KabarMakassar.com — KPU Kota Makassar, Sulawesi Selatan mengelola anggaran khusus Pilwali Makassar 2024 yang baru mencapai 40 persen atau sebesar Rp 25,6 miliar.
Dimana sisa anggaran Pilwali 2024 sebesar yang belum cair yakni 60 persen atau Rp38,4 miliar melalui APBD Makassar yang berjumlah Rp64 miliar lebih. Hal ini yang diteken dalam naskah perjanjian hibah daerah atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Demikian diungkapkan Ketua KPU Makassar Andi Muhammad Yasir Arafat kepada awak media pada diskusi Cafe Demokrasi di warkop Dg Sija Toddopuli Makassar, Sabtu (29/6).
“Alhamdulillah sudah ada 40 persen cair dan tidak ada hambatan dalam tahapan Pilwali Makassar,”ucap Yasir Arafat.
“Jadi 40 persen yang sudah diberikan oleh Pemkot Makassar itu tidak menjadi kendala,”tambahnya diskusi cafe Demokrasi yang menghadirkan pihak Bawaslu RI dan Bawaslu Sulsel.
Selain itu, Yasir Arafat menjelaskan, dalam NPHD Pilwalkot Makassar 2024, tidak dijelaskan secara detail anggaran 40 persen yang sudah cair diperuntukkan untuk kegiatan tertentu.
KPU Makassar hanya menggunakan anggaran sesuai tahapan pilkada. Meski belum terdesak sisa anggaran Pilwalkot Makassar, Yasir Arafat menyebut pihaknya bakal mengajukan permohonan agar duit Rp38,4 miliar segera dicairkan Pemkot Makassar.
Hal ini sesuai atensi dari Mendagri Tito Karnavian yang menyebut masih banyak daerah, khususnya di Sulsel, yang belum mencairkan sepenuhnya anggaran kepada KPU, Bawaslu maupun TNI dan Polri.
“Pada prinsipnya belum mendesak, tapi memang arahan dari Kemendagri untuk segera menurunkan 60 persen selanjutnya paling lambat 9 juli. Agar memberi kami kelonggaran dalam menyusun tahapan,” jelas Yasir.
“Hari senin kami masukkan permintaan 60 persen. 60 persennya itu siap menurut Kesbangpol Makassar,” tandas Yasir.
Bawaslu RI Proses Coklit Data Pemilih
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan data pemilih secara terbuka serta bisa diakses dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) pada Pilkada serentak 27 November 2024.
“Setahu saya, akses di sistem informasi data kita belum dapat (tertutup),”ujar Tenaga Ahli Divisi Sumber Daya Manusia Organisasi (SDMO) dan Diklat Bawaslu RI Muhammad Hanif Alusi yang turut hadir diskusi Cafe Demokrasi.
Ia menjelaskan, ada beberapa kasus yang terjadi dan berbeda-beda antara kabupaten kota satu dengan yang lainnya. Namun pada dasarnya data pemilih dalam proses coklit belum dibuka sepenuhnya oleh KPU di daerah, padahal ini penting sebagai bahan pencocokan data oleh Bawaslu.
“Ada beberapa Case (kasus) berbeda antara kabupaten kota A dan B. Ada akses bisa didapatkan di sistem informasinya, dan ada yang KPU-nya masih belum memberikan akses kepada Bawaslu,” tutur Hanif.
Dengan adanya kasus tersebut, pihaknya sering kali menyurati KPU RI maupun jajaran Bawaslu di daerah menyurati KPUD yang tidak mau membuka data pemilih agar diketahui. Sebab, data-data itu penting sebagai bahan pencocokan di tahapan pemutakhiran data untuk diawasi.
“Kita di Bawaslu menyurati ke KPU tidak hanya sistem informasi terkait data pemilih, tapi sistem informasi yang dipakai oleh KPU sendiri. Semua sistem yang ada di KPU kita minta aksesnya, seperti Silon, Sirekap, Sidalih, Siakba, kita surati untuk meminta dibuka,” papar dia.
Hal tersebut berkaca pada pengalaman Pemilhan Umum (Pemilu) Legislatif maupun Presiden pada 14 Februari 2024, dimana data-data pemilih maupun sistem yang dimiliki KPU tidak bisa diakses oleh Bawaslu, sehingga Bawaslu melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP.
“Kemarin itu terkait masalah Silon, kita pernah men-DKPP-kan KPU RI dan tindak lanjut DKPP ada. Hanya saja bukan pelanggaran etik. Menurut DKPP, KPU harus bisa memberikan akses kepada Bawaslu,” katanya lagi.
Tetapi, alasan KPU sering kali berkelik bahwa itu ranah privasi. Artinya, data pribadi tidak bisa sembarangan diakses oleh orang. Bisa jadi KPU, kata dia, membuka hanya kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena aksesnya untuk data pemilih.
“Jadi, kepada Bawaslu dan pengawasnya mungkin hanya berupa informasi pendataan saja. Harapannya pada proses pemilihan ini aksesnya dibuka agar diakses Bawaslu sebagai bentuk pengawasan,” ujarnya menekankan.
Sebelumnya, Kemendagri telah menyerahkan daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) sebanyak 207.110.768 jiwa kepada KPU RI untuk dimutakhirkan ditingkat KPU provinsi dan kabupaten kota oleh Pantarlih agar dijadikan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilkada serentak 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten kota se Indonesia.
Senada dikatakan Ketua Bawaslu Kota Makassar Dede Arwinsyah mengaku belum mendapatkan akses data pemilih untuk Pilkada wali kota dan wakil wali kota Makassar yang saat ini dalam proses coklit.
Diketahui, saat ini proses coklit sudah berlangsung dan berakhir pada 24 Juli 2024. Data DP4 untuk Kota sebanyak 1.045.684 jiwa dan saat ini sudah coklit sebanyak 58.320 ribu jiwa.