KabarMakassar.com — Penerimaan Pajak Sulawesi Selatan (Sulsel) capai Rp8, 52 triliun, tumbuh 5,43%. Peningkatan ini didorong oleh membaiknya kondisi ekonomi, peningkatan pemanfaatan sumber daya, dan kenaikan upah tenaga kerja.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra) mencatat bahwa realisasi penerimaan pajak di Sulawesi Selatan selama periode Januari hingga Agustus 2024 mencapai Rp8,52 triliun. Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 5,43% dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya yang sebesar Rp8,09 triliun.
Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Sulselbartra, Adnan Muis, menyatakan bahwa pertumbuhan ini didukung terutama oleh kenaikan Pajak Penghasilan (PPh). Pada periode tersebut, realisasi penerimaan PPh mencapai Rp4,86 triliun, meningkat tajam sebesar 12,17%.
Kenaikan penerimaan PPh didorong oleh aktivitas ekonomi yang semakin baik serta peningkatan upah dan pemanfaatan tenaga kerja, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan PPh Pasal 21. Realisasi PPh Pasal 21 bahkan mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 30,5%, atau setara dengan Rp2,34 triliun.
“Ekonomi Sulsel semakin membaik, diikuti dengan peningkatan upah tenaga kerja. Faktor-faktor ini mendorong kenaikan setoran PPh 21,” ungkap Adnan, Senin (30/09).
Selain itu, penerimaan dari PPh Pasal 23 juga naik sebesar 6,8%, terutama disebabkan oleh pertumbuhan sektor transportasi laut. Sementara itu, PPh Pasal 22 tumbuh tipis sebesar 1,1% yang dipicu oleh peningkatan kontribusi wajib pajak di industri kakao.
“Beberapa negara produsen kakao mengalami gagal panen, yang mendorong pembeli untuk mencari pasokan dari Indonesia. Hal ini menyebabkan harga kakao meningkat dan berdampak positif pada penerimaan pajak,” tambahnya.
Adnan juga mencatat adanya peningkatan penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L. Realisasi penerimaan PBB pada periode ini mencapai Rp94,7 miliar, tumbuh sangat pesat hingga 595%, dipicu oleh pelunasan tunggakan pajak dari sektor perkebunan.
Namun, penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mengalami penurunan sebesar 3,62%, dengan total realisasi mencapai Rp3,46 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh perlambatan di sektor konstruksi dan pertambangan, serta penurunan harga komoditas seperti nikel.
“Selain itu, jenis pajak lainnya juga mengalami kontraksi sebesar 26,90%, yang terutama disebabkan oleh penurunan setoran bunga penagihan PPh dan PPN,” tutup Adnan.