KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan Kamis (26/09) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah setelah beberapa hari sebelumnya menunjukkan penguatan yang signifikan. Menurut data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp15.165 per USD, turun 63 poin atau 0,42 persen dari penutupan sebelumnya di Rp15.102 per USD.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan bahwa pelemahan rupiah masih berpotensi berlanjut pada perdagangan Jumat. Menurutnya, rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif namun berakhir melemah di kisaran Rp15.100 hingga Rp15.200 per USD.
Faktor Penyebab Pelemahan Rupiah
Ibrahim menjelaskan bahwa pelemahan ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen eksternal dan internal. Di sisi eksternal, penguatan dolar AS terjadi setelah pasar menanti kebijakan dari para pejabat Federal Reserve, terkait laju penurunan suku bunga AS. Indeks dolar AS terpantau menguat 0,03% menjadi 100,94.
Selain itu, pasar juga menanti rilis data klaim pengangguran di AS, yang akan menjadi indikator penting bagi kebijakan The Fed.
Para investor memperkirakan adanya penurunan suku bunga lebih lanjut, meskipun proyeksi ini mulai mengalami sedikit koreksi.
Pergerakan Mata Uang Asia
Di Asia, mata uang lainnya menunjukkan pergerakan yang beragam. Yen Jepang melemah 0,27%, sementara dolar Singapura menguat 0,13%. Mata uang Taiwan dan Filipina juga mengalami pelemahan masing-masing sebesar 0,07% dan 0,14%. Di sisi lain, won Korea Selatan mencatatkan kenaikan 0,46%, sementara yuan China menguat 0,16%.
Pada awal perdagangan, rupiah dibuka melemah 0,26% atau 40 poin ke level Rp15.142 per USD, seiring dengan tren pelemahan yang juga dialami beberapa mata uang Asia lainnya.
Prospek Ekonomi Indonesia
Ibrahim juga memberikan pandangan terkait prospek ekonomi Indonesia. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan mencapai 5,2% pada 2024 dan meningkat menjadi 5,3% pada 2025, didorong oleh kebijakan fiskal yang efektif serta pendalaman pasar finansial.
“Pemerintah baru di bawah Prabowo-Gibran diharapkan fokus pada pembangunan infrastruktur, hilirisasi industri, dan pengembangan sektor teknologi sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ungkap Ibrahim.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, potensi pertumbuhan jangka panjang masih bisa dimaksimalkan melalui investasi yang bernilai tambah serta kebijakan fiskal yang mendorong produktivitas.
Dari sisi eksternal, surplus perdagangan yang berkelanjutan dan stabilitas aliran investasi asing langsung (FDI) juga menjadi faktor utama yang memperkuat ekonomi Indonesia. Komitmen pemerintah terhadap kebijakan fiskal yang prudent dan reformasi struktural yang terus dilakukan diperkirakan akan mendukung penguatan nilai tukar rupiah di masa depan.
Ibrahim juga menyoroti pentingnya aliran dana asing (capital inflow) dan penurunan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) sebagai faktor yang dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan.
Dengan neraca keuangan domestik yang sehat dan terjaga, serta dukungan dari masuknya investasi asing, rupiah diperkirakan akan optimis kembali menguat dalam jangka panjang.
Sebelumnya, Tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan terus berlanjut pada perdagangan Kamis (26/09). Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan rabu (25/09) kemarin, rupiah menguat 0,56% atau naik 85 poin dan ditutup di level Rp15.102 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,08% ke posisi 100,381
Sejumlah mata uang Asia lainnya juga mencatatkan penguatan terhadap dolar AS. Dolar Taiwan menguat 0,50%, peso Filipina naik 0,62%, dan rupee India mengalami peningkatan 0,10%. Selain itu, Yuan China naik 0,13%, disusul oleh ringgit Malaysia yang menguat 0,37%. Di sisi lain, Won Korea dan Dolar Singapura justru mengalami pelemahan masing-masing sebesar 0,07% dan 0,09%. Yen Jepang dan Dolar Hong Kong juga turut melemah, masing-masing sebesar 0,48% dan 0,05%.
Diperkirakan penguatan rupiah akan berlanjut pada perdagangan hari ini, dengan potensi fluktuasi namun tetap berada di kisaran Rp15.000 hingga Rp15.120 per dolar AS.
Penguatan rupiah pada hari sebelumnya sebagian dipicu oleh stimulus ekonomi yang digulirkan oleh Bank Sentral China, yang meningkatkan optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi global.
Diketahui, Pada perdagangan Rabu (25/09), rupiah ditutup di posisi Rp15.095 per dolar AS, menguat 0,56% dari hari sebelumnya dan menjadi yang terkuat sejak Juli 2023.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) terpantau melemah ke 100,39, turun 0,07%. Melemahnya dolar AS ini dipicu oleh laporan The Conference Board yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS sebesar 6,9 poin, menjadi 98,7—penurunan terbesar sejak Agustus 2021.
Penurunan IKK AS ini meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin akan melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga, yang berpotensi melemahkan dolar AS dan mengarahkan aliran dana asing kembali ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, kebijakan stimulus dari Bank Sentral China yang memangkas giro wajib minimum sebesar 50 basis poin dan menurunkan suku bunga repo tujuh hari menjadi 1,5% juga memberi dorongan bagi perekonomian global. Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki situasi ekonomi China yang tengah menghadapi tekanan, sekaligus memberi dampak positif pada nilai tukar rupiah.