kabarbursa.com
kabarbursa.com

Bukan Beras, Ini 2 Sektor Penyumbang Terbesar Inflasi Tahunan Sulsel

Bukan Beras, Ini Dua Sektor Penyumbang Terbesar Inflasi Tahunan Sulsel
Ilustrasi (Dok : kabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat inflasi tahunan sebesar 1,67% pada September 2024. Peningkatan ini sebagian besar dipicu oleh kenaikan harga rokok dan emas perhiasan, yang menjadi kontributor utama inflasi di wilayah tersebut. Hal ini menggantikan beras sebagai penyumbang terbesar selama beberapa bulan berturut.

Menurut Kepala BPS Sulsel, Aryanto, harga emas perhiasan melonjak hingga 31,78% (yoy), yang membuatnya menjadi penyebab utama inflasi di Sulsel dengan kontribusi 0,35%.

Pemprov Sulsel

“Kenaikan harga emas ini memberikan andil terbesar terhadap inflasi,” jelas Aryanto pada Selasa (01/10).

Selain emas, rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) juga berperan signifikan dalam meningkatkan inflasi. Peningkatan harga rokok ini didorong oleh kenaikan tarif cukai yang diterapkan pada tahun 2024, dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,19%. Komoditas ini konsisten menjadi faktor pendorong inflasi di Sulsel selama beberapa bulan terakhir.

Komoditas lain seperti beras dan cabai rawit juga turut menyumbang inflasi, meskipun kontribusinya lebih rendah. Harga beras meningkat 3,31% (yoy), memberikan andil 0,14% terhadap inflasi. Sementara itu, cabai rawit mengalami kenaikan harga hingga 59,67% (yoy) namun kontribusinya hanya 0,1%.

Aryanto menyatakan bahwa kendali harga pangan di Sulsel pada September 2024 cukup baik meski beberapa daerah mengalami kekeringan. Ini membuat harga beras dan cabai rawit tidak menjadi pendorong utama inflasi seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Secara bulanan, Sulsel justru mencatat deflasi sebesar 0,09% pada September 2024. Penurunan harga komoditas seperti cabai rawit, cabai merah, tomat, beras, dan bensin menjadi faktor yang menyebabkan deflasi ini.

“Meski beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan, inflasi tahunan lebih dipengaruhi oleh lonjakan harga emas dan rokok,” tutup Aryanto.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan (Sulsel), Rizki Ernadi Winanda, menyebut inflasi Sulsel tercatat sebesar 0,15% month-to-month (mtm) atau 2,61% year-on-year (yoy).

Secara kumulatif sejak awal tahun (year-to-date/ytd), inflasi mencapai 1,20%, sedikit melampaui target yang ditetapkan sebesar 1,16% ytd.

“Beras menjadi kontributor signifikan inflasi dalam tiga bulan pertama tahun ini, dengan andil sebesar 0,6% yoy pada April 2024,” katanya (21/05).

Beberapa komoditas lain pendorong utama inflasi bulan April adalah tomat, emas perhiasan, bawang merah, udang, dan cumi-cumi.

Secara regional, lajut Rizki, inflasi tertinggi pada April terjadi di Palopo, yang mencatat angka 0,74% mtm. Sebaliknya, Makassar mencatat inflasi terendah dengan hanya 0,05% mtm.

Rizki menegaskan bahwa target inflasi untuk tahun 2024 adalah 2,5% ± 1% yoy.

“Kami terus melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi guna mencapai sasaran tersebut,” ujar Rizki.

Lebih lanjut, Rizki membagikan beberapa tantangan dalam menghadapi inflasi, diantaranya adanya potensi penurunan produksi beras di tahun 2024 terkait kondisi cuaca ekstrim.

Di sisi lain, penyerapan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) baru terlaksana di 9 Kab/Kota, Penurunan produktivitas Ikan Bandeng sebagai salah satu penyumbang inflasi Sulsel yang dapat mendorong peningkatan inflasi.

Potensi peningkatan harga komoditas sejalan dengan tingginya outflow komoditas asal Sulsel ke daerah lain, serta imported inflation yang berasal dari kenaikan harga komoditas seperti minyak sawit dan minyak WTI, dapat berdampak pada peningkatan harga komoditas turunan seperti minyak goreng, sabun, hingga material konstruksi.