KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan melanjutkan tren koreksinya pada awal pekan depan, Senin (18/11).
Pada penutupan perdagangan Jumat (16/11), IHSG mengalami penurunan ke level 7.161,25. Analisis teknikal menunjukkan sinyal pelemahan yang mengindikasikan potensi penurunan lebih lanjut.
Secara teknikal, pergerakan IHSG menunjukkan pola pelebaran negative slope pada indikator MACD (Moving Average Convergence Divergence).
Selain itu, analisis dari Phintraco Sekuritas mencatat terjadinya Death Cross pada indikator Stochastic RSI, yang menjadi sinyal tambahan bahwa indeks berpotensi tertekan lebih lanjut.
IHSG diprediksi akan menguji level support di kisaran 7.100 pada perdagangan Senin mendatang, dengan potensi penurunan lebih lanjut hingga batas bawah di level 7.050 jika tekanan jual terus berlanjut. Sementara itu, level resistance dipatok pada area psikologis di sekitar 7.200.
Minim Sentimen Positif, Fokus Investor Beralih ke Kebijakan Bank Indonesia
Pasar saham domestik saat ini minim sentimen positif yang dapat mendorong penguatan indeks. Fokus investor pekan depan tertuju pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), di mana keputusan terkait suku bunga acuan menjadi perhatian utama.
Analis memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen, meskipun bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), baru saja menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pekan lalu.
Gubernur The Fed, Jerome Powell menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terburu-buru dalam memangkas suku bunga lebih lanjut pada Desember, mengingat masih adanya ketidakpastian terkait inflasi.
Pernyataan Powell tersebut mencerminkan kehati-hatian BI dalam menyikapi kemungkinan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed. Pasar melihat keputusan BI pekan depan sebagai sinyal arah kebijakan moneter di tengah tekanan pada nilai tukar rupiah belakangan ini.
Data Ekspor-Impor dan Sentimen Global Jadi Katalis
Dari dalam negeri, data ekonomi yang baru dirilis memberikan sentimen campuran. Nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2024 tercatat mencapai 24,41 miliar dolar AS, tumbuh sebesar 10,25 persen secara year-on-year (yoy). Di sisi lain, impor juga mengalami kenaikan signifikan sebesar 17,49 persen yoy, mencapai 21,94 miliar dolar AS. Kenaikan impor ini menunjukkan peningkatan aktivitas ekonomi, namun bisa memberikan tekanan pada neraca perdagangan.
Dari mancanegara, pasar akan mencermati beberapa data penting yang akan dirilis pekan depan. Amerika Serikat akan merilis data Existing Home Sales untuk periode Oktober 2024, serta survei S&P Global Manufacturing PMI, yang diperkirakan memberikan gambaran terbaru tentang kesehatan ekonomi negara tersebut.
Sementara itu, dari Eropa, pelaku pasar menantikan rilis data inflasi untuk Oktober 2024. Proyeksi menunjukkan inflasi di kawasan Euro naik ke level 2 persen, yang dapat memengaruhi keputusan kebijakan moneter Bank Sentral Eropa (ECB) pada akhir tahun.
Di Asia, Jepang dijadwalkan merilis angka Neraca Perdagangan untuk Oktober 2024. Ekonom memproyeksikan defisit mencapai JPY 360,4 miliar, yang mencerminkan tantangan perdagangan global dan dampaknya terhadap ekonomi kawasan.
Sebelumnya, Pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan ini menghadapi tekanan yang cukup signifikan, dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan tajam.
Aksi jual besar-besaran oleh investor asing menjadi faktor utama yang menekan kinerja bursa domestik.
Berdasarkan data perdagangan BEI sepanjang periode 11-15 November 2024, IHSG turun sebesar 1,73%, terperosok ke level 7.161 dari posisi 7.287 pada penutupan pekan sebelumnya. Pelemahan ini mencerminkan ketidakpastian yang masih menyelimuti pasar global dan arus keluar modal asing (capital outflow) yang semakin deras.
