KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan akhir pekan kemarin, Jumat (20/09) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan koreksi yang cukup signifikan. Setelah sempat menguat pada sesi awal, IHSG mengalami penurunan secara bertahap hingga akhirnya ditutup pada level 7.743,00. Ini berarti IHSG mengalami penurunan sebesar 162,39 poin, atau setara dengan 2,05%, dalam satu hari perdagangan.
Penurunan IHSG ini seiring dengan pergerakan negatif di sebagian besar sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 11 sektor yang ada, tujuh sektor mencatatkan kinerja negatif, sementara empat sektor lainnya berhasil mencatatkan kenaikan.
Sektor yang mengalami penurunan terdalam pada perdagangan hari ini adalah sektor infrastruktur, yang melemah sebesar 3,26%. Sektor barang baku juga mencatatkan penurunan yang signifikan, turun sebesar 2,11%. Selain itu, sektor properti dan real estat juga mengalami koreksi sebesar 1,55%, diikuti oleh sektor keuangan yang turun 0,90%, sektor energi yang melemah 0,85%, sektor teknologi turun 0,60%, dan sektor perindustrian yang terkoreksi 0,42%.
Di sisi lain, terdapat beberapa sektor yang justru mencatatkan kenaikan, meskipun IHSG secara keseluruhan melemah. Sektor kesehatan mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 0,97%. Sektor transportasi dan logistik juga mencatatkan kenaikan sebesar 0,55%, diikuti oleh sektor barang konsumsi primer yang naik 0,21%, dan sektor barang konsumsi non-primer yang meningkat 0,15%.
Meskipun IHSG melemah pada perdagangan akhir pekan ini, peluang investasi justru terbuka bagi investor yang menerapkan strategi “buy on weakness”. Strategi ini mendorong investor untuk membeli saham ketika harga mengalami penurunan, dengan harapan bahwa harga saham tersebut akan kembali naik di masa mendatang.
Dilansir dari berbagai sumber analisis, salah satu saham yang disoroti adalah Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Meskipun BBRI mengalami penurunan sekitar 4% pada perdagangan hari ini, saham ini tetap menunjukkan tren kenaikan jangka panjang. Saham BBRI saat ini mendekati level support di kisaran harga Rp3.000, yang bisa menjadi peluang bagi investor untuk masuk jika harga terus bergerak turun.
Selain BBRI, saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) juga menjadi perhatian investor. Meskipun saham DOID mengalami sedikit penurunan, harga saham ini dianggap masih berada pada level yang wajar. Rekomendasi pembelian diberikan untuk kisaran harga antara Rp690 hingga Rp700, dengan potensi penguatan dalam waktu dekat.
Saham lain yang menarik untuk dicermati adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), yang saat ini mendekati level resistensi di sekitar harga Rp700. Secara teknikal, saham SMRA masih berada dalam kondisi yang cukup stabil, sehingga investor disarankan untuk memantau pergerakan harga di kisaran Rp650 hingga Rp660. Potensi rebound dari level ini dapat memberikan peluang entry yang menarik bagi investor.
Sementara, Saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) juga mencatat perbaikan setelah mengalami koreksi pada hari sebelumnya. Terdapat akumulasi positif dari investor asing, yang menunjukkan minat terhadap saham ini. Harga entry yang disarankan untuk TBIG berada di kisaran Rp820 hingga Rp830, dengan target take profit di kisaran Rp880 hingga Rp900, asalkan harga tetap di atas level support Rp800.
Sisi lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan selama periode 17-20 September 2024. Meskipun demikian, terjadi peningkatan pada rata-rata volume dan frekuensi transaksi harian di bursa sepanjang pekan tersebut.
Kenaikan terbesar tercatat pada rata-rata volume transaksi harian, yang mengalami lonjakan sebesar 15,3% menjadi 28,07 miliar lembar saham, dibandingkan dengan 23,35 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan minat pelaku pasar untuk bertransaksi, meskipun IHSG mengalami pelemahan.
Dalam laporan resmi yang dikeluarkan BEI, disebutkan bahwa IHSG turun sebesar 0,88% dalam satu minggu terakhir, dari posisi 7.812,131 pada pekan sebelumnya menjadi 7.743,004 pada akhir perdagangan Jumat (20/09).
Namun, tak hanya volume transaksi yang meningkat, rata-rata frekuensi transaksi harian juga mengalami kenaikan sebesar 10,43%. Frekuensi transaksi harian naik menjadi 1,26 juta kali dari sebelumnya 1,14 juta kali transaksi dalam sepekan.
Sementara itu, nilai transaksi harian di bursa sedikit menurun sebesar 0,37%, menjadi Rp14,93 triliun dari Rp14,98 triliun pada pekan lalu. Penurunan ini meskipun kecil, menunjukkan adanya sedikit penurunan dalam total nilai transaksi meskipun frekuensi dan volume saham yang diperdagangkan meningkat.
Kapitalisasi pasar di BEI juga mengalami penurunan signifikan sebesar 2,85%. Nilai kapitalisasi pasar tercatat turun menjadi Rp13.007 triliun dari Rp13.390 triliun pada pekan sebelumnya, mencerminkan pelemahan yang dialami IHSG selama periode tersebut.
Investor asing tetap aktif melakukan aksi beli bersih. Pada Jumat (20/9), investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp523,15 miliar. Secara kumulatif, sepanjang tahun 2024, nilai beli bersih investor asing mencapai Rp56,11 triliun, menunjukkan kepercayaan investor asing terhadap pasar saham Indonesia meskipun terjadi koreksi di beberapa sektor.
Selama pekan yang sama, BEI juga mencatatkan satu obligasi baru, yaitu Obligasi Berkelanjutan II Provident Investasi Bersama Tahap III Tahun 2024 yang diterbitkan oleh PT Provident Investasi Bersama Tbk. Obligasi ini resmi dicatatkan pada Kamis (19/9) dengan jumlah pokok sebesar Rp1,1 triliun. Peringkat kredit untuk obligasi ini diberikan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dengan rating idA (Single A). PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk bertindak sebagai Wali Amanat untuk obligasi ini.
Dengan pencatatan terbaru ini, total emisi obligasi dan sukuk yang terdaftar di BEI sepanjang tahun 2024 mencapai 107 emisi dari 65 emiten, dengan nilai total Rp90,79 triliun. Secara keseluruhan, BEI saat ini mencatat 588 emisi obligasi dan sukuk yang masih beredar dengan nilai outstanding sebesar Rp463,26 triliun dan USD60,12 juta, diterbitkan oleh 132 perusahaan.
Selain obligasi dan sukuk, BEI juga mencatatkan sejumlah Surat Berharga Negara (SBN) dengan total 194 seri. Nilai nominal SBN yang tercatat di bursa mencapai Rp6.273,24 triliun dan USD502,10 juta, menandakan stabilitas investasi dalam surat berharga pemerintah.
Tidak hanya itu, BEI juga melaporkan adanya 9 emisi Efek Beragun Aset (EBA) yang terdaftar, dengan total nilai Rp2,93 triliun. EBA ini menjadi instrumen tambahan yang menawarkan diversifikasi investasi bagi para pelaku pasar.