KabarMakassar.com — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulwesi Selatan (Sulsel) menyoroti masalah banjir di Kabupaten Maros yang tak kunjung terselesaikan.
Pasalnya, banjir di Maros masih menjadi problem klasik selama hampir 15 tahun. Setiap tahunnya masyarakat terus menghadapi dampak banjir tanpa adanya solusi konkret dari pihak terkait, yakni pemerintah daerah (Pemda), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan – Jeneberang, maupun pemerintah pusat.
Oleh karena itu, anggota DPRD Sulsel dari Dapil IV Maros, Andi Patarai Amir angkat bicara terkait permasalahan banjir Maros dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi D DPRD Sulsel, Pada Senin (17/02) kemarin.
Dalam rapat ini, Komisi D DPRD Sulsel juga menghadirkan perwakilan dari BBWS Pompengan-Jeneberang, Pemerintah Kabupaten Maros, dan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Andi Patarai Amir secara tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak terkait yang dinilai lamban dalam menangani persoalan banjir. Mantan Ketua DPRD Kabupaten Maros ini mengungkapkan bahwa selama 15 tahun dirinya terus menyuarakan masalah ini, namun tidak ada langkah konkret yang diambil.
“Ini sebenarnya persoalan klasik. Saya sudah 15 tahun menyuarakan ini sejak di DPRD Maros, tapi solusi tidak pernah ada. Setiap tahun masyarakat harus menghadapi banjir tanpa kepastian penanganan,” kata Andi Patarai dalam keterangan tertulis, Kamis (20/02).
Menurutnya, semua aspirasi yang pernah ia sampaikan saat masih di DPRD Maros seolah hanya dianggap angin lalu oleh para pemangku kebijakan. Akibatnya, banjir kembali terjadi awal tahun ini, bahkan dengan dampak yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Andi Patarai Amir menilai, banjir yang terjadi awal 2025 merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Tak hanya merendam rumah warga, banjir juga menyerang kantor pemerintahan, rumah ibadah, dan menyebabkan korban jiwa.
“Banjir ini bukan kejadian baru. Pernah terjadi pada 2013, kemudian 2019, dan kini 2025. Tapi yang terjadi tahun ini adalah yang terparah. Kami sudah lelah, masyarakat butuh solusi nyata, bukan sekadar janji,” ujarnya.
Andi Patarai juga menegaskan bahwa masyarakat Maros tidak membutuhkan janji anggaran besar tanpa kejelasan solusi. Ia juga menyoroti ketidakhadiran Kepala BBWS Pompengan-Jeneberang dalam rapat, yang dinilai sebagai bentuk ketidakseriusan dalam menangani masalah banjir.
“Masyarakat kami tidak butuh janji miliaran rupiah tanpa solusi. Kami juga tidak butuh bantuan mie instan saat banjir, kami butuh solusi jangka panjang!” tegasnya.
Menurutnya, banjir di Maros bukan hanya berdampak pada masyarakat setempat, tetapi juga mengganggu jalur penghubung ke Kota Makassar, Bone, dan Pangkep.
Sementara itu, perwakilan BBWS Pompengan-Jeneberang, Rahayu mengakui bahwa banjir yang terjadi di Maros pekan lalu disebabkan oleh curah hujan ekstrem. Menurutnya, data BMKG menunjukkan curah hujan mencapai 243 mm, yang dikategorikan sebagai kondisi kritis 100 tahunan.
Ia juga menyebutkan bahwa BBWS telah menyusun rencana penanggulangan dengan membangun bendungan di Bontu Sunggu sebagai solusi jangka panjang.
“Kami sudah melakukan studi terkait solusi penanggulangan, termasuk rencana pembangunan bendungan di Bontu Sunggu,” ungkapnya singkat.
Namun, jawaban ini tampaknya belum cukup memuaskan pihak DPRD dan masyarakat Maros yang sudah terlalu lama menunggu solusi nyata.
Hingga kini, penanganan banjir di Maros masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah, BBWS Pompengan-Jeneberang, dan pemerintah pusat. Warga berharap ada langkah konkret dan cepat agar bencana ini tidak terus berulang setiap tahun.
Sebelumnya diberitakan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros, mencatat sekitar 4000 kepala keluarga (KK) terdampak banjir yang tersebar di 14 Kecamatan di Kabupaten Maros.
“Data sementara terdampak, lebih 4000 keluarga terdampak. Saat ini ada 14 Kecamatan,” kata Kepala BPBD Maros, Towadeng kepada awak media, Rabu (12/02).
Towadeng juga menyebutkan, bahwa ada dua wilayah pesisir yang merupakan Kecamatan terparah akibat dampak banjir, hingga air pada ketinggian 2 meter.
“Di Maros ketinggian air ada yang sampai dua meter, di Kecamatan Maros Baru dan Lau. Saat ini yang terdampak paran daerah pesisir,” ungkapnya.
Meski demikian, kata Towadeng kondisi saat ini di Maros sudah cukup terkendali dan lalu lintas juga mukai lancar.
Sementara, para pengungsi saat ini tersebar di rumah ibadah dan tempat lainnya. Tapi pihak BPBD juga telah siapkan tenda pengungsian.
“Mitigasi Kebencanaan berjalan baik. Sekarang yang dibutuhkan makanan siap saji, air mineral, perlengkapan bayi, perempuan. Obat dan lainnya, termasuk air beraih,” pungkasnya.