KabarMakassar.com — Mengetahui kapan waktu masuk shalat merupakan hal yang penting bagi umat muslim. Dalam sehari umat muslim diwajibkan untuk shalat pada waktu tertentu. Jadwal shalat sendiri dapat membantu untuk menunaikan ibadah shalat dengan tepat waktu, berdasarkan Bimas Islam Kemenag RI, berikut jadwal shalat Makassar pada Kamis (26/09).
Imsak: 04.25 WITA
Subuh: 04.35 WITA
Terbit: 05.47 WITA
Duha: 06.14 WITA
Zuhur: 11.57 WITA
Asar: 15.03 WITA
Magrib: 18.01 WITA
Isya: 19.09 WITA
Dilansir dari NU Online, dalam shalat terdapat batasan-batasan yang menjadi penentu sah tidaknya shalat seseorang. Jika batasan ini dilanggar maka shalat yang dilakukan olehnya menjadi batal dan wajib untuk mengulanginya kembali. Seorang muslim hendaknya mengetahui berbagai batasan ini agar shalat yang dilakukannya bisa sah secara fiqih dan dapat menggugurkan kewajiban shalat yang dibebankan oleh syara’ kepadanya.
Salah satu hal yang membatalkan shalat adalah berbicara saat tengah melakukan shalat. Dengan mengucapkan kalimat yang terdiri dari dua huruf hijaiyah yang tidak ada kaitannya dengan shalat maka shalat seseorang dinyatakan batal. Atau ketika seseorang melafalkan satu huruf hijaiyah yang mengandung arti tertentu, seperti huruf “Qi” yang memiliki arti “jagalah” maka shalatnya juga menjadi batal.
Dalam hadits riwayat Imam Muslim dijelaskan:
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya shalat ini tidak pantas di dalamnya terdapat percakapan manusia. Karena dalam shalat hanya terdapat bacaan tasbih, takbir dan ayat Al-Qur’an” (HR. Muslim)
Penjelasan tentang tertawa, telah dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam ad-Daruqutni:
الضحك ينقض الصلاة ولاينقض الوضوء
“Tertawa dapat membatalkan shalat dan tidak membatalkan wudhu.” (HR. ad-Daruqutni)
Para ulama fiqih, khususnya mazhab syafi’I mengarahkan pembahasan tertawa dalam pembahasan berbicara ketika shalat. Hukum tertawa saat shalat ini sama persis dengan perincian berbicara ketika shalat yakni jika tampak dari tertawanya orang yang shalat dua huruf hijaiyah maka shalatnya dianggap batal. Namun jika tertawanya tidak terkandung dua huruf hijaiyah maka shalatnya tetap sah dan wajib meneruskan shalatnya.
Contoh tertawa yang mengandung dua huruf misalnya, dari suara tertawanya orang yang shalat berbunyi “haha” sedangkan huruf “ha” memiliki padanan yang sama dalam huruf hijaiyah, dengan begitu shalatnya dihukumi batal.
Hal yang sama juga berlaku pada orang yang menahan tawa saat shalat. Menahan tawa berarti mempertahankan mulutnya agar tidak tertawa, terkadang hanya terwujud dalam ekspresi senyuman sehingga tidak wujud dua huruf hijaiyah sama sekali yang keluar dari mulutnya dan shalatnya tetap sah.
Tetapi jika ternyata komitmennya untuk menahan tawa ini gagal hingga akhirnya ia tertawa dan terkandung dua huruf hijaiyah pada tawanya maka shalatnya menjadi batal dan wajib untuk diulangi kembali.
Penjelasan di atas sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Majmu’ ala Syarh Al-Manhaj:
قال: (فرع) في مذاهبهم في الضحك والتبسم في الصلاة: مذهبنا أن التبسم لا يضر وكذا الضحك إن لم يبن منه حرفان فإن بان بطلت صلاته
“Cabang permasalahan dalam menjelaskan pendapat-pendapat para ulama dalam menjelaskan status tertawa dan tersenyum dalam shalat. Mazhab kita (Syafi’iyah) berpandangan bahwa sesungguhya tersenyum saat shalat tidak membahayakan (tidak membatalkan) pada shalat, begitu juga tertawa jika tidak tampak dua huruf dari tawanya. Jika tampak dua huruf dari tawanya maka shalatnya menjadi batal.” (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhazzab, Juz 4, Hal. 89).
Sebelum shalat maka perlu untuk berwudhu, wudhu akan dianggap sah jika melaksanakan enam wajib wudhu sebagaimana berikut:
1. Niat wudhu
Pelaksanaan niat wudhu dalam hati berbarengan ketika membasuh wajah, adapun lafal niat wudhu yang dapat dibaca adalah:
نَوَيْتُ رَفْعَ الحَدَثِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaytu raf‘al hadatsi lillāhi ta’ālā.
نَوَيْتُ فَرْضَ الوُضُوْءِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaytu fardhal wudhū’i lillāhi ta’ālā.
نَوَيْتُ الوُضُوْءَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaytul wudhū’a lillāhi ta’ālā.
نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ عَنِ الحَدَثِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaytut thahārata anil hadatsi lillāhi ta’ālā.
2. Membasuh wajah
Menurut Imam Nawawi, batas wajah dalam wudhu secara vertikal adalah antara tempat tumbuhnya rambut hingga dagu bagian bawah. Secara horisontal, antara kedua telinga tangan-kiri.
3. Membasuh kedua tangan hingga siku
Dalam membasuh tangan, seluruh kulit, kuku, dan rambut mulai ujung jari hingga siku harus terbasuh. Termasuk kulit di bawah kuku. Karena itu, kulit yang ada bawah kuku perlu dijaga kebersihannya agar tak ada kotoran yang dapat mengahalangi air sampai pada kulit.
4. Mengusap sebagian kepala
Batasan minimal mengusap sebagian kepala adalah sampainya air ke sebagian kecil kepala atau sehelai rambut yang tumbuh di area kepala. Adapun mengusap rambut yang menjuntai di luar area kepala (misalnya rambut kepala yang menjuntai di wilayah bahu atau punggung) maka itu dianggap tidak sah.
5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
Dalam membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki ini adalah semua bagian anggota tubuh yang ada pada area tersebut seperti rambut, kuku dan sebagainya.
6. Tertib
Tertib adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara berurutan sebagaimana urutan di atas, yakni dimulai dengan niat dan membasuh muka, membasuh kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki.