kabarbursa.com
kabarbursa.com

Rupiah Menguat 50 Poin, Didukung Pelemahan Dolar AS

Rupiah Menguat di Akhir Pekan, Didukung Penurunan Utang Pemerintah
ilustrasi rupiah (doc KabarMakassar)
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat pada perdagangan antarbank di Jakarta, Selasa pagi. Rupiah menguat sebesar 50 poin atau 0,32 persen, membawa nilai tukar menjadi Rp15.352 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp15.402 per dolar AS.

Kenaikan ini juga terjadi setelah rupiah sebelumnya mengalami peningkatan pada Kamis lalu sebesar 0,24 persen dari Rp15.439.

Pemprov Sulsel

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan tren serupa. Rupiah dalam kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) naik menjadi Rp15.405, meningkat 0,10 persen dari level Kamis lalu sebesar Rp15.421.

Di sisi regional, mata uang di kawasan Asia juga mengalami penguatan terhadap dolar AS dalam perdagangan non-deliverable forward (NDF) pada Senin (16/9). Berdasarkan data Refinitiv pada pukul 15:11 WIB, won Korea Selatan naik 0,67 persen, peso Filipina naik 0,24 persen, rupiah naik 0,15 persen, dan yuan China mengalami apresiasi sebesar 0,03 persen.

NDF sendiri merupakan instrumen keuangan yang memperdagangkan mata uang dengan patokan kurs tertentu untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Pasar NDF ini sebelumnya belum ada di Indonesia, tetapi berkembang di pusat keuangan global seperti Singapura, Hong Kong, New York, dan London. Pergerakan di pasar NDF kerap mempengaruhi psikologi pasar spot, sehingga kurs di NDF sering kali mencerminkan tren yang akan diikuti oleh pasar spot.

Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (13/9/2024), rupiah tercatat di level Rp15.395 per dolar AS, naik 0,19 persen dari hari sebelumnya (12/9/2024). Jika perdagangan dibuka pada hari ini, rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp15.380 per dolar AS.

Penguatan mata uang Asia, termasuk rupiah, tidak terlepas dari pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang turun 0,4 persen menjadi 100,7. Kondisi ini didorong oleh ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan segera memangkas suku bunga dalam waktu dekat, yang diperkirakan akan dilakukan pada pertengahan pekan ini.

Beberapa indikator ekonomi AS, seperti inflasi produsen dan konsumen, pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), serta data ketenagakerjaan, menunjukkan perlambatan ekonomi. Hal ini meningkatkan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed untuk merangsang perekonomian.

Menurut survei CME FedWatch Tool, sekitar 59 persen pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps), sementara 41 persen lainnya memprediksi pemangkasan sebesar 25 bps. Jika pemangkasan suku bunga ini terjadi, indeks dolar AS (DXY) diperkirakan akan terus melemah, yang akan membuka peluang bagi mata uang Asia, termasuk rupiah, untuk terus menguat.

Sebelumnya, Pada akhir pekan, Jumat (13/9) kemarin, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan meski secara keseluruhan sepanjang pekan masih melemah. Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah di pasar spot tercatat naik 0,24% menjadi Rp15.402 per dolar AS, setelah sebelumnya berada di level Rp15.439. Namun, jika dilihat selama sepekan, mata uang ini mencatat penurunan sebesar 0,16%, dibandingkan posisi penutupan minggu lalu di Rp15.378 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor menunjukkan rupiah berada di level Rp15.405 per dolar AS pada hari yang sama, menguat tipis 0,10% dibandingkan sehari sebelumnya. Namun, secara mingguan, Jisdor BI juga mencatatkan pelemahan sebesar 0,21%.

Penguatan Akhir Pekan Didorong Pelemahan Dolar AS

Penguatan rupiah di akhir pekan disebabkan oleh pelemahan global dolar AS. Salah satu pemicu utama adalah meningkatnya ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), yang dipicu oleh lonjakan klaim pengangguran di Amerika Serikat. Beberapa laporan dari media internasional juga menunjukkan bahwa kebijakan moneter The Fed akan sangat dipengaruhi oleh dinamika inflasi dan pasar tenaga kerja.

Namun, di awal pekan, rupiah mengalami tekanan akibat kekhawatiran terkait prospek ekonomi global, terutama dari AS dan China. Beberapa data menunjukkan adanya sinyal pelemahan ekonomi yang semakin mengkhawatirkan.

Ekonomi Indonesia Hadapi Tantangan

Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia juga berada dalam situasi yang menantang. Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perlambatan, termasuk deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut, penurunan indeks manufaktur (Purchasing Managers Index/PMI) yang berada di bawah ambang batas ekspansi, serta peningkatan tingkat pengangguran. Semua ini menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Aliran modal asing keluar dari Indonesia juga turut memengaruhi kondisi pasar. Bank Indonesia mencatat selama periode 9-12 September, tercatat ada arus keluar modal sebesar Rp1,31 triliun dari pasar keuangan.

Prospek Kebijakan Moneter dan Rupiah ke Depan

Jika Federal Reserve benar-benar menurunkan suku bunganya, hal ini diharapkan akan diikuti oleh langkah serupa dari Bank Indonesia. Pemotongan suku bunga domestik diyakini dapat memberikan dorongan terhadap penguatan rupiah, menjaga inflasi tetap terkendali, serta memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Selain itu, langkah ini juga berpotensi menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Pada pekan depan, perhatian akan tertuju pada perkembangan ekonomi global dan kebijakan bank sentral, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah.

PDAM Makassar