KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) tengah merancang Peraturan Daerah (Perda) terkait cadangan pangan, mengingat peran Sulsel sebagai salah satu penyangga utama cadangan pangan nasional.
Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh, menyambut baik langkah ini dan menyatakan dukungannya terhadap penyusunan Perda tersebut.
“Termasuk bagaimana nanti menyiapkan di era kepemimpinan Pak Prabowo untuk makan siang gratis,” ujarnya pada Jumat (20/09).
Ia menyebut, ketersediaan pangan, beras, telur, ikan, daging, sayur dan sejumlah bahan pokok lainnya harus tersedia secara pasti untuk setiap harinya.
“Dan itu nanti bisa diketahui dari cadangan makanan. Makanya di Raperda ini dibuat selengkapnya,” tegasnya.
Prof Zudan menuturkan, neraca pangan dapat menggambarkan kondisi sembilan bahan pangan pokok setiap harinya di Sulsel. Misalnya di Sidrap, tersedia telur berapa butir tiap harinya, di Makassar butuh berapa ribu begitupun dengan di Wajo.
“Dengan mengetahui ketersediaan, maka cadangan pangan akan terukur, beras tersedia dimana, ikan tersedia dimana, yang kurang misalnya Toraja kurang daging ayam, diisi dari Sidrap, inilah pentingnya neraca cadangan pangan,” tukasnya.
Sulsel sebagai penyangga cadangan makanan nasional dapat mengirim cadangan pangan ke provinsi lain apabila terjadi surplus atau kelebihan pangan. Semua hal tersebut nantinya akan diatur tentang bagaimana cara distribusi ke provinsi lainnya.
“Sehingga kalau kita lebih bisa dikirim ke provinsi lain maka didalam Perda Cadangan pangan itu sudah diatur bagaimana distribusi provinsi lain. Misalnya ke Maluku, Maluku Utara, NTT, termasuk Sulbar butuh apa, Gorontalo butuh apa, itu diatur di Perda Cadangan Pangan itu,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulsel, Andi Muhammad Arsjad telah menyampaikan gambaran mengenai situasi cadangan pangan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan saat rapat kerja dengan agenda ekspose rancangan perda di DPRD Sulsel beberapa waktu lalu.
“Cadangan pangan kita sejak 2016 sampai 2022 itu kisarannya baru 20 persen yang saya sebutkan tadi, yaitu 140 ton,” kata Arsjad.
Sementara, pada tahun 2023, sudah dianggarkan Rp1 miliar untuk pengadaan cadangan pangan, namun terkendala oleh harga yang tidak menemui titik terang dengan Bulog.
“Sehingga itu kita pending. Mudah-mudahan tahun ini bisa kita lanjutkan kembali pengadaannya,” lanjutnya.
Terkait dengan fenomena bahwa Sulsel merupakan daerah surplus pangan, mantan Pj Sekda Sulsel ini membenarkan hal tersebut.
“Kita surplus 56 juta ton di tahun 2023, meskipun ada penurunan. Namun surplus kita tidak menjamin cadangan pangan kita. Karena cadangan pangan kita diadakan oleh pemerintah provinsi yang hasilnya boleh dari produk yang dihasilkan dalam negeri. Dalam artian, apa yang dihasilkan oleh masyarakat itu kita beli sebagai cadangan pangan kita,” jelasnya.
Namun, saat ini kondisi tersebut belum terealisasi. Mekanismenya, menurut Arsjad, harus melalui badan usaha, dan selama ini pihaknya bekerja sama dengan Bulog.
“Dengan pertimbangan bahwa Bulog memiliki gudang, sehingga apa yang kita beli itu kapan saja kita butuhkan ketersediaannya, pendistribusiannya itu bisa lebih aman dan lebih cepat. Jadi untuk pengadaannya, mitra kita adalah Bulog,” tambahnya.
Dalam eksposenya, Arsjad juga menyampaikan bahwa rancangan perda ini sangat penting karena berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan cadangan pangan di Provinsi Sulawesi Selatan.
“Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam undang-undang. Fokusnya adalah pemenuhan kebutuhan cadangan pangan di Provinsi Sulawesi Selatan,” tambahnya.
Diketahui, dasar hukum pengajuan Ranperda ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi Pasal 24, yang mengatur tata cara penyelenggaraan cadangan pangan pemerintah provinsi.
Pengaturan ini bertujuan sebagai pedoman bagi pemerintah provinsi dalam mengatur penyelenggaraan cadangan pangan di wilayahnya, mewujudkan tingkat kecukupan pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat, serta memastikan ketersediaan pangan di suatu wilayah melalui pengaturan cadangan pangan dalam bentuk perda.