kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Ngobrol Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Lupa Alasannya, Ketika Puisi Merekam Kegelisahan Ekonomi

Ngobrol Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Lupa Alasannya, Ketika Puisi Merekam Kegelisahan Ekonomi
Bincang Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya karya Ibe S Palogai di Rooftop Garden Nipah Park, Minggu (22/09) (dok Hanifah kabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rooftop Garden Nipah Park menjadi saksi diskusi buku puisi berjudul Hidup Tetap Berjalan dan Kita Lupa Alasannya karya Ibe S Palogai, Minggu (22/09).

Acara ini menghadirkan dua penanggap, pustakawan, Arkil Akis, dan seorang penggiat budaya pop, Andi Batari Toja, yang bersama-sama membedah makna dan gagasan yang terkandung dalam buku tersebut.

Pemprov Sulsel

Arkil Akis menyampaikan pandangannya mengenai penggunaan bahasa dalam puisi-puisi Ibe. Ia menilai bahwa puisi ini menolak prinsip poet economies—prinsip yang menekankan penggunaan bahasa sesedikit mungkin dengan hasil yang maksimal.

Sebaliknya, menurut Arkil, Ibe secara sengaja menggunakan kata-kata penghubung dan elemen yang tampaknya tidak efisien untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari yang penuh kerumitan dan keterbatasan.

“Ibe sengaja menghadirkan kelebihan-kelebihan kata dalam puisinya untuk mencerminkan realitas hidup yang tak pernah sederhana,” ujar Arkil.

Andi Batari Toja, di sisi lain, melihat buku ini sebagai refleksi dari keresahan sosial-ekonomi yang dialami banyak orang. Menurutnya, analogi yang digunakan Ibe dalam buku ini tidak terlalu rumit, namun justru itulah yang membuatnya relevan dengan kehidupan sehari-hari.

“Banyak pembaca yang merasa bahwa buku ini benar-benar menggambarkan kegelisahan yang mereka hadapi sehari-hari, terutama tentang ketidakpastian hidup dan ekonomi,” kata Oja, sapaannya.

Judul buku ini, tambah Oja, mencerminkan ketidaktahuan manusia akan arah hidupnya—perjalanan yang terus berjalan tanpa alasan yang jelas. Buku ini menawarkan perspektif baru tentang cara melihat permasalahan hidup yang seringkali diabaikan oleh banyak orang.

Dalam diskusi tersebut, Ibe S Palogai turut menjelaskan konsep di balik bukunya. Ia menekankan bahwa setiap orang memiliki cerita yang layak diabadikan.

“Setiap cerita pada akhirnya akan menjadi arsip, meski kadang ingatan kita tidak sempurna,” ungkap Ibe.

Ia juga menyadari bahwa ingatan seringkali terdistorsi dan menjadi tidak jelas seiring waktu, namun hal tersebut tidak mengurangi nilai penting dari kenangan itu sendiri.

Lebih jauh, Ibe juga berbicara tentang bagaimana imajinasi dan kreativitas sering kali terhenti ketika seseorang memasuki masa dewasa.

“Di masa dewasa, kita cenderung merasionalisasi segalanya. Ini membuat kita sulit menjaga kebebasan dalam berkreativitas,” ujarnya.

Tantangan terbesar, menurut Ibe, adalah menemukan cara untuk tetap kreatif di tengah tuntutan hidup yang semakin rasional dan rutin.

Acara diskusi buku ini tidak hanya menjadi sarana apresiasi terhadap karya Ibe S Palogai, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagi para peserta.

Para hadirin diajak untuk merenungi arti hidup, kegelisahan sehari-hari, serta bagaimana kita mencatat dan mengarsipkan perjalanan hidup yang terus berlangsung.