kabarbursa.com
kabarbursa.com

Hutan Mangrove 6 Hektar di Maros Miliki SHM? Ini Klarifikasi BPN

Tanaman Mangrove (Dok : Int).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros angkat bicara persoalan lahan hutan mangrove di Kabupten Maros, yang telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) seluas 6 hektar.

Sertifikat hak milik lahan mangrove tersebut terbit pada tahun 2009 silam, diduga milik seorang warga, inisial AM.

Pemprov Sulsel

“Dengan rinci itu, maka sertifikat yang timbul adalah sertifikat hak milik. Nah pada tahun 2009 itu lokasi yang dimaksud itu belum masuk dalam kawasan mangrove. Ini ada dua sertifikat yang terbit pada tahun 2009,” kata Kepala Kantor BPN Maros, Murad Abdullah kepada wartawan, Sabtu (01/02).

Kemudian pada tahun 2012 terbit peraturan daerah Nomor 4 tahun 2012, sehingga kawasan tersebut beralih menjadi kawasan mangrove dengan alasan berada di daerah pesisir.

“Maka proses hak pakai dimana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut, alasannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir adanya pengrusakan mangrove,” ungkapnya.

Sementara ini, Murad mengaku bahwa pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros terkait kasus terbitnya SHM milik AM

“Dalam hal pengrusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan Maros adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan satu penerbitan, satu pengrusakan sehingga kembali lagi kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros. Apakah nanti kita tingkatkan hak atau pada hak pakai kita menunggu dari keputusan penyelidikan Polres Maros,” jelasnya.

Sebelumnya, pihak kepolisian menyelidiki kasus pengrusakan kawasan hutan mangrove di kawasan pesisir, Kabupaten Maros. Kawasan tersebut diduga telah memiliki sertifikat hak milik (SHM).

“Penyidik telah meminta keterangan dari ahli lingkungan hidup. Untuk terlapor berinisial AM,” kata Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu kepada wartawan, Sabtu (25/01).

Aditya menerangkan bahwa kasus tersebut diselidiki setelah adanya laporan dari warga terkait dugaan aktivitas ilegal di kawasan hutan mangrove seluas 6 hektar di Desa Kuricaddi, Maros.

Kata Aditya, terlapor diduga membabat habis pohon mangrove jenis api-api dengan menggunakan alat pemotong mesin.

“Berdasarkan perhitungan kerusakan lingkungan ditemukan kurang lebih 6 hektar yang telah dilakukan pengurus akan sehingga menjadi lahan terbuka,” ungkapnya.

Berdasarkan keterangan terlapor, bahwa kawasan hutan mangrove tersebut dirusak untuk dijadikan sebagai lokasi tambak ikan. Bahkan, terlapor telah memiliki SHM atas lahan tersebut.

“Yang bersangkutan ingin membuat tambak ikan. Setelah kami kumpulkan informasi, lahan tersebut merupakan sertifikat hak milik dari terlapor,” jelasnya.

Aditya menerangkan bahwa saat ini penyidik tengah menyelidiki terkait asal usul penerbitan SHM atas nama terlapor di atas lahan hutan mangrove. Sebab kata dia, hutan Magrove tersebut sudah ada sejak lama.

“Sementara ini kami masih mendalami bagaimana peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove. Diketahui bahwa tanaman mangrove ini sudah ada sejak lama, sebelum SHM ini ada. Jadi tidak mungkin mangrove dikelolah secara garapan yang mana tanaman itu diketahui, tanaman yang dilindungi,” pungkasnya.

harvardsciencereview.com
https://inuki.co.id