KabarMakassar.com — Bells palsy merupakan kondisi kelumpuhan yang memengaruhi otot-otot di salah satu sisi wajah, sehingga menyebabkan sisi wajah tersebut tampak terkulai atau bahkan melorot. Biasanya, kelumpuhan ini terjadi secara mendadak, tetapi dalam banyak kasus, kondisi tersebut tidak berlangsung permanen dan dapat membaik seiring waktu.
Walau bell’s palsy dapat dialami oleh siapa saja, beberapa kelompok memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya. Kondisi tersebut lebih sering terjadi pada wanita hamil, individu dengan diabetes, serta orang-orang yang sedang mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu.
Banyak orang sering salah mengira bell’s palsy sebagai stroke karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan kelumpuhan pada sebagian wajah. Tetapi, perlu diketahui bahwa gejala bell’s palsy hanya terbatas pada otot-otot wajah, dan mayoritas penderitanya dapat pulih sepenuhnya dalam waktu kurang dari enam bulan setelah munculnya gejala pertama.
Meskipun kedua kondisi tersebut sama-sama menyebabkan kelumpuhan pada satu sisi wajah, tetapi bell’s palsy memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom Ramsay-Hunt adalah komplikasi yang muncul akibat infeksi herpes zoster yang menyerang saraf wajah, yang dapat menimbulkan gejala lebih kompleks dibandingkan bell’s palsy.
Dihimpun dari berbagai sumber berikut penjelasan lebih dalam terkait dengan penyebab, gejala, faktor dan pengobatan dari kondisi bell’s palsy.
Penyebab bell’s palsy
Bell’s palsy terjadi akibat peradangan pada saraf yang berfungsi mengontrol otot-otot wajah. Peradangan ini mengganggu kemampuan saraf untuk menyampaikan sinyal ke otot, yang mana menyebabkan kelumpuhan pada sebagian wajah.
Penyebab pasti dari kondisi ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga kuat berkaitan dengan infeksi virus tertentu, seperti virus herpes simpleks. Selain itu, infeksi pada telinga tengah serta penyakit Lyme juga dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya bell’s palsy.
Penderita biasanya kesulitan untuk tersenyum dengan simetris, karena otot-otot wajah pada sisi yang terpengaruh tidak bergerak seperti biasanya. Selain kelumpuhan, penderita juga bisa mengalami gejala lainnya, seperti mata yang berair secara berlebihan, kedutan pada wajah atau bibir, dan dalam beberapa kasus, peningkatan produksi air liur yang mengakibatkan mengiler.
Gejala bell’s palsy
Bell’s palsy dapat menyebabkan berbagai gejala yang berbeda-beda pada setiap individu yang mengalaminya. Kelumpuhan yang terjadi pada salah satu sisi wajah biasanya dapat dibagi menjadi dua tingkat keparahan, yaitu kelumpuhan sebagian, yang hanya mengakibatkan kelemahan otot ringan, serta kelumpuhan total, yang membuat otot-otot wajah tidak bergerak sama sekali.
Tetapi, perlu dicatat bahwa kasus kelumpuhan total ini jarang sekali terjadi. Selain itu, bell’s palsy juga bisa mempengaruhi area mulut dan kelopak mata, membuat kedua bagian tersebut menjadi lebih sulit untuk dibuka atau ditutup dengan normal.
Ini adalah beberapa gejala yang umumnya dialami oleh penderita bell’s palsy, yang perlu diketahui agar mampu mengenali kondisi ini lebih baik. Salah satu gejala yang sering muncul adalah nyeri pada telinga di sisi wajah yang terkena kelumpuhan.
Telinga yang terpengaruh juga dapat menjadi lebih sensitif terhadap suara. Beberapa orang mungkin juga mengalami berdenging di telinga, baik di salah satu telinga atau bahkan pada keduanya.
Selain itu, bell’s palsy dapat menyebabkan penurunan atau perubahan pada kemampuan indra perasa, yang mengarah pada kesulitan dalam merasakan makanan atau minuman.
Pada sisi wajah yang lumpuh, mulut akan cenderung lebih mudah berliur, dan sering kali terasa kering. Beberapa penderita juga merasakan rasa sakit di sekitar area rahang, serta mengalami sakit kepala dan pusing. Selain itu, aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, dan berbicara bisa menjadi lebih sulit dilakukan karena otot wajah terganggu.
Faktor risiko
Penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan antara migrain dengan kelemahan pada wajah serta anggota gerak, yang mungkin berisiko memperburuk kondisi tersebut.
Sebuah studi yang dilakukan mengungkapkan bahwa individu yang menderita migrain memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit bell’s palsy, sebuah kondisi yang menyebabkan kelumpuhan pada salah satu sisi wajah.
Selain itu, bell’s palsy lebih sering terjadi pada kelompok-kelompok tertentu. Kondisi ini biasanya lebih banyak dialami oleh orang-orang yang berusia antara 15 sampai dengan 60 tahun. Mereka yang memiliki riwayat penyakit seperti diabetes atau gangguan pada saluran pernapasan bagian atas juga lebih rentan terhadap kondisi tersebut.
Wanita hamil, khususnya pada trimester ketiga, juga termasuk kelompok yang lebih sering mengalami bell’s palsy. Risiko ini juga menjadi lebih tinggi pada mereka yang baru saja mengidap infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau pilek.
Meskipun serangan bell’s palsy jarang terjadi berulang kali, tetapi ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa kondisi ini dapat muncul kembali. Jika terdapat riwayat keluarga yang mengalami serangan berulang, maka hal ini bisa menunjukkan adanya kecenderungan genetik yang meningkatkan risiko terjadinya bell’s palsy pada individu tersebut.
Pengobatan bell’s palsy
Pada penderita bell’s palsy dengan gejala ringan, maka biasanya tidak diperlukan pengobatan khusus, karena kondisi ini seringkali bisa membaik dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.
Tetapi, bagi mereka yang mengalami gejala lebih parah, penanganan yang lebih intensif mungkin diperlukan. Penderita dengan gejala berat bisa melakukan perawatan mandiri di rumah untuk membantu proses pemulihan, tetapi seringkali mereka juga membutuhkan pengobatan medis, yang bisa berupa pemberian obat-obatan tertentu.
Selain daripada itu, terapi fisik atau bahkan fisioterapi dapat membantu mempercepat pemulihan dan meningkatkan fungsi otot wajah. Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, prosedur bedah atau operasi mungkin diperlukan untuk menangani kelainan yang lebih serius akibat kondisi bell’s palsy.
Meskipun bell’s palsy sendiri tidak dapat dicegah sepenuhnya, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengontrol kondisi medis yang berhubungan dengan bell’s palsy, seperti diabetes atau bahkan infeksi saluran pernapasan.
Selain itu, dengan menghindari paparan udara dingin yang berlebihan juga disarankan, karena kondisi ini diduga dapat memicu timbulnya gejala bell’s palsy pada beberapa orang.