KabarMakassar.com — Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat mengonfirmasi bahwa stabilitas sektor jasa keuangan di Sulawesi Selatan pada April 2024 tetap terjaga. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kinerja keuangan secara year on year (yoy), peningkatan fungsi intermediasi, dan Non-Performing Loan (NPL) atau risiko kredit macet yang terkendali.
Kepala Kantor OJK Sulawesi Selatan, Darwisman, dalam keterangan resminya menyatakan bahwa total aset perbankan di Sulawesi Selatan pada April 2024 tumbuh sebesar 8,42 persen (yoy), mencapai Rp192,76 triliun.
Jumlah ini terdiri dari aset Bank Umum sebesar Rp189,01 triliun dan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp3,75 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan sebesar 8,93 persen (yoy), dengan nominal mencapai Rp129,53 triliun.
Lebih lanjut, kredit yang disalurkan perbankan di Sulawesi Selatan tumbuh signifikan sebesar 10,08 persen (yoy), mencapai Rp159,49 triliun. Kinerja intermediasi perbankan di Sulawesi Selatan tetap terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 125,56 persen dan tingkat rasio kredit bermasalah (NPL) berada pada level aman, yaitu 3,28 persen untuk Bank Umum dan 3,21 persen untuk BPR.
Darwisman juga menyebut pertumbuhan kredit kepada UMKM di Sulawesi Selatan yang meningkat sebesar 8,88 persen (yoy), mencapai Rp60,73 triliun, dengan porsi sebesar 38,81 persen dari total kredit yang disalurkan Bank Umum di wilayah tersebut.
Pertumbuhan tertinggi terdapat pada kredit usaha mikro, yang meningkat sebesar 17,60 persen (yoy) menjadi Rp33,77 triliun, dengan porsi sebesar 55,60 persen dari total kredit UMKM.
Secara keseluruhan, kredit UMKM telah disalurkan kepada 914.525 debitur dengan tingkat NPL yang terkendali pada level 5,26 persen.
Perusahaan Pembiayaan Mandala Finance mencatat resiko kredit bayar yang pihaknya alami masih terkendali hal ini diantisipasi dengan penggunaan prinsip kehati-hatian yang diterapkan saat mencari calon kreditur.
Marketing and Sales Director Mandala Finance, Sandy Susanto, mengungkapkan bahwa risiko keterlambatan pembayaran sering kali disebabkan oleh pemberian fasilitas kredit yang kurang tepat.
Ia menyebut, salah satu hal yang menjaga kesehatan perusahaanpembiayaan adalah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian kredit.
“Risiko telat bayar sudah diatur secara regulasi, dan pengelompokkannya juga jelas. Jika mengacu pada aturan terbaru, banyak keterlambatan pembayaran terjadi karena kesalahan dalam memberikan fasilitas kredit. Oleh karena itu, penting bagi kami untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam proses kredit,” jelas Sandy.
Sandy menambahkan bahwa ada dua aspek penting yang harus dipenuhi dalam proses kredit, yaitu kemampuan dan kemauan.
“Banyak konsumen yang memiliki kemauan tinggi tetapi kemampuan kurang, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, analisis kredit yang hati-hati diperlukan untuk memastikan kedua aspek ini terpenuhi,” lanjutnya.
Penerapan prinsip kehati-hatian ini tidak hanya menguntungkan perusahaan pembiayaan, tetapi juga konsumen.
“Jika konsumen gagal bayar dan mengalami kredit macet, mereka akan dirugikan karena riwayat tersebut akan tercatat di OJK, yang dapat mempengaruhi kelanjutan kredit konsumtif mereka di masa depan,” ujar Sandy.
Memasuki tahun 2024, tingkat Non-Performing Loan (NPL) di Mandala Finance mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hal ini telah diantisipasi oleh perusahaan dengan mengadakan berbagai acara, termasuk acara perak yang berfokus pada konsumen.
“Kami berusaha menjaga pembiayaan tetap sehat dengan mendukung pertumbuhan konsumen kami,” kata Sandy.
Sandy menyebut hasil dari upaya tersebut menunjukkan bahwa tingkat NPL di Mandala Finance jauh di bawah rata-rata industri, tentunya hal ini menjadi hal yang patutu disyukuri.
“Secara umum, di tahun 2024 tingkat NPL naik dibanding sebelumnya, hal ini sudah menjadi yang diantisipasi dan hasilnya, mandala finance mempunyai tingkat NPL yang jauh dibawah rata-rata industri,” lanjutnya
Ia juga menyebut, pertumbuhan perusahaan pembiayaan yang ditargetkan tumbuh ditas 10-11 persen telah dicapainya. Hingga semester pertama tahun ini, penyaluran pembiayaan Mandala telah mencapai sekitar Rp3,2 triliun, tumbuh sebesar 17% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Wilayah Indonesia Timur memberikan kontribusi signifikan terhadap total penyaluran pembiayaan Mandala, dengan menyumbang sekitar 50% atau Rp1,6 triliun.
“Kami akan menjaga konsistensi ini hingga semester dua nanti,” tutup Sandy.