kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Diprediksi Menguat di Tengah Pemangkasan Suku Bunga The Fed dan BI

Rupiah Tertekan Dolar AS, Akhiri Pekan di Level Rp15.875
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Pada perdagangan akhir pekan inj Jumat (20/09), nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak menguat terhadap dolar AS. Hal ini sejalan dengan tren positif yang terlihat dari perdagangan sebelumnya.

Mengutip data dari Bloomberg pada Kamis (19/09) kemarin, rupiah di pasar spot ditutup di level Rp15.335 per dolar AS. Sementara itu, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) mencatat kurs rupiah melemah tipis sebesar 0,07% dan berada di level Rp15.350 per dolar AS.

Pemprov Sulsel

Dari segi teknikal, dalam jangka waktu per jam, pergerakan rupiah terhadap dolar AS masih menunjukkan penguatan yang stabil, mengikuti Moving Average 20 jam (MA20). Support terdekat rupiah ada di kisaran Rp15.200 per dolar AS. Di sisi lain, potensi pelemahan bisa terjadi hingga resistance di Rp15.395 per dolar AS jika tren berbalik arah, mengacu pada Moving Average 200 jam (MA200).

Diperkirakan, pada perdagangan hari inirupiah akan bergerak dalam kisaran fluktuatif, namun diproyeksi ditutup menguat pada rentang Rp15.150-Rp15.250 per dolar AS.

Keputusan Federal Reserve yang memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin ke kisaran 4,75%-5,00% memberi dampak signifikan terhadap sentimen pasar. Pemangkasan ini dilakukan dengan keyakinan bahwa inflasi di AS akan terus mendekati target tahunan sebesar 2%.

Para pengambil kebijakan di AS memproyeksikan suku bunga The Fed akan turun 50 basis poin lagi pada akhir 2024, 100 basis poin pada 2025, dan 50 basis poin pada 2026 hingga suku bunga stabil di kisaran 2,75%-3,00%.

Namun, pemotongan suku bunga yang agresif ini berpotensi memicu kekhawatiran atas perlambatan ekonomi, terutama di sektor tenaga kerja yang mulai menunjukkan tanda-tanda melemah. Hal ini dapat membawa tantangan ekonomi di masa mendatang.

Di dalam negeri, surplus neraca perdagangan Indonesia berlanjut pada Agustus 2024, menandai 52 bulan berturut-turut surplus sejak Mei 2020. Surplus tersebut dinilai Bank Indonesia sebagai salah satu faktor yang menopang ketahanan ekonomi Indonesia dari pengaruh eksternal.

Bank Indonesia sendiri pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar Rabu (18/09), memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan dari 6,25% menjadi 6,00%. Langkah ini dinilai sebagai tindakan preemptive yang taktis dalam menghadapi pelemahan ekonomi domestik, seperti deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut, penurunan indeks PMI manufaktur, serta menurunnya kepercayaan pebisnis dan konsumen.

Keputusan BI ini menunjukkan keberanian, karena dilakukan sebelum The Fed mengumumkan keputusan mengenai suku bunga di pertemuan 20-21 September 2024. Penurunan suku bunga oleh BI diharapkan dapat mendorong perbankan menyesuaikan suku bunga kredit, sehingga permintaan kredit meningkat dan perekonomian dapat pulih lebih cepat.

Jika inflasi terus menurun menuju target 2,5% dan kurs rupiah tetap stabil, BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan lebih lanjut sebesar 50-75 basis poin hingga mencapai 5,25%-5,50% sebagai langkah untuk memacu pertumbuhan ekonomi.