KabarMakassar.com — Iuran BPJS Kesehatan akan berubah seiring bakal diterakannya sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan kelas 1, 2, dan 3 mulai Juli 2025 mendatang.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa sistem KRIS akan membuat iuran BPJS Kesehatan menjadi satu tarif. Namun, ia menegaskan bahwa penerapannya akan dilakukan secara bertahap.
Perubahan besar dalam sistem BPJS Kesehatan Indonesia semakin mendekati kenyataan. Rencana penghapusan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan akan digantikan oleh Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025.
Presiden Joko Widodo telah mengonfirmasi bahwa ia masih menunggu draf Peraturan Menteri Kesehatan terkait penghapusan kelas tersebut.
“Tanyakan kepada Menteri Kesehatan, karena saya belum menerima drafnya. Jika sudah masuk, akan langsung saya tandatangani,” ujar Presiden pada Mei 2024.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa implementasi KRIS tidak akan menghilangkan jenjang kelas layanan rawat inap bagi peserta. KRIS akan fokus pada aspek non-medis yang berkaitan dengan pelayanan di rumah sakit. “Masih ada kelas standar, kelas 2, kelas 1, dan kelas VIP. Namun ini hanya terkait aspek non-medis,” kata Ghufron Mukti di Jakarta pada Senin lalu, menanggapi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur KRIS.
Mengacu pada hal tersebut, hingga saat ini, besaran iuran yang harus disetorkan masyarakat kepada pemerintah masih sama. Dengan demikian, BPJS Kesehatan masih akan meminta peserta membayar iuran seperti biasanya hingga perubahan resmi diterapkan.
Berikut adalah tarif BPJS Kesehatan per Agustus 2024 yang tetap berlaku:
Kelompok Bukan Pekerja (BP)
Kelas 1: Rp 150.000 per orang per bulan
Kelas 2: Rp 100.000 per orang per bulan
Kelas 3: Rp 35.000 per orang per bulan (dengan subsidi pemerintah sebesar Rp 7.000, tarif sebenarnya Rp 42.000)
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Iuran Rp 42.000 per bulan, dibayarkan oleh pemerintah
Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di Lembaga Pemerintah
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri: Iuran 5% dari gaji per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta
Peserta PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta
Iuran 5% dari gaji per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta
Peserta Keluarga Tambahan (PPU)
Untuk anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua: 1% dari gaji per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah
Veteran
Iuran 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang III/A dengan masa kerja 14 tahun, dibayar oleh pemerintah
Pembayaran iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu kewajiban penting bagi warga Indonesia untuk menjaga kepesertaan tetap aktif. Menurut Perpres 63/2022, pembayaran iuran paling lambat dilakukan pada tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan sejak 1 Juli 2016, kecuali jika peserta memerlukan rawat inap dalam 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali.
Berdasarkan Perpres 64/2020, jika terjadi keterlambatan yang menyebabkan kebutuhan rawat inap, denda sebesar 5% dari biaya diagnosa awal akan dikenakan, dengan ketentuan:
Jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan
Denda maksimum Rp 30.000.000
Bagi peserta PPU, denda ditanggung oleh pemberi kerja
Pentingnya membayar iuran tepat waktu bukan hanya untuk menjaga kepesertaan tetap aktif, tetapi juga untuk memastikan bahwa semua peserta dapat terus mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang diperlukan tanpa hambatan. Pemerintah terus mengupayakan agar sistem BPJS Kesehatan berjalan lebih efisien dan efektif demi kesejahteraan masyarakat.
Perubahan dalam skema BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Namun, hingga perubahan resmi diterapkan, masyarakat diimbau untuk tetap membayar iuran sesuai tarif yang berlaku saat ini. BPJS Kesehatan telah menjadi tulang punggung sistem jaminan kesehatan nasional, dan kontribusi dari setiap peserta sangat penting untuk kelangsungan dan keberlanjutannya.
Selain itu, Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan dengan berbagai program tambahan dan perbaikan infrastruktur. Salah satu fokus utama adalah peningkatan kualitas layanan di rumah sakit, termasuk penambahan fasilitas medis dan non-medis untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan lebih baik. Dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam program BPJS Kesehatan akan sangat membantu dalam mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik dan merata untuk semua warga Indonesia.
Untuk informasi, rencana penghapusan kelas dalam BPJS Kesehatan bukanlah ide baru. Isu ini sudah berembus sejak akhir tahun 2023 sebagai bagian dari upaya reformasi sistem kesehatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan layanan yang lebih adil dan merata bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan, tanpa memandang kelas sosial atau ekonomi. Dengan KRIS, diharapkan setiap peserta mendapatkan standar pelayanan yang sama, terutama dalam hal fasilitas rawat inap.
Dalam beberapa bulan ke depan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan akan terus melakukan sosialisasi dan memberikan informasi lebih lanjut mengenai perubahan ini. Masyarakat diharapkan tetap tenang dan terus memantau informasi resmi dari BPJS Kesehatan serta pemerintah terkait perkembangan kebijakan ini.
Implementasi KRIS tentu akan menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia di rumah sakit. Namun, dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, diharapkan perubahan ini dapat berjalan lancar dan membawa manfaat besar bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.
Diharapkan dengan adanya perubahan ini, akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dapat lebih merata dan tidak ada lagi perbedaan signifikan dalam kualitas layanan yang diterima oleh peserta dari kelas yang berbeda. Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan perubahan ini demi mencapai tujuan jangka panjang dalam meningkatkan sistem kesehatan nasional.