KabarMakassar.com — Menghadapi ancaman inflasi akibat fenomena La Nina yang diperkirakan akan terjadi di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada kuartal III/2024, pemerintah daerah menekankan pentingnya menjaga kelancaran distribusi pangan.
Lonjakan harga ikan yang diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas melaut nelayan akibat gelombang tinggi diperkirakan dapat mendorong inflasi.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof. Hamid Paddu, menyebutkan bahwa meskipun harga ikan dapat memicu inflasi, meskipun lonjakannya kemungkinan tidak akan signifikan.
Alasannya, masyarakat Sulsel telah terbiasa mengalihkan pola konsumsi mereka ke komoditas pangan lain seperti daging sapi, ayam, dan telur saat harga ikan naik.
Namun, ia menegaskan bahwa ketersediaan pangan pengganti ini harus terjamin. Pemerintah perlu memastikan distribusi komoditas-komoditas tersebut tetap lancar agar inflasi tidak meningkat tajam. Dengan distribusi yang baik, inflasi pada kuartal III/2024 diperkirakan bisa terkendali di kisaran 2,4% (yoy).
“La Nina mungkin akan mengurangi suplai ikan karena nelayan tidak melaut, yang bisa mempengaruhi inflasi. Namun, masyarakat Sulsel sudah terbiasa dengan perubahan musiman seperti ini dan biasanya beralih ke makanan lain. Oleh karena itu, distribusi pangan pengganti harus dijaga agar tetap lancar,” kata Hamid, Senin (09/09).
Pemerintah Provinsi Sulsel diharapkan dapat memfasilitasi distribusi komoditas pengganti ikan dengan baik, memastikan pasokan pangan dapat berpindah tepat waktu dari satu lokasi ke lokasi lain. Hal ini termasuk memperbaiki infrastruktur jalan, terutama di daerah pelosok, untuk meminimalkan gangguan distribusi.
“Jika distribusi terganggu, maka harga komoditas lain seperti ayam dan telur juga bisa melonjak, yang pada akhirnya akan meningkatkan inflasi di Sulsel,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel, Muhammad Ilyas, mengungkapkan bahwa pihaknya optimis dapat mengendalikan harga ikan meski produksi perikanan tangkap terancam menurun akibat La Nina.
Menurutnya, Pemerintah provinsi telah melakukan berbagai langkah antisipasi, seperti pengalihan konsumsi masyarakat ke ikan air tawar, pemberian subsidi kepada distributor, dan menambah pasokan ikan dari provinsi lain.
Sejak awal tahun, upaya pengalihan konsumsi dari ikan laut ke ikan air tawar telah dilakukan dengan menebar ratusan ribu bibit ikan nila, ikan mas, dan lele di berbagai danau dan waduk di Sulsel. Selain itu, budi daya ikan bandeng juga ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh ikan laut.
“Kami juga sudah mengembangkan produksi bioflok di 10 kabupaten, serta melakukan restocking dengan penebaran bibit ikan air tawar untuk menambah suplai yang kurang dari ikan laut,” jelas Ilyas.
Selain itu, jika produksi ikan laut benar-benar berkurang, rencana untuk menambah stok dari provinsi lain seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur sedang dipertimbangkan. Pemerintah provinsi juga sedang menunggu terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai subsidi untuk distributor, guna menjaga harga ikan di pasar tetap stabil.
“Subsidi ini akan membantu distributor ikan agar tidak menaikkan harga ketika mendistribusikan ikan dari satu daerah ke daerah lain, serta memastikan harga ikan di pasar tetap terjangkau,” tambahnya.