KabarMakassar.com — Rupiah menjadi salah satu mata uang Asia yang menguat cukup signifikan pada akhir pekan ini, mengikuti langkah Federal Reserve yang memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin, menjadikannya di kisaran 4,75%-5%. Berdasarkan data dari Refinitiv, Jumat (20/09) kemarin, mata uang baht Thailand menjadi pemimpin penguatan di Asia dengan lonjakan sebesar 0,78% terhadap dolar AS, sementara rupiah mencatat kenaikan sebesar 0,56%.
Nilai tukar rupiah ditutup menguat sebesar 89 poin terhadap dolar AS, bergerak dari posisi sebelumnya di Rp15.339 menjadi Rp15.150 pada penutupan Jumat. Sebelumnya, rupiah sempat menguat hingga 155 poin sebelum mengalami sedikit koreksi.
Untuk perdagangan Senin mendatang, rupiah diperkirakan masih berhasil mempertahankan keperkasaannya meski akan berfluktuasi dalam kisaran Rp15.070 hingga Rp15.180.
Proyeksi Penguatan Mata Uang Asia
Beberapa analis memprediksi bahwa penguatan mata uang Asia, termasuk rupiah, akan terus berlanjut hingga kuartal keempat 2024. Namun, mereka juga memperkirakan adanya potensi pembalikan tren pada paruh pertama 2025.
Meski begitu, ekspektasi pasar terkait pemotongan suku bunga The Fed di akhir tahun mungkin terlalu optimistis. hal ini dapat memicu koreksi pada mata uang di pasar negara berkembang, termasuk Asia.
Saat ini, taruhan bullish terhadap yuan Tiongkok dan dolar Singapura telah kembali ke level yang terlihat sekitar empat pekan lalu. Sementara itu, taruhan terhadap peso Filipina mencapai titik tertingginya dalam empat tahun terakhir.
Sejak Juli 2024, rupiah telah menguat lebih dari 6%. Langkah Bank Indonesia (BI) yang mendahului The Fed dengan memangkas suku bunga acuan diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, yang turut mendorong penguatan rupiah.
Walaupun sebagian analis optimis dengan penguatan rupiah, beberapa juga memperingatkan adanya risiko yang perlu diperhatikan. BI kemungkinan besar akan mengikuti jejak The Fed, namun mungkin tidak seagresif dalam jumlah pemangkasan total suku bunga. Hal ini seharusnya tidak terlalu mempengaruhi dukungan pasar terhadap rupiah.
Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan pada perdagangan pekan ini, terutama dipicu oleh sentimen positif dari keputusan pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan The Fed. Langkah ini menciptakan sentimen positif di pasar keuangan, yang mendorong minat investor terhadap aset-aset berdenominasi rupiah.
Diperkirakan tren penguatan rupiah akan berlanjut karena adanya sentimen positif dari kebijakan penurunan suku bunga oleh BI dan The Fed,
Dampak Penguatan Rupiah Bagi Perekonomian
Penguatan rupiah memberikan keuntungan bagi beberapa sektor ekonomi Indonesia, terutama bagi para importir yang dapat memanfaatkan biaya impor yang lebih rendah. Dengan rupiah yang lebih kuat, harga barang-barang impor menjadi lebih terjangkau, yang pada gilirannya membantu menekan laju inflasi dalam negeri.
Namun, penguatan rupiah yang terlalu cepat juga bisa menimbulkan tantangan, terutama bagi eksportir. Produk ekspor Indonesia akan menjadi relatif lebih mahal di pasar internasional, yang berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia di luar negeri. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan dalam nilai tukar sangat penting untuk melindungi sektor-sektor vital dalam perekonomian.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah, memastikan bahwa penguatan yang terjadi tetap terkontrol dan tidak merugikan sektor-sektor penting. Stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi kunci dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, terutama di tengah kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.
Penguatan rupiah yang dipicu oleh pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed memberikan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, keseimbangan nilai tukar tetap menjadi fokus utama untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Sementara itu, peluang investasi dalam aset rupiah meningkat, namun pelaku pasar tetap harus berhati-hati terhadap potensi volatilitas di masa mendatang.
sebelumnya, Beda nasib dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatat penurunan pada akhir pekan ini, sebaliknya, Rupiah pada penutupan perdagangan Jumat (20/09) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencatat penguatan signifikan.
Rupiah ditutup pada level Rp15.150 per dolar AS, naik 89 poin atau setara 0,58% dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp15.239 per dolar AS. Data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia juga mencatat posisi rupiah di Rp15.100 per dolar AS pada sesi perdagangan sore hari.
Penguatan ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan kenaikan tertinggi di antara mata uang Asia lainnya. Beberapa mata uang yang turut mencatat penguatan meliputi dolar Singapura yang naik 0,02%, dolar Hong Kong bertambah 0,03%, yuan China menguat 0,11%, rupee India bertambah 0,17%, ringgit Malaysia naik 0,18%, dan baht Thailand menguat 0,22%. Namun, pelemahan dialami oleh peso Filipina yang turun 0,06%, won Korea Selatan melemah 0,30%, dan yen Jepang yang anjlok 0,69%.
Tidak hanya di Asia, mata uang negara-negara maju juga menunjukkan performa positif. Poundsterling Inggris menguat 0,13%, euro Eropa naik 0,03%, dan franc Swiss bertambah 0,06%. Sementara itu, dolar Kanada sedikit melemah 0,07% dan dolar Australia turun 0,04%.
Penguatan rupiah disebabkan oleh pelemahan dolar AS yang mengalami tekanan setelah Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps).
Langkah ini merupakan bagian dari siklus pelonggaran moneter yang diperkirakan akan berlanjut, dengan total pemotongan suku bunga hingga 125 bps pada tahun ini. Meski demikian, penguatan rupiah sempat tertahan oleh keputusan Bank Rakyat China yang mempertahankan suku bunga acuan pinjaman, yang mengecewakan sebagian besar pedagang yang mengharapkan pelonggaran lebih lanjut.