kabarbursa.com
kabarbursa.com

Nilai Tukar Rupiah Potensi Alami Penguatan di Awal Pekan Ini

Nilai Tukar Rupiah Potensi Alami Penguatan di Awal Pekan Ini
Ilustrasi KabarMakassar
banner 468x60

KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan penguatan pada awal perdagangan pekan kedua Agustus yang jatuh hari ini, Senin (05/08). Berdasarkan data Bloomberg, pada Jumat (02/08) kemarin, rupiah spot ditutup pada level Rp 16.200 per dolar AS, naik 0,23% dibanding penutupan hari sebelumnya di Rp 16.237 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot menguat sekitar 0,62%.

Sejalan dengan pergerakan di pasar spot, nilai tukar rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) juga menguat. Pada Jumat (02/08), rupiah Jisdor ditutup pada posisi Rp 16.234 per dolar AS, menguat sekitar 0,41% secara mingguan dan 0,05% secara harian.

Pemprov Sulsel

Penguatan rupiah didorong oleh data ekonomi AS yang lemah, terutama pada indeks manajer pembelian dan pasar tenaga kerja, yang meningkatkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Hal ini juga menimbulkan ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin perlu memotong suku bunga pada September untuk membantu ekonomi mencapai soft landing.

The Fed mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5% pada pertemuan FOMC Rabu (31/7) waktu setempat, namun membuka peluang untuk menurunkan biaya pinjaman pada pertemuan berikutnya di September 2024. Fokus pasar saat ini tertuju pada data non-farm payroll (NFP) yang akan datang sebagai indikasi lebih lanjut tentang kondisi ekonomi AS. Pasar tenaga kerja yang mendingin semakin memperkuat prospek penurunan suku bunga oleh The Fed.

Selain itu, pasar juga mencermati perkembangan geopolitik di Timur Tengah yang kian memanas serta keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin dan berencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut bukan merupakan indikasi penurunan daya beli masyarakat. Deflasi pada Juli 2024 disebabkan oleh penurunan harga komoditas pangan seperti bawang merah dan daging ayam ras, akibat pasokan yang cukup di pasar. Menurut hukum penawaran dan permintaan, ketika suplai melimpah dan permintaan tetap, harga akan turun.

Dengan faktor-faktor tersebut, pada perdagangan Senin (5/8), rupiah diproyeksi akan fluktuatif namun berpotensi menguat di rentang Rp 16.160 hingga Rp 16.230 per dolar AS. Ekspektasi investor terkait potensi sinyal pelemahan data tenaga kerja AS mendukung penguatan rupiah. Angka konsensus menunjukkan perkiraan penurunan data NFP, meskipun angka tingkat pengangguran diperkirakan akan tetap stabil.

Dengan demikian, pergerakan rupiah pekan depan akan dipengaruhi oleh rilis data ekonomi AS dan data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang akan dirilis pada Senin (5/8). Diprediksi, rupiah berpotensi menguat pada pekan depan dan akan bergerak di kisaran Rp 16.100 – Rp 16.250 per dolar AS.

Rupiah berhasil mencatatkan penguatan signifikan pada penutupan perdagangan akhir pekan minggu pertama bulan Agustus, Jumat (02/08) kemarin.

Nilai tukar rupiah ditutup menguat 37 poin ke level Rp16.200 per dolar AS, meskipun sempat dibuka melemah di awal perdagangan. Penguatan ini memberikan sinyal positif bagi pasar valuta asing Indonesia, terutama setelah sempat terjadi volatilitas yang cukup tinggi sepanjang sesi perdagangan.

Pada awal perdagangan, rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.276 per dolar AS, turun 0,24% atau 39 poin dari penutupan sebelumnya di Rp16.237. Fluktuasi ini menunjukkan bahwa pasar masih berada dalam kondisi yang sangat sensitif terhadap berbagai faktor eksternal, terutama terkait perkembangan ekonomi global dan pergerakan dolar AS.

Data Bloomberg menunjukkan bahwa sepanjang hari, rupiah terus berfluktuasi, mencapai penguatan tertinggi hingga 40 poin sebelum akhirnya mengakhiri sesi di posisi Rp16.200.

Salah satu faktor utama yang mendorong penguatan rupiah adalah pelemahan dolar AS yang terjadi setelah rilis data ekonomi Amerika Serikat yang kurang memuaskan.

Pada perdagngan dua hari sebelumnya, Kamis (01/08), AS merilis data PMI Manufaktur ISM yang menunjukkan kontraksi lebih besar dari perkiraan, menandai penurunan terdalam dalam delapan bulan terakhir.

Selain itu, data ketenagakerjaan AS juga mengecewakan, dengan klaim pengangguran awal naik menjadi 249 ribu, tertinggi dalam satu tahun terakhir. Meskipun produktivitas tenaga kerja mengalami peningkatan, namun biaya tenaga kerja tumbuh hanya setengah dari yang diperkirakan, memberikan gambaran bahwa tekanan inflasi di AS mungkin tidak seburuk yang dikhawatirkan sebelumnya.

Pelemahan dolar AS ini, yang sudah diprediksi atau priced-in oleh pasar, membuka ruang bagi penguatan mata uang lainnya, termasuk rupiah. Meskipun ada potensi teknikal rebound pada dolar AS, penguatan sementara yang dialami rupiah mencerminkan bagaimana pasar bereaksi terhadap data ekonomi global, terutama dalam konteks kebijakan moneter yang lebih luas.

Secara regional, pergerakan mata uang di Asia bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang turun 0,11%, dolar Singapura melemah 0,06%, won Korea Selatan terkoreksi 0,52%, dan rupee India mengalami penurunan sebesar 0,1%. Di sisi lain, mata uang yang mengalami penguatan antara lain dolar Hong Kong yang naik tipis 0,01%, peso Filipina yang menguat 0,11%, yuan China naik 0,08%, ringgit Malaysia naik signifikan sebesar 0,35%, dan baht Thailand yang juga naik 0,08%.

Variasi pergerakan ini menunjukkan respons yang berbeda-beda dari setiap negara terhadap kondisi ekonomi global dan kebijakan moneter domestik masing-masing.

Dari sisi domestik, penguatan rupiah juga tercermin dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI). Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) untuk rupiah tercatat naik 0,31% ke level Rp16.237 dari posisi sebelumnya di Rp16.294. Penguatan ini menunjukkan adanya konsistensi dalam tren positif nilai tukar rupiah, baik di pasar spot maupun dalam penetapan kurs oleh BI.