kabarbursa.com
kabarbursa.com

Mulai 2025, Listrik Golongan Tertentu Dikenakan PPN 12 Persen

Mulai 2025, Listrik Golongan Tertentu Dikenakan PPN 12 Persen
Pembangunan jaringan listrik oleh PLN (Dok : ist).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Mulai 1 Januari 2025, pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.

Namun, kenaikan PPN ini tidak berlaku secara merata untuk semua sektor. Salah satu komponen yang terdampak adalah tarif listrik, meskipun penerapannya hanya menyasar golongan tertentu.

Pemprov Sulsel

PPN untuk Pelanggan Listrik Rumah Tangga Tertentu

Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa PPN 12% hanya akan dikenakan kepada pelanggan dengan daya listrik di atas 6.600 volt-ampere (VA). Golongan ini mencakup sekitar 400 ribu pelanggan yang digolongkan sebagai rumah tangga dengan kemampuan ekonomi tertinggi.

“PPN untuk tarif listrik dikenakan hanya kepada pelanggan rumah tangga kami atau pelanggan terkaya dari desil yang ada dalam struktur pelanggan kami,” jelas Darmawan dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

Sebaliknya, pelanggan dengan daya terpasang di bawah 6.600 VA tidak akan dikenakan tarif PPN 12%. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi mayoritas masyarakat dari beban tambahan akibat kenaikan PPN.

Diskon Listrik 50% untuk 81 Juta Pelanggan

Tidak hanya membebaskan sebagian besar pelanggan dari PPN 12%, pemerintah juga memberikan insentif berupa diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya 450-2.200 VA. Diskon ini menyasar mayoritas pengguna listrik di Indonesia, yakni 81,4 juta pelanggan, yang terbagi dalam beberapa kategori daya.

“Diskon listrik 50% diberikan untuk 24,6 juta pelanggan dengan daya 450 VA, 38 juta pelanggan 900 VA, 14,1 juta pelanggan 1.300 VA, dan 4,6 juta pelanggan 2.200 VA,” ungkap Darmawan.

Dengan langkah ini, sekitar 97% pelanggan rumah tangga PT PLN akan menikmati pengurangan biaya listrik selama dua bulan pertama tahun 2025, yaitu pada Januari dan Februari.

“Artinya, dari total pelanggan rumah tangga kami yang berjumlah 84 juta, diskon ini menyasar hampir seluruhnya,” tambahnya.

Kenaikan PPN menjadi 12% di satu sisi bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara, tetapi di sisi lain pemerintah tetap berupaya menjaga daya beli masyarakat.

Kebijakan yang selektif, seperti pembebasan PPN untuk golongan tertentu dan pemberian diskon, dirancang untuk mengurangi dampak ekonomi bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.

Darmawan juga menyebut bahwa kebijakan ini sejalan dengan strategi PLN untuk memastikan akses energi yang terjangkau bagi mayoritas pelanggan.

“Kami ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak membebani masyarakat kecil dan tetap memberikan ruang bagi mereka untuk menikmati listrik dengan harga terjangkau,” tuturnya.

Pemberlakuan kenaikan PPN ini juga diharapkan dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan penerimaan negara yang akan digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan.

Meskipun begitu, pemerintah berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan dampak terhadap masyarakat.

Dengan pendekatan yang terukur dan perlindungan untuk kelompok rentan, kebijakan ini diharapkan dapat berjalan dengan baik tanpa menimbulkan tekanan berlebih pada daya beli masyarakat.

Selain gratis 50%, Pemerintah menyiapkan beberapa insentif guna mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12% di 2025 mendatang.

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan berbagai kebijakan insentif ekonomi untuk tahun 2025 dengan total anggaran mencapai Rp1.549,5 triliun.

Paket ini mencakup sejumlah program strategis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendukung sektor usaha, dan menjaga stabilitas ekonomi.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti menjelaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada April 2022 terbukti tidak berdampak signifikan pada inflasi dan daya beli masyarakat.

Pada 2022, inflasi tercatat sebesar 5,51%, yang terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga global, gangguan suplai pangan, dan penyesuaian harga BBM. Namun, tingkat inflasi stabil di kisaran 2,08% sepanjang 2023-2024.

Untuk menjaga daya beli, pemerintah telah merancang berbagai insentif yang menyasar rumah tangga, pekerja, UMKM, dan sektor industri pada tahun 2025.

Dukungan untuk Rumah Tangga dan Individu

  • Bantuan Pangan: Sebanyak 16 juta keluarga penerima manfaat akan menerima 10 kg beras per bulan selama Januari dan Februari 2025.
  • Diskon Pajak: PPN Ditanggung Pemerintah (DTP): Diskon 1% untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak Kita selama 1 tahun.
  • Pembelian Rumah: Diskon 100% PPN untuk rumah seharga hingga Rp2 miliar pada Januari-Juni 2025, dan diskon 50% pada Juli-Desember 2025.
  • Diskon Listrik: Pelanggan dengan daya 2200VA atau lebih rendah mendapat diskon 50% untuk dua bulan pertama di tahun 2025.
    Dukungan untuk Pekerja dan UMKM
  • Pekerja: Insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Selain itu, ada subsidi 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja selama enam bulan.
  • UMKM: Perpanjangan tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM hingga 2025. Pembebasan PPh untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

Stimulus untuk Sektor Industri dan Perumahan

  • Sektor Industri: Subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin tekstil, serta insentif PPnBM untuk kendaraan listrik dan hybrid.
  • Perumahan: Diskon PPN untuk pembelian rumah dengan skema diskon maksimal hingga Rp2 miliar pertama dari harga jual.

Anggaran APBN 2025 untuk Kesejahteraan

Paket insentif ini akan melengkapi anggaran besar yang telah dialokasikan dalam APBN 2025, yaitu:

  • Pendidikan: Rp722,6 triliun untuk program seperti PIP, BOS, dan beasiswa LPDP.
  • Perlindungan Sosial: Rp504,7 triliun untuk PKH, Kartu Sembako, dan lainnya.
  • Kesehatan: Rp197,8 triliun untuk program seperti percepatan penurunan stunting dan JKN.
  • Ketahanan Pangan: Rp124,4 triliun untuk penguatan cadangan pangan dan akses pembiayaan petani.

Pemerintah juga merencanakan pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan premium.

Namun, kriteria dan batasan akan dirumuskan dengan cermat agar hanya dikenakan pada kelompok masyarakat sangat mampu. Sampai regulasi diterbitkan, barang dan jasa tersebut tetap bebas PPN.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, memastikan masyarakat yang rentan tetap terlindungi, serta memberikan stimulus pada sektor-sektor strategis.