kabarbursa.com
kabarbursa.com

Akhiri Pekan Rupiah Menguat, Imbas Cadangan Devisa

Rupiah Menguat di Tengah Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed
Ilustrasi Rupiah (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Rupiah berhasil mengakhiri pekan perdagangan dengan kuat, didorong oleh kabar positif mengenai lonjakan cadangan devisa Indonesia yang mencapai posisi tertinggi dalam 25 tahun terakhir.

Pada penutupan perdagangan Jumat (06/09) sore, nilai tukar rupiah di pasar spot menguat 0,21% menjadi Rp15.365 per dolar AS. Penguatan ini juga menandai kenaikan mingguan sebesar 0,58%, serta peningkatan sebesar 6,2% sejak awal kuartal III-2024.

Pemprov Sulsel

Kuatnya nilai tukar rupiah ini dipengaruhi oleh derasnya arus modal asing yang masuk ke pasar domestik, baik ke pasar saham maupun obligasi. Sentimen positif juga didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Selain itu, rilis data terbaru cadangan devisa pada bulan Agustus turut memperkuat pergerakan rupiah.

Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa per akhir Agustus mencapai US$150,2 miliar, meningkat US$4,82 miliar dibandingkan dengan posisi akhir Juli. Angka ini merupakan level tertinggi dalam sejarah sejak 1998.

Peningkatan cadangan devisa ini menjadi bekal kuat bagi rupiah untuk menghadapi volatilitas pasar di masa depan, terutama menjelang kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed.

Bank Indonesia menjelaskan bahwa kenaikan cadangan devisa pada Agustus didorong oleh peningkatan penerimaan pajak dan pendapatan jasa, ekspor migas, serta penarikan utang luar negeri oleh pemerintah.

Cadangan devisa yang semakin kuat ini memberikan kepercayaan tambahan bagi Bank Indonesia untuk memulai siklus penurunan suku bunga acuan yang diperkirakan akan dimulai pada kuartal IV tahun ini. Ada kemungkinan Bank Indonesia akan memotong suku bunga acuan lebih cepat dari The Fed, dengan pengumuman keputusan diperkirakan hanya berjarak kurang dari 24 jam dari hasil pertemuan FOMC The Fed.

Momentum sentimen terkait ekspektasi penurunan suku bunga The Fed telah menjadi pendorong utama arus modal asing ke pasar domestik.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, sepanjang bulan Agustus, investor asing membeli surat utang Indonesia senilai Rp38,7 triliun, menjadi nilai pembelian bulanan terbesar sejak Januari 2023. Sementara itu, di pasar saham, investor asing membeli saham senilai Rp11,2 triliun sepanjang bulan lalu, yang merupakan nilai tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Pada penutupan perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan rekor tertinggi baru di level 7.721,84. Di pasar obligasi, reli harga terlihat pada sebagian besar tenor Surat Berharga Negara (SBN). Suku bunga SBN tenor 10 tahun turun ke level 6,615%, tenor 5 tahun ke 6,509%, dan tenor 2 tahun berada di 6,535%.

Sebelumnya diberitakan, Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan yang signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Kamis (05/09). Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup di level Rp15.401 per dolar AS, mengalami kenaikan sebesar 78,50 poin atau 0,51 persen dibandingkan penutupan sebelumnya.

Selain itu, kurs rupiah juga tercatat menguat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI). Rupiah berada di level Rp15.410 per dolar AS, naik 80 poin dari hari sebelumnya di level Rp15.490 per dolar AS.

Pergerakan positif rupiah ini juga tercermin dari data RTI Business, yang menunjukkan bahwa rupiah ditutup menguat 0,48 persen atau 75 poin ke level Rp15.395 per dolar AS. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah bergerak dalam rentang Rp15.376 hingga Rp15.470, dengan posisi pembukaan di Rp15.470 per dolar AS.

Tren Pergerakan Rupiah dalam Beberapa Bulan Terakhir

Rupiah telah menunjukkan tren penguatan dalam beberapa periode waktu. Dalam perdagangan harian pada Kamis, (05/09) kemarin rupiah mencatat kenaikan sebesar 0,48 persen. Dalam rentang mingguan, penguatan lebih tipis sebesar 0,10 persen, namun dalam periode bulanan, rupiah mengalami kenaikan signifikan sebesar 3,14 persen.

Dalam tiga bulan terakhir, rupiah menguat sebesar 5,31 persen, dan dalam enam bulan terakhir mencapai 1,63 persen. Namun, dalam jangka waktu satu tahun, rupiah masih mengalami pelemahan sebesar 0,49 persen. Dalam rentang waktu tiga dan lima tahun, pelemahan lebih besar tercatat masing-masing 8,04 persen dan 10,04 persen.

Pengaruh Data Ekonomi AS terhadap Pergerakan Rupiah

Penguatan rupiah didukung oleh rilis data lowongan pekerjaan di Amerika Serikat yang mencapai level terendah dalam tiga tahun terakhir. Ia menjelaskan bahwa data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) menegaskan melemahnya pasar tenaga kerja AS, yang meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) sebesar 125 basis poin pada 2024, naik dari sebelumnya 100 basis poin.

Namun, rupiah mungkin akan mengalami pelemahan terbatas dalam perdagangan Jumat (06/09) hari ini. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi kenaikan data perubahan tenaga kerja ADP dan penurunan klaim pengangguran di AS. Di sisi lain, data Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor jasa diperkirakan turun terbatas, yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah.

Data ekonomi AS akan memengaruhi pergerakan rupiah. Namun, ia tetap optimis bahwa rupiah masih memiliki peluang untuk melanjutkan penguatan meski terbatas. Menurut Nanang, rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.300 hingga Rp15.430 per dolar AS.

Dampak Lelang Obligasi dan Indeks Saham Terhadap Penguatan Rupiah

Selain sentimen global, penguatan rupiah juga didorong oleh faktor domestik, seperti peningkatan minat pelaku pasar terhadap lelang obligasi negara. Pada awal perdagangan Kamis kemarin, rupiah dibuka menguat 64 poin atau 0,41 persen menjadi Rp15.416 per dolar AS.

Peningkatan indeks saham dan hasil lelang obligasi negara yang oversubscribed turut mendukung penguatan rupiah. Lelang obligasi negara tersebut berhasil menarik minat hingga Rp45 triliun, dua kali lipat dari target yang ditetapkan. Selain itu, indeks harga saham juga naik 0,74 persen menjadi 7.672, yang semakin memperkuat posisi rupiah.

Pelemahan data ekonomi AS, khususnya penurunan jumlah lowongan pekerjaan JOLTS dari 8,1 juta menjadi 7,7 juta, menjadi faktor tambahan yang mendukung penguatan rupiah. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.420 hingga Rp15.470 per dolar AS dalam perdagangan selanjutnya.