KabarMakassar.com — Pada perdagangan hari ini, Rabu (14/08), rupiah diprediksi bergerak fluktuatif dengan potensi penutupan menguat dalam rentang Rp15.750-Rp15.860 per Dolar AS.
Diperkirakan, indeks dolar bergerak tipis terhadap mata uang lainnya, memperpanjang kinerja lesu, karena antisipasi menjelang rilis data inflasi utama AS pekan ini yang berpotensi mempengaruhi prospek penurunan suku bunga.
Data Inflasi Produsen AS Jadi Fokus
Fokus pekan ini tertuju pada data indeks harga konsumen AS yang akan dirilis Rabu mendatang. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi AS akan sedikit mereda pada Juli. Jika inflasi menurun, ini memberi dorongan bagi Federal Reserve untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga, terutama di tengah kekhawatiran ekonomi AS menuju resesi.
Pasar saat ini terbagi atas potensi pemotongan suku bunga sebesar 25 dan 50 basis poin pada September, dengan data inflasi yang akan dirilis kemungkinan memberikan lebih banyak wawasan mengenai potensi pemotongan tersebut. Selain data inflasi, pembacaan produksi industri dan penjualan eceran juga akan memberikan lebih banyak isyarat mengenai kondisi ekonomi AS pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (13/08) kemarin, rupiah menguat 0,77% atau 122,5 poin ke posisi Rp15.832 per dolar AS,
Pada saat yang sama, indeks dolar naik 0,09% ke posisi 103,049. Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS, dengan yen Jepang melemah 0,42%, baht Thailand melemah 0,05%, dan won Korea melemah 0,15%. Sementara itu, ringgit Malaysia, yuan China, dolar Hong Kong, peso Filipina, dolar Taiwan, dan dolar Singapura menunjukkan penguatan.
Penguatan Rupiah di Tengah Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September 2024 membuat tekanan terhadap rupiah minim. Menurut survei CME FedWatch Tool, 50,5% pelaku pasar berekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Jika terjadi, tekanan terhadap rupiah akan semakin berkurang, memperkuat posisinya.
Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, baru-baru ini menyampaikan bahwa situasi ekonomi global saat ini tidak pasti, meskipun ada rencana pemangkasan suku bunga acuan AS lebih cepat oleh The Fed. Rupiah diperkirakan akan terus menguat jika pemangkasan suku bunga The Fed benar-benar terjadi.
Ketegangan Geopolitik dan Pengaruh terhadap Pasar
Selain data ekonomi, laporan media menunjukkan potensi serangan Iran terhadap Israel sebagai pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas. Ketidakpastian skala serangan dan ancaman perang di Timur Tengah mendorong permintaan safe haven untuk emas.
Prediksi Inflasi AS
Pelaku pasar juga menantikan rilis inflasi produsen AS malam ini. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi IHP AS pada Juli sebesar 0,1% month-to-month (mtm), turun dari 0,2% pada bulan sebelumnya. Inflasi inti produsen diperkirakan melambat menjadi 0,2% dari sebelumnya 0,4%. Rilis inflasi produsen ini akan diikuti oleh data inflasi konsumen pada Rabu (14/8/2024), dengan prediksi inflasi tahunan AS turun menjadi 2,9% yoy dari sebelumnya 3% yoy.
Pengaruh terhadap Kebijakan The Fed
Data inflasi ini penting untuk mempertimbangkan kebijakan moneter The Fed yang akan diumumkan pada September. Pasar meyakini pemangkasan suku bunga akan terjadi, dengan peluang besar bahwa suku bunga akan diturunkan sebanyak 50 basis poin menjadi 4,75%-5,00% pada Desember, dan lebih lanjut menjadi 4,25%-4,50% pada akhir tahun.
Sebelumnya, Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan ini, Senin (12/08) kemarin. Rupiah terkoreksi 30,5 poin atau 0,19 persen, berakhir di level Rp15.955 per dolar AS dari sebelumnya di Rp15.924 per dolar AS.
Pergerakan dolar AS dipengaruhi oleh kondisi pasar yang bergejolak minggu lalu, sebagian besar disebabkan oleh data penggajian AS yang melemah, mengejutkan pasar dan menyebabkan saham global turun.
Pasar menganggap kekhawatiran tentang resesi di AS berlebihan, dengan fokus bergeser ke data inflasi yang akan dirilis minggu ini. Pasar Jepang tutup hari ini karena libur nasional.
Di Timur Tengah, Intelijen Israel memperkirakan bahwa Iran akan melakukan serangan langsung ke Israel dalam beberapa hari mendatang, sebagai respons atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran bulan lalu. Israel juga melanjutkan serangannya di Gaza, mengurangi peluang deeskalasi dalam konflik yang berkepanjangan.
Minggu ini, perhatian pasar juga tertuju pada data inflasi dari berbagai ekonomi utama, terutama indeks harga konsumen AS yang akan dirilis Rabu. Inflasi AS diperkirakan menurun sedikit pada Juli, yang dapat mendukung ekspektasi penurunan suku bunga pada September.
Sentimen terhadap China tetap tertekan oleh kekhawatiran atas lambatnya pemulihan ekonomi setelah serangkaian data ekonomi yang lemah pada Juli.
Dari dalam negeri, faktor-faktor seperti konsumsi yang stagnan dan dinamika harga komoditas diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan. Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di level 5,1 persen hingga 2029.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 menurut IMF adalah 5,0 persen, didukung oleh peningkatan konsumsi publik dan pertumbuhan investasi yang mengimbangi hambatan dari ekspor neto akibat tekanan eksternal.
Secara umum, risiko yang dihadapi Indonesia relatif seimbang. Risiko negatif utama termasuk volatilitas harga komoditas, perlambatan ekonomi mitra dagang utama, dan kondisi keuangan global yang lebih ketat.
Berdasarkan data tersebut, nilai tukar rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif dalam perdagangan berikutnya, dengan kemungkinan kembali menguat di rentang Rp15.900-Rp16.090 per dolar AS.