KabarMakassar.com – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, Ferdi Mochtar, menyebut penggunaan sistem tumpang kuburan sebagai alternatif sementara.
Sistem ini memungkinkan menumpuk jenazah dalam satu liang lahat dengan syarat jenazah sebelumnya telah dikubur setidaknya selama tiga tahun dan masih memiliki hubungan keluarga.
“Menumpuk jenazah di dalam satu liang lahat. Persyaratannya masih punya hubungan keluarga, jika sudah tiga tahun dari pemakaman sebelumnya dan disetujui oleh jenazah yang ditumpangi. Rata-rata tiga tahun, kalau satu tahun kan jenazah masih basah,” katanya.
Ia menyebut hal ini sebagai alternatif jika pada tahun 2025 mendatang kebutuhan lahan pekuburan tak dapat diatasi.
Sebab, kata Ferdi, pihaknya telah berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menyusun dokumen perencanaan lahan pekuburan.
“Dokumen perencanaan lahan pekuburan kita siapkan tahun ini, namun karena prosesnya tidak bisa dilaksanakan dalam jangka waktu 3-4 bulan, maka diusulkan untuk pengadaan di tahun 2025,” ujarnya.
Ferdy menyebut kebutuhan Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Makassar mencapai sekitar 10 hektare. Namun, dengan keterbatasan lahan, pihaknya mencari lokasi alternatif di daerah tetangga seperti Maros dan Gowa.
“Kami maksimalkan sebanyak mungkin. Karena di Makassar tidak lagi tersedia lahan, mungkin kita akan mencari daerah-daerah tetangga yang aksesnya bagus sehingga memudahkan masyarakat kota Makassar ke sana,” katanya.
Ia juga mengungkapkan proses penjajakan lokasi baru perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kenaikan harga tanah yang tiba-tiba.
Untuk sementara, area pemakaman terbesar berada di Sudiang dengan kapasitas sekitar 1600 lubang kubur setiap tahun.
“Di Sudiang sendiri kapasitasnya tersedia 700-an. Masih ada beberapa space yang bisa kita manfaatkan dalam kondisi sangat darurat. Misalnya, di Beruangin masih ada potensi bisa digunakan 500-an, di Panaikang juga masih ada beberapa space,” tutup Ferdi.