KabarMakassar.com — Masjid Muhammad Cheng Hoo di Gowa, Sulawesi Selatan, yang dibangun pada tanggal 11 November 2011, menjadi salah satu simbol keberagaman dan toleransi antarumat beragama.
Didirikan oleh Komunitas Muslim Tionghoa, masjid ini terletak di Jl. Tung Abd. Razak, Kelurahan Romangpolong, Kabupaten Gowa, dengan desain unik yang menggabungkan unsur arsitektur Tionghoa dan budaya Bugis-Makassar.
Masjid ini bermula dari gagasan Komunitas Muslim Tionghoa di Makassar setelah mengikuti Muktamar di Surabaya, di mana komunitas tersebut terinspirasi untuk membentuk Yayasan Muhammad Cheng Hoo.
Yayasan ini awalnya hanya menjadi wadah pengajian dan pembinaan agama bagi para mualaf Tionghoa yang berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul ide untuk membangun masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pembelajaran bagi komunitas mualaf tersebut.
Menurut imam rawatib Masjid Muhammad Cheng Hoo, Muhammad Yunus, masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga pusat pembinaan rutin bagi para mualaf, baik dari kalangan Tionghoa maupun etnis lainnya seperti Toraja, Manado, dan Makassar.
Setiap bulan, selalu ada prosesi pengislaman di masjid ini, menunjukkan peran aktif masjid dalam menyebarkan ajaran Islam dengan damai.
“Hampir tiap bulan itu selalu ada orang di islamkan di masjid ini baik itu orang Tionghoa ataupun Toraja, Manado, Makassar dan sebagainya,” ujarnya.
Masjid Muhammad Cheng Hoo menonjolkan arsitektur khas Tionghoa dengan atap segi delapan yang menyerupai pagoda, namun juga memadukan unsur lokal seperti konsep Sulapak Appak dari Bugis-Makassar.
Bangunan ini dirancang untuk mencerminkan semangat kebersamaan dan toleransi, bahkan dalam proses pembangunannya melibatkan berbagai komunitas lintas agama, termasuk umat Konghucu, Kristen, dan Buddha yang turut memberikan sumbangan material.
Masjid ini berfungsi selama 24 jam, menjadi tempat singgah bagi para pelintas jalan yang ingin beribadah, beristirahat, atau sekadar menikmati kopi di area sekitar.
Selain itu, masjid ini juga dilengkapi dengan fasilitas modern seperti pembayaran Qris untuk donasi, menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan jamaah yang ingin berkontribusi secara non-tunai.
“Jadi disini difasilitasi dengan Qris. Sumbangan yang masuk pun selalu ada bisa dibilang lebih banyak kadang Rp50.000-Rp100.000, masuk lewat Qris. Sedangkan lewat celengan biasanya mereka memasukkan Rp2000-Rp10.000,” kata Muhammad Yunus.
Masjid Muhammad Cheng Hoo di Gowa telah menjadi simbol keindahan toleransi dan kebersamaan antar umat beragama, serta tempat yang ramah bagi semua kalangan, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk belajar dan berdialog secara terbuka.