KabarMakassar.com –- Musim kemarau tahun 2025 di Provinsi Sulawesi Selatan diprediksi berlangsung dalam kondisi normal, dengan puncak musim terjadi pada Agustus hingga September.
Hal ini disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wikayah IV, dalam press release Prediksk Musim Kemarau 2025 Provinsi Sulawesi Selatan yang dilaksanakan secara daring via Zoom, Selasa (25/03).
Forecaster Stasiun Klimatologi Sulsel, Chaterine R. Malino, menjelaskan sebagian besar wilayah akan mulai mengalami kemarau antara Mei hingga Agustus, dengan konsentrasi terbesar di bulan Juni dan Juli, mencapai 58%.
Prediksi ini didasarkan pada kondisi terkini nilai Indeks ENSO (El Niño-Southern Oscillation), yang tercatat sebesar 0,30, menandakan kondisi netral. ENSO diperkirakan tetap dalam kondisi ini hingga September 2025. Selain itu, anomali suhu permukaan laut di sekitar wilayah Indonesia juga diprediksi tetap netral dalam periode yang sama.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pola angin timuran, yang menjadi ciri khas musim kemarau di Indonesia, diprediksi mulai terbentuk pada April 2025 di bagian selatan Indonesia.
Untuk wilayah Sulawesi Selatan, angin timuran diperkirakan mulai masuk pada Mei 2025, yang menandai awal peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Wilayah yang Lebih Cepat Mengalami Musim Kemarau
Tidak semua daerah di Sulsel mengalami awal musim kemarau pada waktu yang sama. Beberapa wilayah diprediksi akan lebih dahulu memasuki musim kemarau, seperti:
Kota Makassar
Kabupaten Takalar
Kabupaten Jeneponto
Sebagian wilayah Kabupaten Gowa, Maros, Pangkep, dan Barru
Sebaliknya, beberapa daerah lain akan mengalami pergeseran awal musim kemarau. Berdasarkan perbandingan dengan pola normalnya, 42% wilayah Sulsel diprediksi mengalami musim kemarau yang sesuai dengan pola biasanya. Namun, terdapat daerah yang mengalami kemarau lebih awal, seperti:
Kota Palopo
Kabupaten Luwu Utara
Kabupaten Luwu Timur
Sebagian besar Kabupaten Toraja Utara
Sementara itu, wilayah yang mengalami kemunduran musim kemarau atau datang lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya meliputi:
Kabupaten Selayar
Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Takalar
Sebagian Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Enrekang, dan Tana Toraja
Sifat Musim Kemarau: Normal, Tapi Ada Daerah yang Lebih Kering atau Lebih Basah
Dari segi karakteristik, musim kemarau tahun ini diprediksi bersifat normal, dengan persentase terbesar mencapai 50%. Artinya, curah hujan di sebagian besar wilayah Sulsel masih sesuai dengan pola musim kemarau pada umumnya.
Namun, beberapa daerah diperkirakan mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya, yaitu:
Sebagian besar Kabupaten Takalar
Kabupaten Gowa
Kabupaten Maros
Kabupaten Sinjai
Di sisi lain, beberapa daerah lain diprediksi mengalami musim kemarau yang lebih basah atau curah hujannya lebih tinggi dibandingkan kondisi normal, antara lain:
Kota Palopo
Kabupaten Luwu
Kabupaten Luwu Utara
Kabupaten Luwu Timur
Kabupaten Toraja Utara
Kabupaten Pinrang
Kabupaten Enrekang
Kabupaten Sidrap
Kabupaten Wajo
Puncak Musim Kemarau di Sulsel: Agustus-September Jadi Periode Terpanas
Puncak musim kemarau di Sulawesi Selatan diprediksi terjadi pada Agustus hingga September, dengan persentase terbesar mencapai 79%. Namun, beberapa daerah akan mengalami puncak kemarau lebih awal, yaitu pada Juli 2025, seperti:
Sebagian besar wilayah Kota Palopo
Kabupaten Toraja Utara
Kabupaten Pinrang
Sebaliknya, ada pula beberapa daerah yang diperkirakan akan mengalami puncak kemarau lebih lambat, yaitu pada Oktober 2025, di antaranya:
Kabupaten Selayar
Sebagian Kabupaten Wajo
Sebagian Kabupaten Sidrap
Kabupaten Luwu
Kabupaten Luwu Timur
Musim kemarau yang berkepanjangan berpotensi menimbulkan berbagai dampak, mulai dari kekeringan hingga meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Oleh karena itu, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi untuk mengantisipasi potensi dampak musim kemarau di berbagai sektor:
1. Sektor Energi dan Ketersediaan Air
Mengelola dan mengoptimalkan penggunaan air di waduk dan sumber daya air lainnya untuk memastikan pasokan tetap mencukupi.
2. Sektor Pertanian
Memilih varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi kering.
Menentukan masa tanam yang tepat agar tanaman tidak mengalami kekurangan air.
Mengoptimalkan penggunaan air irigasi dan sumur untuk memastikan kebutuhan pertanian tetap terpenuhi.
3. Sektor Kebencanaan (Karhutla)
Menggunakan sistem peringatan dini berbasis informasi BMKG untuk mendeteksi dan mencegah kebakaran hutan dan lahan.
4. Sektor Kesehatan dan Lingkungan
Mengurangi aktivitas berat di luar ruangan, terutama antara pukul 10.00 hingga 16.00, saat suhu udara paling tinggi.
Menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang berlebihan.
Memastikan tubuh tetap terhidrasi dengan cukup minum air putih setiap hari.
Melakukan pemantauan kualitas udara untuk menghindari dampak negatif dari polusi dan debu akibat kekeringan.
Musim kemarau 2025 di Sulawesi Selatan diprediksi akan berlangsung dalam kondisi normal, dengan awal musim terjadi antara Mei hingga Agustus, dan puncaknya pada Agustus hingga September. Beberapa daerah akan mengalami musim kemarau lebih awal atau lebih lambat dari biasanya, sehingga masyarakat perlu bersiap menghadapi berbagai kemungkinan dampak, terutama di sektor pertanian, energi, dan kesehatan.
BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta melakukan langkah mitigasi yang tepat guna mengurangi dampak dari musim kemarau yang akan datang.