kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Terapresiasi 0,74 Persen di Pekan Kedua Oktober

Rupiah Melemah Sentuh Rp15.618 per Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rupiah mengakhiri perdagangan pekan kedua oktober, Jumat (18/10) kemarin dengan penguatan sebesar 0,19% ke level Rp15.460 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya. Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak di rentang Rp15.440 hingga Rp15.515 per dolar AS. Secara mingguan, mata uang ini mencatatkan apresiasi sebesar 0,74%, menunjukkan tren positif di tengah dinamika pasar global.

Penguatan rupiah kali ini dipengaruhi oleh sentimen positif pasar terkait susunan kabinet yang akan dibentuk oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menurut Ralph Birger Poetiray, Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, optimisme pelaku pasar meningkat seiring dengan antisipasi formasi kabinet baru. Menurutnga Momen pelantikan presiden terpilih Prabowo dan pemilihan formasi kabinet keuangan membuat pasar menyambut dengan positif.

Pemprov Sulsel

Sementara itu, Ekonom Indo Premier Sekuritas, Luthfi Ridho, menambahkan bahwa faktor domestik seperti rendahnya permintaan dolar AS turut berkontribusi terhadap penguatan rupiah. Menurutnya, ermintaan dolar AS di onshore sedang rendah karena belum masuk siklus impor BBM, repatriasi dividen, maupun pembayaran utang luar negeri.

Meski ada sentimen positif dari dalam negeri, faktor eksternal masih menjadi tantangan bagi stabilitas rupiah.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengingatkan bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah dapat mempengaruhi pergerakan mata uang. Namun, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas rupiah melalui strategi triple intervention di pasar spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN).

Indeks dolar AS (DXY) tercatat turun 0,16% ke level 103,66 pada pukul 15.00 WIB, lebih rendah dari posisi sebelumnya di angka 103,83. Penurunan ini terjadi meskipun data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan penguatan, dengan klaim pengangguran yang turun sebesar 19.000 menjadi 241.000 pada pekan yang berakhir 12 Oktober, jauh di bawah ekspektasi pasar.

Penurunan DXY memberikan ruang bagi penguatan rupiah, yang didukung oleh optimisme terhadap situasi dalam negeri. Meskipun penguatan dolar AS biasanya memberikan tekanan pada mata uang negara berkembang, saat ini sentimen pasar dalam negeri tetap menjadi faktor dominan yang mendorong apresiasi rupiah hingga penutupan perdagangan.

Secara keseluruhan, dengan adanya sentimen positif di dalam negeri serta langkah proaktif Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas, rupiah berhasil mencatatkan penguatan di tengah tantangan eksternal.

Sementara, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan bahwa nilai tukar Rupiah mencatatkan penguatan yang signifikan pada akhir September 2024, didukung oleh kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan meningkatnya aliran modal asing.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa Rupiah menguat sebesar 2,08% secara bulanan (month-to-month) menjadi Rp15.140 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024.

“Penguatan Rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea, Peso Filipina, dan Rupee India yang masing-masing menguat sebesar 2,02%, 0,17%, dan 0,10%,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (18/10).

Faktor Pendorong Penguatan Rupiah
Penguatan Rupiah yang terjadi ditopang oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, serta fundamental ekonomi yang kuat. Kombinasi ini mendorong aliran modal asing terus masuk ke Indonesia.

Selain itu, cadangan devisa negara tercatat sebesar USD149,9 miliar pada akhir September 2024, cukup untuk membiayai 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Posisi ini jauh di atas standar kecukupan internasional yang sekitar tiga bulan impor.

Dampak Ketidakpastian Global pada Oktober 2024
Namun, pada bulan Oktober 2024, hingga pertengahan bulan (15 Oktober), Rupiah mengalami pelemahan sebesar 2,82% dari bulan sebelumnya. Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan ini terutama dipengaruhi oleh meningkatnya ketidakpastian global yang disebabkan oleh eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan akhir tahun 2023, nilai tukar Rupiah hanya terdepresiasi sebesar 1,17% secara tahun kalender (year-to-date), lebih baik daripada pelemahan yang dialami oleh Peso Filipina, Dolar Taiwan, dan Won Korea.

Ke depan, Rupiah diproyeksikan akan kembali menguat seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang baik, rendahnya inflasi, dan menariknya imbal hasil aset keuangan di Indonesia. KSSK akan terus mengoptimalkan instrumen moneter, termasuk strategi operasi pro-pasar seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI, guna menarik aliran modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar.

“Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan untuk memperkuat efektivitas kebijakan dan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah,” tutup Sri Mulyani.

PDAM Makassar