KabarMakassar.com — Warisan budaya leluhur di Tana Luwu begitu beragam, mulai dari seni, ritual adat hingga struktur bangunan.
Jika warisan budaya berupa seni dan ritual masih begitu melekat, sebaliknya yang terjadi dengan warisan budaya berupa struktur bangunan rupanya kini mulai ditinggalkan bahkan hampir hilang dari pandangan mata.
Banua Alang, begitu para leluhur dan masyarakat Tana Luwu mengenal salah satu bangunan yang merupakan warisan budaya yang memiliki banyak fungsi dahulunya.
Opu Patunru Kedatuan Luwu, Saddakati Andi Arsyad mengatakan Alang tidak hanya berupa bangunan yang menyimpan hasil panen pertanian seperti gabah maupun hasil kebun lainnya namun memiliki fungsi budaya dan sosial yang menghubungkan satu rumpun suku saat itu.
Banua Alang dulunya kata dia sangat terkenal di wilayah dataran Luwu, mulai dari etnis Rongkong di dataran tinggi pegunungan hingga masyarakat di pedesaan dataran rendah.
Banua Alang memiliki ragam jenis tergantung dari etnis suku yang memilikinya saat itu namun umumnya Alang menjadi simbol budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Luwu yang hampir tidak lagi bisa dilihat saat ini.
Alang kata Opu Patunru melekat dengan ritual yang kerap disajikan atau dilakukan dibawahnya. Seperti misalnya etnis Rongkong dahulunya menggelar ritual setelah pulang dari peperangan atau dikenal dengan ritual berburu kepala yang dilakukan dibawah Alang.
“Alang ini bukan hanya simbol budaya tapi juga fungsi sosial dimana didalamnya terdapat ritual yang menghubungkan suatu rumpun masyarakat adat”, ungkapnya dalam wawancara yang dilakukan pada Minggu (19/05) lalu.
Banua Alang kini hampir hilang dari pandangan mata, hal itu kata Opu Patunru tidak terlepas dari perkembangan kehidupan saat ini.
Jika Alang dulunya digunakan untuk menyimpan hasil panen, maka saat ini hampir fungsi itu tidak lagi bisa diterapkan mengingat para petani langsung menjual hasil panennya kepada pengepul pasca panen.
Selain itu, tragedi pembakaran di perkampungan Etnis Rongkong dahulunya juga menjadi salah satu faktor mengapa Alang saat ini hampir sulit ditemukan.
Meski begitu, Opu Patunru menegaskan bahwa Banua Alang tidak hanya bisa dilihat sebagai fungsinya menyimpan hasil panen namun terdapat struktur bangunan budaya didalamnya yang merupakan bagian dari simbol budaya Tana Luwu.
Hal ini dipertegas dengan hasil riset Arsitektur Nafsiah Aswawi yang membeberkan sejumlah keunikan yang dimiliki Alang sebagai warisan budaya dengan struktur bangunan yang kompleks dari segi material maupun pemanfaatannya dimana saat itu menggunakan bahan material yang ada di sekitar seperti kayu dan batu yang dibuat sedemikian rupa dengan satu kesatuan yang saling mengikat sehingga begitu kokoh
Opu Patunru membagikan ceritanya yang hingga kini masih bisa melihat Alang yang dibangun tepat dibelakang rumah pribadinya yang memang secara fungsi tidak digunakan seperti bagaimana fungsinya dahulu untuk menyimpan hasil panen namun lebih kepada melestarikan dengan mengingat dan memandang warisan budaya Tana Luwu yang bisa diceritakan dan diteruskan pada generasi berikutnya.
“Kalau saya pribadi ada dibelakang rumah tapi fungsinya memang bukan lagi untuk menyimpan hasil panen yah seperti gabah tapi kita fungsikan dengan kegiatan sosial atau keseharian”, pungkasnya
Opu Patunru mengingatkan pentingnya generasi muda saat ini untuk terus mengenal dan mengetahui warisan budaya Tana Luwu sebagai bagian dari identitas diri mereka yang sebisa mungkin dapat diteruskan ke generasi-generasi berikutnya.
“Kita adalah masyarakat Tana Luwu dan bagaimana ini terus bisa diceritakan atau diteruskan ke generasi-generasi berikutnya”, harapnya