KabarMakassar.com — Dalam memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) dengan tema yang menyuarakan upaya “Amplifying the Leadership of Persons with Disabilities for an Inclusive and Sustainable Future”. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti pentingnya penguatan perempuan dengan disabilitas sebagai bagian integral dari pembangunan yang inklusif di Indonesia.
Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa perempuan dengan disabilitas masih menghadapi diskriminasi sistemik dan risiko kekerasan berbasis gender dan disabilitas yang tinggi. Situasi ini menjadi penghambat signifikan bagi mereka untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan keluarga dan pembangunan nasional.
Komisioner Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, menyampaikan bahwa berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2024, terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas, dengan 38 di antaranya dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.
“Stigma masyarakat, keterbatasan akses layanan dasar, dan minimnya fasilitas pemulihan korban yang inklusif memperparah kerentanan perempuan dengan disabilitas,” ujar Bahrul dalam keterangan tertulis, Selasa (03/12).
Barhrul juga menekankan bahwa tindakan pencegahan harus menjadi prioritas untuk memutus siklus kekerasan tersebut.
Sementara itu, Komisioner Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat, Veryanto Sitohang, menggarisbawahi pentingnya memberikan ruang yang lebih luas bagi perempuan dengan disabilitas untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
“Saat ini, masih banyak forum publik yang tidak menyediakan aksesibilitas, seperti Juru Bahasa Isyarat (JBI) bagi perempuan tuli. Hal ini membatasi mereka untuk menyuarakan aspirasinya,” ujar Veryanto.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan perempuan dengan disabilitas dibandingkan kelompok lain semakin mempersempit peluang mereka untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Anggapan bahwa perempuan disabilitas tidak bisa mengurus dirinya sendiri juga menjadi hambatan bagi perempuan disabilitas untuk mengakses beasiswa termasuk ke luar negeri dan program-program peningkatan kapasitas perempuan disabilitas lainnya.
Dari aspek digitalisasi dan kesehatan, Komisioner Ketua Advokasi Internasional Komnas Perempuan, Rainy M Hutabarat, menyoroti bahwa kesenjangan digital berbasis gender dan disabilitas dapat mengurangi hambatan akses pada informasi, pengetahuan, dan keterampilan. Kesenjangan ini di antaranya ketersediaan aplikasi pendukung, selain bahasa isyarat, seperti voice to text dan memperbesar huruf bagi penyandang rabun.
Menghapus kesenjangan digital termasuk literasi digital digital dan memperluas daya jangkau akses ke internet merupakan hal penting bagi kepeimpinan perempuan termasuk perempuan dengan disabilitas.
Selain itu, layanan kesehatan, khususnya layanan kesehatan seksual reproduksi, belum sepenuhnya ramah terhadap perempuan dengan disabilitas. Keterbatasan ini terutama dialami perempuan dengan disabilitas intelektual dan psikososial, yang kerap menghadapi diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan.
“Layanan kesehatan yang inklusif dan penguatan literasi digital merupakan kunci pencegahan kekerasan berbasis gender dan memastikan kepemimpinan perempuan dengan disabilitas,” tegas Rainy.
Melalui momentum HDI (Hari Disabilitas Internasional) 2024, Komnas Perempuan merekomendasikan sejumlah langkah konkret untuk memastikan perempuan dengan disabilitas memiliki kesempatan yang setara dalam pembangunan dan terlindungi dari kekerasan.
Pertama, Kementerian/Lembaga dan sektor swasta diharapkan memberikan akses lebih luas ke forum-forum publik dan proses pengambilan keputusan dengan memastikan partisipasi bermakna serta mendukung keterwakilan perempuan dengan disabilitas sebagai pemimpin. Upaya ini perlu dilengkapi dengan penyediaan fasilitas aksesibilitas, seperti JBI (Juru Bahasa Isyarat) dan teknologi pendukung lainnya.
Kedua, Kementerian Pendidikan pada tingkat dasar, menengah, atas, dan perguruan tinggi, serta lembaga pendidikan non-formal, didorong untuk mewujudkan pendidikan inklusif yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas kepemimpinan perempuan dengan disabilitas di berbagai sektor pembangunan.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan diminta meningkatkan akses layanan kesehatan yang inklusif, khususnya dalam layanan kesehatan reproduksi, dengan memberikan pelatihan khusus kepada tenaga medis agar memahami kebutuhan perempuan dengan disabilitas.
Selain itu, Kemen PPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) , KND (Komisi Nasional Disabilitas), KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), serta lembaga-lembaga masyarakat sipil diharapkan memperkuat program pencegahan kekerasan berbasis gender yang inklusif. Langkah ini meliputi kampanye kesadaran publik tentang hak-hak perempuan dengan disabilitas serta pengembangan sistem perlindungan yang ramah disabilitas.
Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk menjadikan peringatan HDI (Hari Disabilitas Internasional) 2024 sebagai momentum transformasi. Dengan memastikan aksesibilitas yang setara di semua bidang, perempuan dengan disabilitas dapat memainkan peran signifikan dalam membangun masa depan yang inklusif dan berkelanjutan.