KabarMakassar.com — Kuasa hukum tersangka atas kasus dugaan korupsi kelangkaan pupuk bersubsidi tahun 2021 berinisial AR mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Pengajuan praperadilan dilakukan kuasa hukum AR karena kliennya merasa keberatan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto pada 25 April 2024.
Menurut Zul Afrianto selaku kuasa hukum AR, penetapan status tersangka terhadap kliennya dalam kasus dugaan korupsi kelangkaan pupuk bersubsidi tahun 2021 itu dinilai sangat keliru.
Sebab, Zul menilai 2 kelengkapan alat bukti yang digunakan penyidik Kejaksaan Negeri Jeneponto belum bisa menentukan kekuatan hukum yang jelas.
“Untuk menentukan status seseorang menjadi tersangka seharusnya dilakukan dengan memenuhi 2 alat bukti yang cukup, sementara dalam perkara Korupsi telah sangat jelas yang menjadi alat bukti kunci untuk menentukan kerugian negara adalah hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan (BPK),” ujar Zul Afrianto dalam keterangan resminya saat ditemui Tim Kabarmakassar.com, Sabtu (03/08).
Sementara yang menjadi pertimbangan pihak Kejaksaan Jeneponto untuk menetapkan kliennya menjadi tersangka dalam perkara ini adalah hasil audit investigasi Kantor Inspektorat Jeneponto sebagaimana tertuang di dalam surat Laporan Perhitungan Kerugian keuangan Negara Nomor 780/18/III/2024 tanggal 8 Maret 2024 yang menyatakan bahwa adanya kerugian negara.
Padahal semestinya, tugas serta wewenang itu harus diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan kepada Inspektorat.
Peraturan itu berdasarkan dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.
Dalam undang-undang itu, pasal 1 menjelaskan BPK merupakan lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1995.
Selain itu kata Zul, dijelaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 tahun 2016 tertanggal 6 Desember 2016 kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan seluruh Indonesia menyatakan bahwa instansi yang memiliki kewenangan melakukan proses pemeriksaan keuangan negara adalah BPK. Sedangkan fungsi Inspektorat dan BPKP adalah pengawasan.
Itu artinya kata Zul, hanya BPK yang mempunyai kewenangan menghitung dan menyatakan kerugian negara. Apabila BPK sudah melakukan audit dan tidak ditemukan ada kerugian keuangan daerah, tak dapat lagi dilakukan audit atas audit yang ada untuk kepastian.
“Hal ini menimbulkan kecurigaan kepada kami terhadap Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Jeneponto. Mengingat hasil audit Inspektorat dimaksud dijadikan bukti kunci untuk menaikkan status Amrina Rachim Warkan sebagai tersangka,” terang Zul.
Atas tindakan tersebut, Zul menilai kasus yang menimpa kliennya itu merupakan sebuah bentuk diskriminasi dan sepatutnya sebagai aparat penegak hukum harus menerapkan Asas Praduga tak bersalah dan mengedepankan fakta-fakta hukum yang terjadi.
“Hal ini membuktikan adanya tebang pilih yang dilakukan pihak kejaksaan Negeri Jeneponto pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga jika waktu pelaksanaannya sudah tidak sah dan bertentangan dengan hukum dan peraturan Perundang-undangan maka penetapan Tersangka dan penahanan yang juga merupakan bagian dari penyidikan turut menjadi tidak sah dan bertentangan dengan hukum,” jelasnya.
Anehnya lagi, dalam Surat Laporan Perhitungan Kerugian keuangan Negara No : 780/18/III/2024 tanggal 8 Maret 2024 yang dikeluarkan oleh pihak Inspektorat, ada 3 distributor yang dilakukan audit.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, Inspektorat telah menyatakan adanya temuan terhadap ketiga distributor ini, sementara kliennya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
“kesemuanya dinyatakan adanya kerugian Negara tetapi yang dijadikan Tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto hanyalah 1 distributor dan 2 distributor yang lain tidak diterangkan. Hal ini membuktikan adanya ketidakprofesionalan Kejaksaan Negeri Jeneponto dan memungkinkan dugaan terjadinya praktik mafia hukum di Kabupaten Jeneponto,” tandas Zul.
Selain upaya praperadilan ke PN Jeneponto, Zul juga menyebut telah berupaya mengirim surat ke Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Langkah ini ditempuh agar kasus yang menimpa kliennya lebih jelas.
“Kami sebagai kuasa hukum telah melakukan langkah hukum yakni permohonan Praperadilan dan kami telah menyurat ke JAMWAS Jaksa Agung dan kejaksaan Tinggi sulsel,” terangnya.
Meski begitu, Zul Afrianto tetap menghormati proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto dalam penanganan kasus korupsi, namun Zul meminta Kejaksaan tetap memperhatikan semua aspek hukum yang berlaku di Republik Indonesia.