KabarMakassar.com — Rencana Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, untuk menyusun skema penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi ojek online (ojol) menuai perhatian publik.
Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin, menilai kebijakan ini masih menyisakan banyak tanda tanya, terutama terkait pelaksanaannya di lapangan.
“Kita belum mengetahui detail petunjuk teknis (juknis) dan standar operasional prosedur (SOP) seperti apa yang akan diterapkan. Saat ini, pengendara ojol menggunakan kendaraan berplat hitam yang sulit dibedakan dengan pengguna kendaraan pribadi lainnya. Jika kebijakan ini diterapkan, bagaimana mekanismenya?” ujar Murtiadi, Senin (02/12).
Murtiadi menyoroti tantangan utama dalam implementasi kebijakan ini, yaitu membedakan pengendara ojol roda empat dengan pengguna kendaraan pribadi, terutama karena keduanya menggunakan plat hitam.
Selain itu, aturan yang memperbolehkan kendaraan bermesin hingga 1500 cc mengakses BBM bersubsidi juga menambah kerumitan.
“Kalau benar ojol tidak diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi, bagaimana caranya memastikan kebijakan ini tepat sasaran? Ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut dari pemerintah,” tambahnya.
Jika subsidi BBM untuk ojol benar-benar dihapus, Murtiadi memprediksi dampak domino yang signifikan. Penyesuaian tarif layanan ojol akan terjadi, yang berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan layanan tersebut.
“Tarif yang lebih tinggi akan menjadi beban baru bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang mengandalkan ojol sebagai sarana transportasi utama. Hal ini juga bisa berdampak pada penurunan pendapatan driver ojol, karena pengguna jasa mereka berkurang,” jelasnya.
Murtiadi menekankan bahwa mayoritas pengguna ojol adalah masyarakat umum, bukan segmen bisnis.
“Pasar ojol ini adalah masyarakat langsung, bukan transportasi korporasi. Kebijakan ini mungkin ditargetkan untuk mengurangi subsidi yang dinikmati pengusaha ojol, tetapi pada akhirnya, dampaknya juga akan dirasakan oleh masyarakat luas,” ungkapnya.
Murtiadi mengakui bahwa niat pemerintah untuk menata pemberian subsidi BBM agar lebih tepat sasaran adalah langkah yang baik. Namun, ia mengingatkan pentingnya mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi pada masyarakat.
“Subsidi yang lebih terarah memang ideal, tetapi harus ada solusi yang adil untuk semua pihak. Pemerintah perlu memberikan penjelasan rinci mengenai kebijakan ini dan memastikan bahwa masyarakat tidak terlalu terbebani,” tutupnya.
Keputusan terkait penghapusan subsidi BBM bagi ojol ini masih dalam tahap pembahasan, dan masyarakat menantikan kejelasan lebih lanjut mengenai implementasi serta dampaknya di lapangan.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, merespons protes dari para pengemudi ojek online (ojol) terkait wacana ojol tidak lagi masuk dalam daftar penerima subsidi bahan bakar minyak (BBM). Ia menegaskan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap kajian internal dan belum ada keputusan resmi
“Ini masih dalam tahap exercise, belum ada keputusan final. Kami akan memastikan kebijakan ini adil bagi semua pihak,” ujar Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (29/11).
Bahlil sebelumnya mengungkapkan bahwa ojek online dianggap sebagai kendaraan untuk usaha, sehingga kurang tepat jika mendapat subsidi BBM.
“Ojek digunakan untuk usaha, sebagian motor yang digunakan juga milik pihak lain yang menyewakan. Apakah situasi seperti ini layak untuk disubsidi?” ucapnya dalam pernyataan dua hari sebelumnya.