KabarMakassar.com — Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengadakan Webinar ASN Adaptif dengan tema Perlindungan dan Kenyamanan Kerja untuk kesejahteraan ASN maupun non ASN yang dilaksanakan pada hari Kamis (06/09).
Webinar ini diikuti sebanyak 806 peserta yang berasal dari lingkup Pemprov Sulsel, Kabupaten/Kota, maupun dari luar Provinsi Sulsel.
Dalam webinar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Kepala BPJS Ketenagakerjaan Makassar, I Nyoman Hary Sujana dan Dokter Ahli Madya BPSDM Provinsi Sulsel, Ampera Mattippanna.
Kepala BPSDM, Muhammad Jufri mengatakan, suasana kerja dan kenyamanan harus dipastikan bisa dirasakan oleh para ASN maupun Non ASN. Kebahagiaan dan kenyamanan para ASN dalam bekerja harus menjadi prioritas sebagaimana arahan Penjabat Gubernur Sulsel, Prof Zudan Arif Fakrulloh.
“Dengan dia nyaman, terlindungi dalam bekerja, maka tentu dia akan menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam pekerjaan,” ucapnya.
I Nyoman Hary Sujana selaku Kepala BPJS Ketenagakerjaan Makassar membahas tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Ia mengatakan, menurut UU No. 24 tahun 2011, tersedia dua BPJS, diantaranya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Yang pertama itu namanya BPJS Kesehatan, program yang diselenggarakannya adalah program jaminan kesehatan nasional,” tukasnya.
Ia menyebut, lingkup perlindungan dari BPJS Kesehatan adalah seluruh masyarakat Indonesia. Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan memiliki lima program.
“Yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun,” imbuhnya.
Sementara, Ampera Matippanna selaku Dokter Ahli Madya BPSDM Sulsel, membahas tentang Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan. Ia membahas tentang isi dari UU Kesehatan No. 17/2023, yang berisi tentang memberikan berbagai hak kepada tenaga kesehatan, termasuk mendapatkan perlindungan hukum.
“Ada regulasi baru, bahwa seorang tenaga kesehatan tidak serta merta untuk langsung dituntut di pengadilan ketika mereka menghadapi sengketa medis antara pasien dengan dokter atau perawat,” tuturnya.
Dia melanjutkan, pihak pasien maupun dokter atau perawat diberikan kelonggaran melalui adanya upaya mediasi diantara mereka, sehingga penyelesaian tidak harus melalui pihak hukum.