kabarbursa.com
kabarbursa.com

Evaluasi Coklit, Bawaslu Sulsel Temukan 16 Pemilih Palsu di Palopo

Evaluasi Coklit, Bawaslu Sulsel Temukan 16 Pemilih Palsu di Palopo
Rapat Koordinasi evaluasi tahap I pencocokan dan penelitian pada Pilkada serentak 2024 Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar (Dok : ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan menyampaikan sejumlah catatan evaluasi tahapan pencocokan dan penelitian (Coklit) untuk Pilkada serentak 2024 di 24 kabupaten/kota.

Dimana sejumlah catatan tersebut disampaikan langsung oleh Anggota Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad saat mengikuti rapat evaluasi tahap I Coklit untuk Pilkada Serentak yang digelar KPU Provinsi Sulsel di Kota Makassar, Jumat (12/7).

Pemprov Sulsel

Salah satu kasus temuan yang menjadi perhatian serius yakni adanya 16 pemilih di Kota Palopo namun diduga palsu atau tidak ditemukan identitas yang bersangkutan. Ironisnya, kata Saiful, 16 warga atau pemilih yang ikut di Coklit oleh pantarlih Palopo ini juga diketahui oleh pemerintah kelurahan setempat.

Saiful Jihad yang juga merupakan Koordinator Divisi Pencegahan dan Parmas, mengawal langsung tahapan pemutakhiran data pemilih (Mutarlih). Ia meminta Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) untuk melakukan pengawasan secara melekat dan cermat selama tahapan Mutarlih atau coklit jelang kontestasi yang dihelat 27 November mendatang.

“Pertama di 2024 kami punya data kita masukkan ke KPU, itu bisa ditindaklanjuti oleh KPU ke Dukcapil, yakni kasus Palopo. Di desa/kelurahan Battang, itu sampai ada 16 pemilih yang di tandatangani lurah, bahwa sudah diteliti dan ditelusuri bahwa tidak ada orangnya. Nah ini, perlu koordinasi dengan KPU dan Dukcapil,” ujar Saiful Jihad.

Komisioner Bawaslu Sulsel dua periode itu mengungkapkan, Bawaslu senantiasa melakukan upaya pencegahan. Hal ini kata Saiful Jihad, berkaca dari pengalaman di Pemilu tahun 2024 yang lalu.

“Karena ini, bisa saja menjadi potensi, seperti yang tadi diceritakan diawal oleh teman-teman, bahwa orangnya tidak ada tapi datang memilih. Nah kejadian-kejadian semacam ini agar bisa kita cegah terjadi,” kata Saiful Jihad.

“Demikian juga yang ada di kota Parepare, jadi ada beberapa kasus PSU kemarin berkaitan dengan data ini yang dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab,” tambahnya.

Meskipun demikian, pihak Bawaslu Sulsel maupun Palopo tidak merincikan nama-nama 16 pemilih yang dicoklit namun ditemukan pihak yang bersangkutan. Saiful juga mengungkapkan, Bawaslu akan terus berkolaborasi dalam mengawal setiap tahapan pada Pemilihan Serentak tahun 2024 mendatang.

“Kami Bawaslu berharap, terkait prosedur dan mekanisme acuan kami adalah PKPU, acuan kami adalah regulasi KPU,” jelasnya.

Sebelumnya, Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad melakukan monitoring pelaksanaan pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih untuk pemilihan serentak 2024 beberapa titik di Kec. Binamu, Turatea, Batang dan Arungkeke Jeneponto, Sabtu (5/7) lalu bersama Bawaslu, Panwascam, PKD, PPK, PPS setempat.

Dimana Bawaslu Sulsel mencatat sejumlah hal pada pelaksanaan coklit, sebagai hasil pengawasan langsung dan melekat di lapangan. Pertama, masih ditemukan kegandaan identitas kependudukan pemilih, baik pemilih yang memiliki 2 NIK, berbeda NIK di KTP dan KK, atau yang memiliki 2 KK (nama dan NIK lama di KK bersama orang tua, serta NIK baru di KK baru setelah berumah tangga.

Selanjutnya, masih ditemukan Pemilih yang terdaftar di lebih dari satu TPS, baik dalam wilayah Jeneponto maupun di luar Jeneponto.

“Terdapat juga pemilih yang telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, masih muncul di Daftar Pemilih yang dicoklit,” kata Saiful saat dikonfirmasi, Minggu (7/7).

