KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan Rabu (31/07) kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berhasil mencatatkan penguatan sebesar 40 poin, menempatkannya pada level Rp16.260 per dolar AS pada pukul 15:00 WIB.
Penguatan ini menandai pemulihan yang signifikan setelah rupiah sempat dibuka melemah di posisi Rp16.305 per dolar AS pada awal sesi perdagangan hari ini. Dibandingkan dengan penutupan sebelumnya, rupiah menguat 0,25%, meskipun masih berada dalam rentang yang rawan di tengah volatilitas pasar global yang dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan moneter Amerika Serikat.
Pada sesi pembukaan, rupiah sempat tertekan oleh sentimen global terkait dengan hasil pertemuan Federal Reserve (The Fed) yang sangat dinanti oleh para pelaku pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada pembukaan perdagangan, rupiah melemah tipis 0,03% atau 5 poin, ke posisi Rp16.305 per dolar AS. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran investor terhadap potensi kebijakan suku bunga AS, di mana pasar global sangat memperhatikan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada 30-31 Juli 2024.
Dalam pertemuan ini, meskipun sebagian besar pelaku pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga, pernyataan dan sinyal dari Ketua The Fed, Jerome Powell, terkait arah kebijakan moneter ke depan akan diawasi dengan ketat.
Secara global, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, sedikit melemah. Pada pukul 15:00 WIB, indeks dolar tercatat turun 0,01% menjadi 104,555, mengindikasikan bahwa dolar AS berada dalam kondisi stagnan menjelang keputusan kebijakan The Fed.
Di pasar valuta asing lainnya, beberapa mata uang Asia menunjukkan pergerakan yang bervariasi. Yen Jepang mengalami penguatan sebesar 0,23%, sementara dolar Singapura dan won Korea masing-masing naik tipis 0,02% dan 0,27%.
Peso Filipina juga mencatat penguatan 0,19%, diikuti oleh rupee India dan yuan China yang masing-masing naik 0,01% dan 0,06%. Sementara itu, ringgit Malaysia dan baht Thailand masing-masing menguat 0,23% dan 0,06%, mencerminkan penguatan umum di kawasan Asia terhadap dolar AS.
Meskipun dolar AS cenderung stagnan, beberapa mata uang utama lainnya di pasar global mengalami tekanan. Di pasar New York, euro dan pound sterling Inggris masing-masing mengalami sedikit penurunan terhadap dolar AS, sementara yen Jepang mencatat penguatan terhadap dolar, dengan nilai tukar turun menjadi 153,27 yen dari 153,98 yen pada sesi sebelumnya.
Dolar AS juga melemah terhadap franc Swiss, dolar Kanada, dan kronor Swedia, menunjukkan bahwa mata uang Amerika Serikat sedang mengalami tekanan di pasar internasional.
Selain itu, pelemahan dolar AS juga dipengaruhi oleh serangkaian data ekonomi yang kurang menguntungkan dari China. Baru-baru ini, aktivitas manufaktur di China diperkirakan menyusut untuk bulan ketiga berturut-turut pada Juli 2024, memicu kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Jajak pendapat Reuters pada 29 Juli 2024 mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi China semakin melemah pada bulan Juli. Akibatnya, beberapa lembaga keuangan, seperti Citi, telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk tahun ini dari 5% menjadi 4,8%, menambah tekanan pada pasar global.
Di dalam negeri, meskipun rupiah berhasil menguat pada penutupan perdagangan hari ini, volatilitas pasar tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Edi Susianto, mengungkapkan bahwa penguatan rupiah hari ini lebih dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap keputusan kebijakan The Fed dan perkembangan ekonomi global lainnya. Edi menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah saat ini.
Faktor pertama adalah sentimen “wait and see” yang melanda pelaku pasar keuangan global, di mana mereka menunggu hasil pertemuan The Fed dan pernyataan Jerome Powell terkait prospek suku bunga AS. Faktor kedua berkaitan dengan ekspektasi bahwa Bank of England (BoE) mungkin akan memangkas suku bunga kebijakannya, sementara Bank of Japan (BoJ) diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan mereka.
Faktor ketiga adalah perkembangan politik di AS, di mana potensi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden 2024 masih menjadi perhatian pasar.
Selain itu, dari dalam negeri, posisi utang pemerintah Indonesia juga menjadi perhatian, terutama dengan meningkatnya utang menjadi Rp8444,87 triliun hingga akhir Juni 2024, atau tiga bulan menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo. Meskipun rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih terjaga di bawah batas aman 60% sesuai dengan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, posisi utang yang terus meningkat memberikan tekanan tambahan pada stabilitas ekonomi nasional.
Dengan latar belakang ini, pergerakan rupiah ke depan masih akan sangat dipengaruhi oleh dinamika kebijakan moneter global, terutama kebijakan The Fed, serta perkembangan ekonomi di negara-negara utama seperti China dan Amerika Serikat. Para pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan memantau secara cermat perkembangan kebijakan yang dapat mempengaruhi nilai tukar dan stabilitas ekonomi, baik di tingkat global maupun domestik.