kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Umat Hindu Rayakan Galungan dan Kuningan, Apa Arti dan Maknanya!

Umat Hindu Rayakan Galungan dan Kuningan, Apa Arti dan Maknanya!
(Dok. Andini KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Umat Hindu di Indonesia baru saja merayakan Hari Raya Kuningan yang kedua yang jatuh pada Sabtu (05/10) kemarin.

Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan setiap tahun yang didasarkan pada perhitungan kalender Bali.

Pemprov Sulsel

Pada tahun 2024 ini, Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan pertama pada 28 Februari dan Kuningan pertama pada 9 Maret.

Selanjutnya, Umat Hindu kembali merayakan Hari Raya Galungan kedua pada 25 September dan Kuningan kedua pada 5 Oktober 2024.

Dilansir dari kemenparekraf.go.id, Galungan dan Kuningan merupakan peringatan keagamaan Hindu Dharma yang diselenggarakan oleh umat Hindu di Indonesia dengan arti dan makna yang dimiliki sangat spesifik serta tradisi yang unik.

Galungan adalah hari raya yang dirayakan oleh umat Hindu, terutama di Bali, untuk memperingati kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Hari raya ini jatuh setiap 210 hari sekali, berdasarkan perhitungan kalender Bali atau dikenal dengan Pawukon, tepatnya pada hari Budha Kliwon Dungulan.

Galungan melambangkan kemenangan spiritual atas nafsu duniawi dan kekuatan jahat yang menghalangi manusia untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Secara filosofi, Galungan mengingatkan umat Hindu akan keberadaan dua kekuatan yang saling bertentangan dalam kehidupan yakni Dharma dan Adharma.

Dharma mewakili kebenaran, keadilan, kebijaksanaan, dan ketenangan batin, sementara Adharma mencerminkan kebalikannya, yakni kejahatan, keserakahan, kebohongan, dan ketidakadilan.

Galungan memberikan pesan bahwa dalam setiap aspek kehidupan, manusia selalu dihadapkan pada pilihan antara kedua kekuatan ini sehingga bagi umat Hindu menganggap Galungan sebagai waktu dimana para leluhur turun ke bumi untuk menyaksikan dan memberkati keturunan mereka.

Sehingga Umat Hindu akan mengadakan berbagai ritual keagamaan dan upacara untuk menyambut para leluhur serta memperingati kemenangan Dharma.

Pada hari Galungan, umat Hindu melakukan ritual Penjor yakni bambu yang dihias dengan daun-daunan, buah-buahan, dan sesajen.

Pemasangan penjor dilakukan di depan rumah sebagai simbol penghormatan kepada Tuhan.

Penjor juga melambangkan harapan akan rezeki dan keberkahan.

Umat Hindu mengunjungi pura untuk melakukan sembahyang dan mempersembahkan sesajen kepada para dewa sebagai ungkapan syukur atas segala berkah yang telah diterima.

Pada hari Galungan, Umat Hindu menyiapkan makanan khas, seperti lawar, sate, dan nasi. Makanan ini disajikan sebagai bentuk syukur dan untuk menjamu para leluhur yang datang berkunjung.

Sebelum perayaan Galungan, umat Hindu melakukan ritual pembersihan diri dan lingkungan.

Hal ini dilakukan untuk menyucikan diri dan mempersiapkan diri menyambut kedatangan para leluhur.

Selanjutnya, sepuluh hari setelah Galungan, umat Hindu kembali merayakan Kuningan, yang jatuh pada hari Saniscara Kliwon Kuningan.

Hari Kuningan memiliki makna yang sangat penting, dimana umat Hindu memperingati kembalinya para leluhur ke alam roh setelah mengunjungi dunia.

Pada hari Kuningan, umat Hindu menyampaikan rasa syukur dan doa untuk keselamatan serta kedamaian para leluhur di alam baka.

Kuningan menjadi puncak dari perayaan Galungan, dimana umat Hindu menutup rangkaian perayaan dengan doa-doa khusus yang ditujukan untuk kedamaian leluhur.

Kuningan melambangkan akhir dari pertarungan antara Dharma dan Adharma, dimana kebaikan telah menang dan kembali meneguhkan posisinya dalam kehidupan manusia.

Kata “Kuningan” berasal dari kata “kuning” yang melambangkan kebijaksanaan dan kesucian.

Di hari Kuningan, umat Hindu akan menghias persembahan dengan beras kuning yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan serta juga membuat tamiang, sebuah hiasan berbentuk lingkaran yang terbuat dari janur, yang melambangkan perisai atau pelindung dari pengaruh buruk Adharma.

Kuningan memiliki tradisi dan ritual yang umum dilakukan dengan mengunjungi pura untuk melakukan sembahyang.

Ritual ini dilakukan untuk menghormati para leluhur yang telah kembali ke surga mempersembahkan sesajen yang lebih sederhana dibandingkan dengan yang dipersembahkan pada Galungan. Sesajen ini biasanya terdiri dari nasi kuning.