KabarMakassar.com — Anggota Komisi E DPRD Sulsel, M. Irfan AB, menyoroti masalah keuangan yang dihadapi oleh sejumlah sekolah swasta di Sulawesi Selatan (Sulsel). DPRD juga mendesak Pemprov untuk melakukan pengawasan.
Hal tersebut disampaikan Irfan setelah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas dua isu penting yang berkaitan dengan nasib guru honorer swasta dan perbedaan tambahan penghasilan pegawai (TPP) pustakawan SMA/SMK, di Kantor DPRD Sulsel, Senin (17/02) kemarin.
Irfan menegaskan, perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap sekolah-sekolah swasta yang tengah dilanda masalah keuangan. Pasalnya, keuangan beberapa sekolah swasta di Sulsel sangat memprihatinkan.
Ada sekolah yang bahkan hanya mampu membayar gaji guru sebesar Rp 100.000 hingga 300.000 setiap tiga bulan, sebuah jumlah yang jelas tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengajar.
“Sekolah-sekolah dengan kondisi keuangan yang buruk harus segera mendapatkan perhatian dari Dinas Pendidikan. Kita tidak ingin ada guru yang merasa kesejahteraannya tidak terpenuhi karena masalah keuangan yang tidak bisa diatasi sendiri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/02).
Isu ini bukan hanya berdampak pada para guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan yang diberikan. Irfan kemudian menekankan pentingnya langkah-langkah konkret untuk memastikan kesejahteraan para pendidik dan kualitas pendidikan tetap terjaga.
Di tengah masalah ini, DPRD Sulsel berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak guru honorer swasta, terutama terkait dengan kesempatan mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Meskipun saat ini belum ada regulasi yang memungkinkan guru honorer swasta untuk mengikuti tes PPPK,” katanya.
Irfan mengatakan DPRD Sulsel memastikan akan memperjuangkan aspirasi para guru tersebut agar bisa terdaftar dalam pendataan PPPK.
Irfan menambahkan, meskipun masalah gaji sangat penting, fokus utama dalam RDP yang disampaikan oleh para guru adalah hak untuk mengikuti tes PPPK, yang merupakan langkah penting untuk meningkatkan status dan kesejahteraan guru honorer.
Dengan perjuangan ini, diharapkan akan ada solusi yang dapat mengatasi masalah keuangan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah swasta serta memberi kesempatan bagi para guru untuk mendapatkan pengakuan dan hak yang layak.
Lebih lanjut, Irfan menyebut DPRD Sulsel bertekad untuk memastikan bahwa setiap guru, baik di sekolah negeri maupun swasta, mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan.
Sebelumhya, Komisi E DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas isu yang berkaitan dengan nasib guru honorer swasta dan perbedaan tambahan penghasilan pegawai (TPP) pustakawan di SMA dan SMK dibanding dengan pustakawan di instansi lain.
Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi E, Sofyan Syam, dan dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD, termasuk Mahmud dari Fraksi NasDem, M. Irfan AB dari Fraksi PAN, serta Asman dari Fraksi NasDem.
Dalam rapat, perwakilan Ikatan Guru Honorer Swasta Sulsel mengungkapkan tuntutan mereka untuk dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, menurut M. Irfan AB, regulasi saat ini tidak memungkinkan guru honorer swasta untuk mengikuti tes tersebut.
“Tuntutan mereka adalah agar bisa ikut tes PPPK. Namun, regulasi saat ini tidak memungkinkan. Aspirasi mereka akan kami tampung dan perjuangkan di tingkat pusat agar mereka bisa masuk dalam pendataan dan berkesempatan mengikuti seleksi PPPK,” kata Irfan kepada wartawan, Selasa (18/02).
Irfan juga menyoroti masalah minimnya pembinaan dan pengawasan oleh Dinas Pendidikan terhadap sekolah-sekolah swasta, yang banyak di antaranya menghadapi kesulitan operasional. Di sejumlah sekolah, jumlah siswa yang sedikit tidak sebanding dengan jumlah guru yang ada, yang berdampak pada kesejahteraan tenaga pengajar.
“Misalnya ada sekolah dengan hanya 50 siswa namun memiliki 15 guru. Kondisi ini tentu tidak memungkinkan kesejahteraan guru-gurunya terjamin,” ujarnya.
Beberapa guru honorer swasta bahkan mengungkapkan bahwa mereka hanya menerima gaji antara Rp100 ribu hingga Rp300 ribu setiap tiga bulan, jauh berbeda dengan beberapa sekolah swasta yang lebih mapan.
Selain membahas guru honorer swasta, rapat ini juga menyentuh soal perbedaan TPP bagi pustakawan di SMA/SMK dan pustakawan di instansi lainnya. Saat ini, pustakawan yang bertugas di sekolah-sekolah menerima TPP yang lebih rendah dibandingkan mereka yang bertugas di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Mereka menuntut agar TPP mereka disamakan dengan pustakawan di OPD lainnya yang menerima TPP lebih tinggi. Kami menerima aspirasi ini dan akan mendorong revisi Peraturan Gubernur untuk menyeimbangkan kesejahteraan mereka,” terangnya.
Sebagai tindak lanjut dari RDP ini, kata Irfan DPRD Sulsel berkomitmen untuk memperjuangkan nasib guru honorer swasta dan pustakawan dengan membawa aspirasi mereka ke tingkat yang lebih tinggi.
“Kami akan berupaya agar mereka bisa masuk dalam pendataan sehingga dapat berkesempatan mengikuti seleksi PPPK. Meskipun keputusan akhir ada di pemerintah pusat, kami akan terus memperjuangkan hak-hak mereka,” pungkasnya.