kabarbursa.com
kabarbursa.com

Akademisi Desak Transparansi dan KPK Turun Tangan Atasi Utang Pemprov Sulsel

Akademisi Desak Transparansi dan KPK Turun Tangan Atasi Utang Pemprov Sulsel
Ilustrasi Kantor Gubernur Sulsel (Dok: KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih memiliki tanggung jawab untuk membayar utang yang belum diselesaikan. Salah satunya adalah terkait dana bagi hasil atau DBH.

Pihak Pemprov Sulsel mengakui penyaluran DBH kabupaten kota tidak maksimal pada tahun 2024, namun akan berupaya untuk memaksimalkan belanja DBH di 2025.

Pemprov Sulsel

Salah satu daerah di Sulsel yang belum menerima DBH secara utuh adalah Kota Makassar.

Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar pun mengambil langkah untuk melakukan evaluasi dan memangkas 11 ribu Laskar Pelangi menjadi 4 ribu, ini merupakan dampak dari kemampuan keuangan Pemkot yang tertekan akibat DBH dari Pemprov yang belum disalurkan.

Akademisi Universitas Hasanuddin, Hasrullah, angkat bicara terkait permasalahan utang Pemprov Sulsel yang tak kunjung dibayarkan.

Ia menuntut adanya transparansi untuk mengetahui bagaimana alur pengelolaan uang tersebut.

“Kita butuh informasi yang jelas, mengapa sampai seperti ini (utang Pemprov), kan ini uangnya bukan hanya milik pemerintah. Penggunaannya haruslah transparan kalau ada pengelolaan uang seperti itu,” tukasnya pada KabarMakassar.com pada Jumat (03/01).

Hasrullah menilai, dengan adanya transparansi pengelolaan uang maka akan menghilangkan rasa curiga dari berbagai pihak. Karena pengelolaan uang tersebut dapat dilihat dari alur yang jelas serta terbuka.

Ia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat turun tangan untuk mengatasi utang berkepanjangan yang ia harapkan bisa membuat pemerintahan menjadi sehat.

Lebih jauh Hasrullah mengungkapkan, media memiliki peran vital dalam mengawal permasalahan ini.

“Peran media harus terus memberitakan, menginvestigasi apa penyebabnya dan diminta ke pihak terkait. Baik itu gubernur, atau penjabat gubernur yang sementara berjabat. Apa alasan utamanya dan apa solusi terbaiknya,” ucap Hasrullah.

“Inikan utang berkepanjangan. Jadi saya menganggap perlu kejelasan yang tegas dan keterbukaan dimana letak akar masalahnya,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Salehuddin mengungkapkan, pada Jumat 27 Desember 2024 lalu, utang Pemprov Sulsel tersisa 49 miliar.

Ia menyampaikan, terkait DBH akan dianggarkan hingga 16 bulan.

“Tahun depan (2025) kita anggarkan sampai 16 bulan. 9 bulan utang tahun ini, tahun depan harusnya kalau normal 18 bulan baru selesai, tapi kita cuma anggarkan 16 bulan. Sisanya dianggarkan lagi 2026 baru selesai semuanya” ujar Salehuddin.

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh, usai konferensi pers capaian 2024 Pemprov Sulsel baru-baru ini, turut memastikan pencairan akan dilakukan pada tahun 2025.

Ia menyebut jika hal tersebut telah menjadi kewajiban bagi Pemprov Sulsel. Dimana tahapan pencairan di tahun 2024 sesuai di APBD induk, sehingga di 2025 semua kewajiban dana transfer akan diselesaikan.

“Itulah maksimal yang bisa saya lakukan sebagai Pj Gubernur, karena waktu saya juga mepet terbatas, saya masuk sudah di 17 bulan Mei. Kalau saya dari awal saya pasti bisa selesaikan,” tutur Prof Zudan.

Sebelumnya diberitakan, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulawesi Selatan (Sulsel) menargetkan utang Pemprov Sulsel dapat lunas sebelum tahun 2025 seiring kondisi keuangan yang membaik di akhir tahun 2024.

Diketahui, Pemprov Sulsel memiliki utang sampai ratusan miliar kepada pihak ketiga. Namun saat ini, BKAD Sulsel mencatat sisa tunggakan yang wajib dibayarkan ialah sebesar Rp60 miliar.

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh mengaku berupaya agar dapat melunasi utang sebelum memasuki tahun baru 2025 dengan menyusun skala prioritas. Dimana belanja yang tidak penting, maka bisa ditunda terlebih dahulu.

Dia juga tidak mau apabila APBD pada tahun 2025 nanti dibebani dengan utang Pemprov Sulsel yang masih tersisa.

“Kita dalam menyelesaikan upaya APBD sehat, kita melakukan penataan serta menyusun skala prioritas. Mana mendesak harus dibayar dan meningkatkan pendapatan,” tukasnya beberapa waktu lalu.

Pemprov Sulsel, kata Prof Zudan, secara perlahan menyelesaikan kewajiban pembayaran. Dari Rp60 miliar ada Rp13 miliar yang merupakan sisa alokasi di parsial satu.

Selebihnya merupakan utang yang dianggarkan pada parsial 2. Sisa utang di parsial satu itu merupakan proyek yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum lalu.

Kepala BKAD Sulsel Salehuddin menyebut, ada dokumen yang belum diselesaikan oleh penyedia jasa sehingga anggaran Rp13 miliar itu belum dibayarkan ke pihak ketiga.

“Itu parsial satu, terkait pekerjaan yang di PU. Sampai saat jni ada dokumen belum dilengkapi jadi belum dibayarkan sama dinas SDACKTR,” ujarnya berdasarkan keterangan yang diterima pada Senin (09/12).

Sementara itu, parsial 2 juga masih terkendala di dokumen pelaporan. Salehuddin mengaku umumnya utang tersebut belum dibayar sebab kewajiban penyedia juga belum lengkap.

“Intinya dokumen. Rata-rata kalau saya tanya, belum ada dokumen dilengkapi. Ada juga jaminan pelaksanaan mati. Itu juga,” tukasnya.

Dia sudah mengingatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk segera mendesak penyedia jasa melengkapi dokumen. Apalagi waktu tahun anggaran 2024 kian mepet, tersisa kurang satu bulan lagi. Salehuddin tak ingin kejadian diakhir 2022 lalu terulang kembali.

“Saya sudah ingatkan. Ada kejadian tahun lalu. Utang 2022 baru masuk di 31 Desember belum sempat dibayarkan. Saya sudah ingatkan OPD jangan sampai kejadian tahun lalu masuk di 31 Desember. Tiap apel pagi diingatkan oleh pak Pj Gubernur, utang ada sekian,” tuturnya.