KabarMakassar.com — Irvin Lewo alias Koko Jhon yang diduga pelaku penyalahgunaan kasus narkotika jenis sabu, kini menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Watampone, Bone.
Koko jhon diamankan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan (Sulsel) atas dugaan pelaku peredaran narkotika jenis sabu, di Kabupaten Bone.
Dalam proses persidangan, sejumlah saksi telah dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, sejumlah saksi yang dihadirkan itu tidak satupun menyebut terdakwa Koko Jhon adalah seorang bandar narkoba dengan barang bukti 7,6 Gram sabu.
Ketua Tim Penasihat Hukum (PH) Koko Jhon, Harjana Hamna menceritkam bahwa penangkapan kliennya itu dilakukan oleh BNNP Sulsel, dengan menurunkan anjing pelacak dengan menggunakan alat detektor.
Namun, dalam penyelidik pada koko Jhon tidak ditemukan barang haram yang dimaksud yaitu narkotika jenis sabu. Pada hal koko Jhon telah disinyalir sebagai seorang bandar narkoba. Namun, koko Jhon ditetapkan sebagai tersangka sehingga dilakukan penahan dan dilakukan penyidikan akhirnya perkara ini bergulir dipersidangan di PN Watampone.
“Kami dari awal perkara ini banyak tekanan dari massa yang hadir dalam persidangan. Ada juga demo dan juga muncul berita-berita miring dan pengiringan isu, karena pada faktanya dipersidangan tidak sesuai dengan pemberitaan,” kata Harjana, Rabu (04/09) malam.
“Kami dari penasehat hukum selama ini masih mendiamkan berita yang berkembang. Kami ingin melihat betul apakah ada fakta yang terungkap bahwa klien saya itu seorang bandar atau tidak Kita tunggu semua sampai pemeriksaan saksi selesai,” sambungnya.
Harjana mengatkan bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, seperti barang bukti sabu 7,6 gram ini berasal dari dua penangkapan atau tersangka lain. Dan 7,6 gram ini adalah berat kotor, karena 7,6 gram ini dibungkus kemasan sebanyak 46 paket plastik bening.
“Jadi 7,6 gram ini, itu sama dengan kemasannya. Jadi ini sangat mengherankan karena dakwaan jaksa yang menggunakan pasal 114 ayat 2 undang-undang narkotika yang artinya barang bukti di atas 5 gram,” cetusnya.
Selain itu, Harjana mengklaim bahwa dalam persidangan lanjut Harjana, barang bukti 7,6 gram adalah termasuk dengan berat kemasan dan tidak disebutkan berapa berat nettonya. Menurutnya, barang bukti itu sebenarnya bukan didapat dari terdakwa Koko Jhon, tapi dari tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya.
“Ada di situ HP tiga buah. Jadi saat Irvin Lewa ditangkap dan langsung disita tiga buah HP itu. Sampai akhir di persidangan, HP itu tidak pernah dibuka untuk dilihat apakah ada transaksi atau percakapan. Saya sejak awal mendampingi saat penyelidikan, dari dalam HP itu tidak ada sama sekali screenshot percakapan antara terdakwa dengan saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan,” bebernya.
Harjana menyebut, saksi yang bernama Anggi Refli Harun dan Dirman yang berkaitan dengan perkara penahanan koko Jhon, malah tidak di hadirkan dalam persidangan. Ia juga mengklaim bahwa alat komunikasi yang disita tidak ada sama sekali transaksi narkotika maupun percakapan yang ditemukan.
“Pada saat persidangan, sumber awalnya barang bukti sabu-sabu 7,6 gram ada dua orang saksi yang mencabut keterangannya. Yaitu saksi Ilham dan Lukman. Keduanya mengatakan bahwa pada saat di BAP, hanya disodorkan untuk ditandatangani,” sebutnya.
“Sehingga disaat persidangan dia (Ilhan dan Lukaman) merasa keberatan, karena tidak sesuai dengan faktanya dan dia cabut keterangannya. Ilham dan Lukman ini mengaku tidak pernah mengenal Irvin Lewa, dia hanya mengenal nama Muhammad Yunus,” sambungnya.
Dalam perakaran ini, kata Harjana bahwa skenario yang dibangun Ilham dan Lukman adalah orang yang menempel sabu dan mendapat barang dari tersangka lain yang namanya Muhammad Yunus. Sementara Muhammad Yunus ini mengaku dapat sabunya dari admin bernama Dardak. Orang inilah yang dikaitkan dengan terdakwa Irvin Lewa.
Di dalam persidangan Muhammad Yunus mengaku telah mengambil barang atau peketan 5 gram itu dalam waktu per dua hari. Terakhir dia mengaku mengambil paketan sekitar tanggal 23 September 2023. Sedangkan Dardak ini dalam persidangan, mengaku bahwa sejak Juli tidak kerja dengan Irvin Lewa yang sebelumnya bekerja sebagai penagih barang bangunan.
“Ada juga saksi bernama Ferdi yang mengatakan Irvin ini adalah bandar besar. Dia sampaikan itu dalam persidangan. Terdakwa Irvin Lewa ini ditahan sejak 15 Januari 2024. Setelah ditangkapnya Muhammad Yunus ini, kami menduga adanya konspirasi. Banyak juga ketidak sesuaian antara barang bukti yang disita dengan fakta yang terungkap di persidangan,” terang Harjana.
Dikatakam Harjana, bahwa ada beberapa rekening yang diperiksa, namun tidak ada satupun saksi yang bisa menjelaskan rekening tersebut dari mana maupun dari terdakwa koko Jhon.
“Selama ini kami diam, karena kami berhati-hati apakah betul klien kami itu seorang bandar. Tapi ternyata setelah persidangan dan pemeriksaan seksi-seksi sudah selesai, kami sebagai penasihat hukum berkeyakinan bahwa terdakwa Irvin Lewa bukan seorang bandar,” ucap Harjana.
“Selain itu, ada dua pasal yang didakwakan terdakwa, yakni pasal 114 ayat 2 yang diduga sebagai bandar dan pasal 138 menghalangi atau merintangi penyidikan dan kami dari penasehat hukum menyatakan tidak ada yang terbukti dam sangat lemah bukti-bukti yang diajukan,” tambahnya.
Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Koko Jhon, Syahban Sartono mengatakan bahwa pihaknya harus menyampaikan fakta-fakta persidangan agar tidak terjadi penggiringan publik yang menuduh atau menggiring ke opini lain.
“Kemarin klien kami membacakan pledoi pribadi. Dia membawa adagium hukum yang menyebut fakta perbuatan itu haruslah lebih kuat dan itulah yang diambil daripada tuduhan atau omongan orang lain,” ucap Syahban.
Dikatakan Syahban, bahwa fakta persidangan yang disampaikan, itu tidak ada kesesuaian antara saksi dan yang satu dengan yang lain. Bahkan barang bukti yang digunakan dalam dakwaan itu, adalah barang bukti orang lain. Kemudian disandingkan dan dimasukkan ke dalam perkara kliennya.
“Ini juga sesuai dengan KUHP bahwa yang dikaitkan atau yang menjadi fakta petunjuk itu, adalah kesesuaian antara barang bukti dan keterangan saksi. Kalau tidak sesuai, berarti ini bisa jadi ada dugaan terjadinya konspirasi untuk menjatuhkan seseorang,” pungkasnya.