Selain itu, distribusi stiker untuk menandai bahwa Keluarga dalam KK yang telah dicoklit masih terdapat kekurangan di beberapa titik. Saiful menjelaskan, pemetaan TPS yang dibuat, yang lebih menekankan pada jumlah pemilih di setiap TPS antara 500-600 orang, justru berpotensi membuat pemilih sulit mengakses TPS karena jarak dari tempat tinggalnya jauh dan sulit diakses.

“Seperti di dusun Batu Cidu Kecamatam Batang, karena jumlah pemilih hanya lebih seratus orang, digabung ke TPS Bonto Rea yang jaraknya sekitar 5 Km, dan melewati satu dusun yang beda kecamatan,” ungkap Saiful Jihad.

Di Kecamatan Rumbia, hasil uji petik yang ditemui Panwascam dan PKD, ada 8 keluarga yang diminta untuk dilakukan Coklit ulang, karena keluarga tersebut tidak tahu petugas yang datang melakukan coklit. Mereka hanya diminta memperlihatkan KK dan KTP, tidak diberi informasi tujuan kehadiran Pantarlih dan tidak ditanyai hal-hal yang berkaitan dengan data di KK mereka sebagai pemilih apakah masih bersyarat atau ada yang sdh tdk bersyarat.

Terkait sejumlah catatan pengawasan tersebut, Saiful Jihad bertemu dengan pihak KPU Jeneponto, bersama Bawaslu, Panwascam dan beberapa PPK serta PPS dan berdiskusi terkait hasil monitoring yang telah dilakukan.

Adapun sejumlah catatan pengawasan yang disampaikan pada pertemuan tersebut, pertama, Coklit adalah ruang menguji keabsahan dan validitas data DP4 dengan fakta di lapangan, sehingga koreksi dan perbaikan data dari hasil coklit menjadi muarahnya. Oleh karena itu, tidak perlu ragu untuk melakukan koreksi dan perbaikan data sebelum ditetapkan menjadi DPT, karena itu memang tujuannya.

“Jika ada pemilih yang penempatan TPS-nya jauh dari tempat tinggal, sementara ada TPS dalam satu desa/kelurahan yang dekat dari rumahnya, tdk masalah kalau ditata ulang, dengan memperhatikan hasil pencocokan dan penelitian dan atau masukan (saran) dari pengawasan Pemilu,” kata Saiful Jihad.

Kedua, melindungi, menjaga, mengawal hak pilih warga adalah komitmen yang mesti terimplementasi di lapangan, bukan sekedar tegline. Penetapan TPS jangan dan tidak hanya berfikir jumlah pemilih 500-600 setiap TPS, namun yang paling penting TPS itu mudah diakses dan tidak menyulitkan pemilih datang, terutama karena faktor jarak.

“Jika satu dusun yang jumlah pemilihnya hanya 100 lebih (tidak cukup 500), tetapi akan beresiko beberapa orang tdk bisa hadir jika TPS ditempatkan di luar dusun/kampung mereka karena jauh,”ujarnya.

“Dengan demikian maka mestinya didorong untuk membuat TPS di dusun mereka sendiri meski pemilihnya tidak sampai 500 orang. Itu salah satu cara kita melindungi hak pilih,” sambungnya.

Ia juga berharap antar sesama penyelengara KPU dan jajaran serta Bawaslu dan jajaran sampai di tingkat adhoc, agar saling berkoordinasi dalam upaya melindungi, menjaga dan mengawal hak pilih warga.

Hal lain yang juga menjadi perhatian kata Saiful Jihad, meski jadwal Coklit dalam PKPU 7/2024 sampai tanggal 25 Juli mendatang, Saiful mengungkapkan, KPU memberi target pelaksanaan Coklit sampai tanggal 9 Juli.

“Saya minta ke KPU bahwa target itu tidak membatasi pelaksanaan coklit jika memang ada yang masih belum dicoklit atau ada yang mesti dicoklit ulang. Pemberian target batas waktu juga, tidak dimaksudkan untuk melakukan coklit asal-asalan sehingga mengabaikan subtansi coklit, datang ke rumah sekedar meminta data kependudukan, lalu selesai,” katanya.

“Coklit juga mestinya menjadi ruang sosialisasi mengajak warga untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pemilihan dengan menjelaskan maksud dan tujuan coklit,” tambah Saiful Jihad.