas di berbagai daerah.

PDAM Makassar