kabarbursa.com
kabarbursa.com

Fluktuatif Selama Perdagangan, IHSG Lesu Bertengger di Zona Merah

IHSG Catat Penguatan di Perdagangan Awal Pekan, Sektor Teknologi Memimpin
Ilustrasi Saham (Dok : KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak dalam zona merah pada akhir perdagangan Rabu (17/07) kemarin. Berdasarkan data RTI Business, IHSG terkoreksi tipis sebesar 0,07 poin, menutup perdagangan di level 7.224,21.

Meskipun IHSG mengalami penurunan, tren positif tetap mendominasi pergerakan saham pada penutupan perdagangan hari ini. Dari 788 saham yang diperdagangkan, 287 saham mengalami kenaikan, 251 saham menurun, dan 250 saham lainnya stagnan.

Pemprov Sulsel

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi, berfluktuasi antara zona hijau dan merah. Level tertinggi IHSG tercatat di 7.265,08, sementara level terendahnya berada di 7.207,58.

Volume perdagangan saham tercatat sebanyak 28,04 miliar lembar dengan frekuensi transaksi mencapai 1.090.940 kali, menghasilkan nilai transaksi sebesar Rp11,68 triliun.

Beberapa indeks sektoral menunjukkan penguatan, di antaranya:

– Indeks LQ45: Naik 0,61% ke 910,068.
– Indeks JII: Menguat 1,06% ke 511,129.
– Indeks IDX30: Naik 0,88% ke 454,815.
– Indeks MNC36: Menguat 0,86% ke 343,124.

Namun, beberapa sektor mengalami pelemahan, di antaranya:

– Energi: Turun 0,04%.
– Barang Baku: Turun 0,48%.
– Kesehatan: Turun 0,37%.
– Teknologi: Turun 0,32%.

Sektor-sektor yang mengalami penguatan meliputi:

– Industri: Naik 0,21%.
– Konsumer Non Siklikal: Menguat 0,63%.
– Konsumer Siklikal: Naik 0,15%.
– Finansial: Menguat 0,26%.
– Properti: Naik 0,17%.
– Infrastruktur: Menguat 0,03%.
– Transportasi: Naik 0,66%.

Saham Top Gainers dan Losers

Beberapa saham yang mencatat kenaikan tertinggi (top gainers) adalah:

– PT Sumber Sinergi Makmur Tbk (IOTF): Naik 34,94% ke Rp112.
– PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY): Naik 34,38% ke Rp86.
– PT Wulandari Bangun Laksana Tbk (BSBK): Naik 22,08% ke Rp94.

Sementara saham-saham yang mengalami penurunan tertinggi (top losers) meliputi:

– PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY): Turun 11% ke Rp89.
– PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA): Turun 8,67% ke Rp137.
– PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN): Merosot 8,53% ke Rp775.

Saham-saham yang paling aktif diperdagangkan antara lain:

– PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)
– PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)
– PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)

Performa Bursa Asia

Di sisi lain, beberapa bursa saham Asia menunjukkan hasil yang beragam. Hang Seng dan Straits Times masing-masing mencatat kenaikan tipis sebesar 0,06% dan 0,05%. Namun, indeks Nikkei dan Shanghai mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,43% dan 0,45%.

Pergerakan IHSG yang fluktuatif serta performa bursa regional menunjukkan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan. Para investor diharapkan terus memantau perkembangan terkini untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.

Ketidakpastian pasar keuangan global

Di sisi lain, Bank Indonesia baru-baru menyebut ekonomi global pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2% sesuai prakiraan didorong Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik ditopang oleh konsumsi dan stimulus fiskal.

Ekonomi Eropa diprakirakan tumbuh lebih tinggi didorong oleh perbaikan ekspor dan investasi. Sementara itu, ekonomi Tiongkok belum kuat dipengaruhi lemahnya permintaan domestik.

Inflasi AS pada bulan Juni 2024 lebih rendah dari prakiraan dipengaruhi oleh inflasi energi dan perumahan yang menurun.

Hal ini mendorong prakiraan penurunan suku bunga kebijakan AS (Fed Funds Rate/FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024, di tengah yield US Treasury 10 tahun yang tetap tinggi karena kebutuhan defisit anggaran Pemerintah AS.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi serta ketegangan geopolitik yang belum mereda mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas.

Perkembangan ini berimplikasi pada perlu terusnya penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.