Kapitalisasi Pasar dan Transaksi Harian Terpengaruh
Tak hanya IHSG, kapitalisasi pasar saham di BEI juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Kapitalisasi pasar turun sebesar 1,46% menjadi Rp12.063 triliun dari Rp12.241 triliun pada pekan sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan tekanan jual yang kuat di berbagai sektor, terutama saham-saham unggulan.
Namun, di tengah penurunan IHSG dan kapitalisasi pasar, ada secercah optimisme dari peningkatan aktivitas perdagangan. Rata-rata nilai transaksi harian justru naik 5,09%, mencapai Rp12,28 triliun dibandingkan Rp11,67 triliun pada pekan sebelumnya. Selain itu, volume transaksi harian juga melonjak signifikan hingga 48,51%, dari 21,54 miliar saham menjadi 31,99 miliar saham. Lonjakan ini menunjukkan masih adanya minat investor lokal untuk bertransaksi, meskipun tekanan dari investor asing cukup berat.
Sebaliknya, rata-rata frekuensi transaksi harian sedikit terkoreksi, turun tipis sebesar 1,77% menjadi 1,28 juta kali transaksi dari 1,3 juta kali transaksi pada pekan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran pola perdagangan, dengan investor lebih fokus pada volume daripada frekuensi transaksi.
Investor Asing Lepas Saham, Net Sell Meningkat
Tekanan jual dari investor asing semakin memperburuk situasi. Pada perdagangan Jumat (15/11/2024), investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp517,12 miliar. Akumulasi aksi jual ini semakin menekan posisi beli bersih (net buy) investor asing sepanjang tahun berjalan menjadi Rp29,11 triliun, turun dari posisi sebelumnya.
Sementara itu, aliran modal keluar juga terlihat dari data Bank Indonesia (BI) yang mencatat arus keluar bersih di pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mencapai Rp7,42 triliun selama periode 11-14 November 2024.
Meskipun Tertekan, IPO Tetap Ramai
Di tengah tekanan pasar, BEI masih menunjukkan daya tarik bagi perusahaan yang ingin melantai di bursa. Dalam sepekan terakhir, terdapat tiga perusahaan baru yang mencatatkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO). PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ), yang bergerak di sektor barang baku logam dan mineral, resmi menjadi perusahaan ke-37 yang mencatatkan sahamnya di BEI pada tahun 2024 pada Senin, 11 November.
Tak ketinggalan, PT Newport Marine Services Tbk (BOAT) turut meramaikan Papan Pengembangan BEI pada Selasa, diikuti oleh PT Adiwarna Anugerah Abadi Tbk (NAIK), yang fokus pada perdagangan dan jasa sistem proteksi kebakaran, pada Rabu. Antusiasme dari sektor korporasi untuk go public menunjukkan bahwa potensi pasar modal Indonesia masih cukup menjanjikan meskipun sedang berada dalam tekanan.
Dominasi Obligasi dan Sukuk
Di sisi lain, pasar obligasi dan sukuk juga menunjukkan performa yang stabil. Sepanjang tahun 2024, BEI telah mencatatkan 121 emisi obligasi dan sukuk dari 73 emiten, dengan total nilai mencapai Rp112,13 triliun. Secara keseluruhan, terdapat 589 emisi obligasi dengan nilai outstanding sebesar Rp465,41 triliun dan USD86,02 juta yang diterbitkan oleh 132 emiten.
Selain itu, Surat Berharga Negara (SBN) yang tercatat di BEI berjumlah 191 seri dengan nilai total Rp6.035 triliun dan USD502,10 juta. BEI juga telah mencatatkan 8 emisi Efek Beragun Aset (EBA) senilai Rp2,70 triliun.
Kondisi pasar saham Indonesia saat ini memang sedang tertekan, namun masih ada harapan dari sisi peningkatan transaksi harian dan minat IPO yang tinggi. Para analis menilai bahwa meskipun IHSG sedang dalam tren penurunan, pasar masih berpotensi bangkit apabila stabilitas makroekonomi dan sentimen global membaik.
Ke depan, investor akan mencermati langkah-langkah strategis dari pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas pasar serta meredam dampak dari aliran modal keluar. Dengan prospek ekonomi yang masih solid, BEI diharapkan mampu kembali menguat menjelang akhir tahun.