KabarMakassar.com — Jakarta berada di ambang perubahan besar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 112 Tahun 2024, status Jakarta akan berubah dari “Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta” menjadi “Daerah Khusus Jakarta” (DKJ).
Perubahan ini juga mencakup perubahan nomenklatur jabatan kepala daerah, dari Gubernur DKI Jakarta menjadi Gubernur DKJ. Meski begitu, hingga kini Jakarta masih menjalankan perannya sebagai ibu kota negara, menunggu surat keputusan resmi Presiden yang akan menetapkan pemindahan pusat pemerintahan ke Nusantara (IKN).
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Timur, Murtiadi Awaluddin, mengingatkan bahwa langkah memindahkan ibu kota memerlukan kesiapan matang, terutama terkait infrastruktur di lokasi baru.
Menurutnya, Nusantara saat ini belum memiliki infrastruktur dasar yang memadai untuk mendukung aktivitas sebagai pusat pemerintahan.
“Untuk kebutuhan pokok seperti sumber air bersih saja belum memadai di sana. Jika buru-buru memindahkan ibu kota, tentu akan menimbulkan banyak kendala,” ujar Murtiadi.
Selain itu, pemindahan ibu kota juga akan berdampak pada mobilisasi besar-besaran, terutama bagi aparatur sipil negara (ASN) beserta keluarganya.
Murtiadi menilai, keberadaan fasilitas pendukung seperti sekolah dan infrastruktur lain menjadi hal yang sangat penting untuk dipersiapkan.
Menurutnya jikalau pegawai negeri pindah ke sana, otomatis mereka akan membawa keluarga. Pertanyaannya, apakah infrastruktur di sana sudah cukup lengkap.
“Seperti sekolah dan fasilitas pendukung aktivitas lainnya? Jika tidak, keputusan yang terburu-buru untuk pindah hanya akan menimbulkan kendala baru,” jelasnya.
Dari sisi ekonomi, Murtiadi juga melihat adanya tantangan besar yang harus dihadapi Nusantara sebagai ibu kota baru.
Ia menjelaskan bahwa Jakarta telah puluhan tahun menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi, sehingga perputaran ekonominya sudah stabil dan infrastrukturnya sudah matang.
Kondisi ini tentu berbeda dengan Nusantara yang masih memulai dari nol. Di IKN nantinya akan terjadi penyesuaian dulu secara perlahan.
“Jika ada kendala, itu harus dibenahi sambil berjalan. Saat ini kita belum bisa membayangkan bagaimana aktivitas di sana nanti, tetapi tentu akan memerlukan tahapan perbaikan agar kondisinya bisa lebih kondusif,” ujarnya.
Meski demikian, Murtiadi yakin bahwa jika proses pembangunan di Nusantara berjalan sesuai rencana, ibu kota baru ini dapat berfungsi dengan baik sebagai pusat pemerintahan.
“Mungkin nantinya akan terjadi mobilisasi besar-besaran untuk pindah ke IKN. Kita lihat saja bagaimana prosesnya setelah semua infrastruktur dan fasilitas di sana sudah memadai,” tambahnya.
Sementara itu, Murtiadi menilai bahwa Jakarta tetap memiliki prospek cerah meski tak lagi menjadi pusat pemerintahan.
Dengan infrastruktur yang sudah lengkap dan matang, Jakarta masih akan menjadi pusat kegiatan ekonomi yang penting.
Bahkan, ia memprediksi Jakarta bisa mengembangkan potensi baru sebagai kota wisata.
“Dengan peralihan pusat pemerintahan, bisa jadi Jakarta tidak lagi semrawut seperti sekarang. Hal ini akan membuat Jakarta lebih memadai untuk menjadi pusat wisata baru,” katanya.
Perubahan ini, menurut Murtiadi, akan membawa dampak besar baik bagi Jakarta maupun Nusantara.
Jakarta, lanjut Murtiadi, sudah terbiasa dengan perputaran ekonomi yang seimbang. Semua kekurangan infrastruktur yang ada sebelumnya juga sudah terbenahi dengan baik.
“Berbeda dengan IKN, yang masih harus mencari keseimbangan baru. Tapi, selama tahapannya berjalan dengan baik, Nusantara juga punya peluang besar untuk berkembang,” pungkasnya.
Dengan segala perubahan ini, Jakarta dan Nusantara diharapkan dapat saling melengkapi. Jakarta yang telah matang akan terus menjadi pusat ekonomi dan budaya, sementara Nusantara akan membangun diri sebagai pusat pemerintahan baru. Proses ini, meskipun tidak mudah, diyakini dapat menjadi langkah maju bagi Indonesia di masa depan.